016. Mas Dewa Cemburu

1.8K 85 4
                                    

Halo gays, TMSI update lebih cepat. Jangan lupa vote gays!

Happy Reading
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

016. Mas Dewa Cemburu

Masih dengan suasana hati yang kacau, Luna dan Dewa masih saling bungkam di ruang santai. Walau keduanya duduk di satu sofa, tapi jaraknya berjauhan. Dewa sudah beberapa kali membujuk sang istri agar tak merajuk tapi hasilnya nihil. Hati Luna sudah membatu, ia masih kalut dalam api cemburu!

“Sayang.” Dewa kembali memanggil.

Luna masih tak merespons. Pandangannya terus mengarah ke layar televisi yang menampilkan serial drama. Dewa menggeser bokongnya agar lebih dekat dengan sang istri. Setelah jarak keduanya lumayan dekat, Dewa menggapai lengan istrinya, mengusap telapak tangan perempuan itu lembut.

“Maafkan saya, ya. Saya nggak bermaksud membuat kamu cemburu, Sayang,” tutur Dewa lagi.

Luna mendengus. Ia melengos, menatap suaminya. Sesaat ia menghela napas berat, menyingkirkan tangan kekar suaminya dari pergelangan tangannya. Segera, perempuan itu berdiri.

“Kamu mau ke mana?” tanya Dewa saat mendapati istrinya hendak melangkah pergi dari hadapannya.

Luna yang tadinya hendak melangkah pergi, langkahnya tergantung. Ia hendak menjawab pertanyaan suaminya tapi tak sempat setelah mendapat satu notifikasi masuk ke dalam ponsel suaminya. Ponsel itu menyala di atas meja. Menampilkan satu pesan dari seseorang.

Luna tak berniat melirik ponsel suaminya, ia hanya bersedekap dada dengan pandangan dialihkan ke arah lain—tak minat menatap sang suami.

“Pesan dari mantan kesayangan, tuh, kayaknya,” celetuk Luna.

Dewa tak menggubris perkataan Luna, ia segera menggapai ponselnya dan melihat pesan yang tertera di layarnya.

Suudzon. Ini pesan dari Mama.” Dewa memberitahu.

Mendengar itu, Luna segara mendekat ke Dewa. Melihat ke layar ponselnya. Saat maniknya menatap langsung kontak sang Mama, perempuan itu lantas menyengir lebar, tak berdosa.

Dewa menghela napas, ia segera menekan kontak mamanya dan melihat pesan yang terkirim dari seberang sana.

Mama:
Dewa, kayaknya Mama akan balik lambat. Soalnya teman-teman Mama mau ngajak Mama shopping, kalau Luna sama cucu Mama Minta sesuatu bilang aja, ya.

Setelah membaca pesan itu, Dewa menyerahkan ponselnya pada Luna. Reaksi pertama perempuan itu bingung, tapi detik berikutnya mengerti dan menerima ponsel di tangan suaminya.

“Bilang aja ke Mama, aku pengin ganti suami. Cucunya pengin punya Papa yang ganteng dan nggak bikin mamanya cemburu.” Luna berujar sembari menyerahkan ponsel ke Dewa.

Dewa meneguk salivanya. Menerima ponselnya dan menyimpannya ke saku celana. “Kamu masih marah sama saya?”

“Pikir aja sendiri!” Luna hendak melangkah pergi, tapi tiba-tiba saja perutnya begitu sakit. Sesaat wanita itu meraung kesakitan dengan kedua tangan terus memegangi perutnya.

ARGH!

“Mas, sakittt!” Luna kesakitan, ia meringkuk di atas lantai dengan rasa sakit yang terus menghantamnya.

Dewa seketika cemas. Ia berjongkok di depan istrinya. “Kamu kenapa, Sayang?”

Luna menggeplak bahu Dewa. “Di saat kayak gini kamu masih nanya aku kenapa? AKU KESAKITAN MAS DEWA! Aduh....”

Dewa tak tahu harus berbuat apa sekarang. Ia bingung harus mengerjakan apa.

“Ya sudah, saya bawa kamu ke rumah sakit, ya. Saya takut anak saya kenapa-napa.” Dewa menggendong istrinya.

“ANAKKU JUGA! ANAK KITA! BUKAN ANAK KAMU DOANG!” Luna mengoreksi cepat.

“Iya-iya, anak kita. Udah, kamu jangan marah-marah terus. Saya akan bawa kamu ke rumah sakit.” Dewa langsung berlari keluar dan menghampiri mobilnya yang terparkir di halaman rumahnya.

Pertama, Dewa membaringkan Luma di kursi sebelah kemudi dan mengaitkan sabuk pengaman. Setelahnya barulah ia masuk ke kurai kemudi dan membawa Luna ke rumah sakit.

“Kamu yang tenang dulu, ya, Sayang. Sakitnya cuma sebentar, kok! Kamu rileks dulu aja.” Dewa menjalankan mesin mobilnya.

“Rileks matamu, Mas! Ini sakit banget!” Luna terus meraung. Moodnya berubah ubah begitu cepat.

“Iyaa, kamu tenang aja dulu. Saya akan bawa kamu ke rumah sakit. Tenang, ya, Istriku.” Dewa lantas menancap gas dan melajukan mobilnya.

•••••••

Perjalanan hanya menempuh waktu 15 menit. Setelah sampai Dewa langsung membawa Luna ke ruang pemeriksaan kandungan untuk diperiksa kesehatan janinnya.

Setelah menjalani berbagai perawatan dan pengarahan dari dokter, kandungan Luna dinyatakan tidak bermasalah. Itu hanya faktor ibu hamil memasuki usia 2 minggu menuju 3 minggu. Awalnya keduanya terkejut karena usia kehamilannya demikian. Tetapi setelah menjalani pemeriksaan lanjut, ternyata memang benar, usia kandungan Luna sudah hampir 3 minggu.

“Kamu sekarang sudah agak mendingan, kan, Sayang? Udah nggak ada yang sakit, kan?” tanya Dewa di sebelah Luna.

Perempuan yang duduk di sebelahnya melongok. Hanya membalas dengan senyuman tipis.

“Bapak harus lebih ekstra lagi jaga Ibu dan calon anaknya, ya. Harus pintar-pintar ngatur emosi di depan istrinya. Karena mood ibu hamil itu sensitif. Takutnya berdampak pada janinnya,” ungkap dokter wanita di depan mereka.

Dewa mengangguk sopan. “Iya, dokter. Terima kasih atas pemeriksaannya.”

“Ya sudah kalau gitu, ini lampiran hasil USG tadi, ya.” Dokter menyerahkan selembar kertas pada Dewa.

Dewa menerimanya. “Terima kasih, Dokter. Ya sudah kalau gitu, kita permisi dulu. Mari.” Dewa beranjak sembari menggandeng istrinya.

“Iya, mari... hati-hati, ya, Pak, Bu.”

Dewa dan Luna berjalan keluar ruangan. Tanpa dipungkiri, saat hendak memegang kenop pintu, seorang pria yang tak asing bagi Luna menghalangi jalan.

“Gilang?” Luna terkejut.

Pria dengan sebutan Gilang pun sama halnya. Ia mengenakan almet putih, seperti seorang dokter.

“Luna? Kamu kenapa bisa ada di sini? Kamu udah hamil, ya? Wah, selamat, ya!” Gilang tampak bahagia. Ia menjabarkan tangannya ke depan Luna.

Luma tersenyum tipis. Ragu-ragu menerima jabaran tangan Gilang. “Terima kasih, ya.”

“Ah, ya. Kamu dokter di rumah sakit sini?” tanya Luna.

Gilang mengangguk. “Ha-ha, iya. Aku dokter di sini.”

Luna hanya ber oh ria. Tanpa sadar, pria yang ada di sebelah Luna menggerutu. Menghentakkan kakinya berulang kali.

“Ah, udahlah. Ayo pergi, Sayang. Izin membawa pergi istri saya, ya, Dok.” Dewa bertutur dengan menekan kata ‘istri'. Setelahnya ia membawa pergi istrinya pergi dari hadapan orang lamanya.

“Apaan, sih, Mas! Main pergi aja!”

“Kamu yang apaan. Udah jelas ada suaminya tapi dianggap nggak ada.”

Luna membulatkan mata. “Kamu cemburu sama dia?”

Mendengar itu Dewa lantas menggeleng cepat. “N-nggak! Mana ada saya cemburu sama dia! Masih ganteng saya juga!” elak Dewa.

Bohong jika Dewa tak cemburu! Ia telah dibakar api cemburu saat Luna berbicara dengan Gilang waktu itu. Tapi ia mencoba menyembunyikan hal itu pada istrinya.

“Benar?” Luna mendekatkan wajahnya ke depan Dewa.

Dewa gagu. Ia meneguk salivanya pasrah. “I-iya! Udahlah. Ayo kita balik. Nggak usah bahas itu lagi.” Dewa membawa Luna pergi, dengan langkah cepat.

“MAS DEWA CEMBURU!” teriak Luna di lorong rumah sakit.

Untung lorong itu lagi sepi, kalau ramai habis sudah riwayat Dewa.

Jangan lupa vote
Sebentar lagi bakalan ending
See you the next chapter gays..

Transmigrasi Menjadi Seorang Istri [ On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang