022. Canda dan tawa

620 33 1
                                    

Halo, gays!! TMSI udah update. Jangan lupa untuk ninggalin jejak. Vote and komen!!

Happy reading
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

022. Canda dan tawa
Pintu ruangan itu terbuka, menampil sosok lelaki yang sedang terbaring lemah di atas brangkar nya. Luna, menatap ngeri keadaan suaminya. Tari yang melihat itu semakin mendorong kursi roda itu untuk mendekat ke tempat Dewa berada, lagi-lagi Luna menatap sayu ke arah tempat Dewa dan ia mengalihkan pandangannya ke arah mertuanya untuk meminta penjelasan.

"Huh... suami kamu mengalami patah tulang Luna, kakinya sementara tidak bisa di gunakan. Tetapi, kalau nanti suami kamu mau terapi pasti kakinya akan bisa di gunakan kembali tanpa bantuan tongkat serta kursi roda." Tari menjelaskan dengan suara yang sedikit lirih.

"Maaf, karena Luna mas Dewa jadi terluka parah," lirih Luna membuat mama - Dewa menatap sendu ke arahnya.

"Sayang, sudah berapa kali Mama bilang bukan? Ini udah takdir, jangan salahkan diri kamu Luna. Sekarang kamu fokus sama kesembuhan kamu agar kamu bisa merawat suami kamu," jelas Tari sambil mengusap punggung menantunya.

"Mas Dewa udah siuman, Ma?" tanya Luna.

"Su---"

"Sayang...," lirih Dewa yang baru saja membuka matanya dan hendak bangun untuk duduk.

"Mas... kamu jangan duduk dulu, nanti jahitan kamu terbuka," tegur Luna dengan lembut.

"Kamu mau minum?" tanya Luna dan mendapatkan gelengan dari Dewa.

"Dewa, Luna. Mama keluar dulu ya, kalian bicara sepuasnya tapi jangan sampai membuat luka kalian kembali terbuka," peringat Tari.

"Baik Ma," jawab Luna.

Tari langsung melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu, untuk memberikan ruang bagi menantu serta anaknya.

Setelah kepergian Tari, air mata yang sedari tadi Luna tahan akhirnya luruh begitu saja dari kelopak matanya. Dewa yang melihat istrinya menangis langsung mengusap tangan Luna.

"Kamu kenapa sayang?" tanya Dewa.

Luna yang mendengar pertanyaan itu menggigit bibir bawahnya untuk menahan tangisannya.

"Kamu kenapa hm? Ada yang sakit?" tanya Dewa sekali lagi.

"Maaf... bayi kita udah tidak ada lagi mas. Aku benar-benar buruk menjadi seorang istri," lirih Luna sambil menatap Dewa dengan tatapan mata yang sendu.

"Dengarkan saya Luna, mungkin Allah belum siap untuk menitipkan ke kita anugerah itu, kamu jangan bersedih ya. Nanti kita buat lagi," kata Dewa dengan sedikit candaan.

"Kamu ga sedih atas kehilangan bayi kita?" tanya Luna ketika melihat raut wajah Dewa yang biasa aja.

"Tentunya saya sedih Luna, tidak mungkin saya tidak sedih atas kehilangan buah hati yang sudah kita tunggu kehadirannya selama beberapa bulan ini, tapi saya tidak mau larut dalam kesedihan itu, tidak ada gunanya kita sedih yang ada nantinya Allah akan marah kepada kita."

"Gitu ya mas, Luna akan ikhlas mulai sekarang, dan mas janji kan? Kita akan buat lagi?" tanya Luna.

Dewa yang mendengar itu terkekeh kecil. "Iya sayang, kita akan buat lagi kalau kita udah pulih dan kembali ke rumah. Kamu mau pakai gaya apa?" tanya Dewa dengan jahil.

"Emang ada gaya apa aja?" tanya Luna dengan polosnya.

Dewa menepuk jidatnya mendengarkan pertanyaan Luna yang sangat polos, "Astaga sayang, kamu emang benar-benar sangat polos sekali. Nanti kamu bisa cari di internet ya," jawab Dewa.

"Gamau, ayok ih jelasin sama aku mas. Mas jangan pelit," rengeknya.

"Pokoknya banyak sayang, tapi nanti kita buat dengan dua gaya saja," kata Dewa membuat Luna cemberut.

"Menyebalkan, mas Dewa ga asik!" rengek Luna sambil mengerucutkan bibirnya.

"Cup!" Dewa mengecup bibir Luna sekilas karena gemas.

"Mas Dewa! Ih kamu nih ya! Ngambil kesempatan dalam kesempitan!" teriak Luna sambil menabok lengan Dewa.

"Shhhh...." ringis Dewa.

Luna yang melihat itu refleks panik, "Mas kamu kenapa? Luka kamu ke senggol ya?" tanya Luna.

"Gapapa sayang, cuma memar doang," jawab Dewa dengan santai.

"Maaf, Luna ga tahu. Maafin Luna ya," kata Luna sambil mengusap bekas tabok an tangannya.

"Iya gapapa, sayang."

Dewa sangat gemas dengan bibir mungilnya Luna membuat dewa menarik tengkuk Luna dan ia mendekatkan bibirnya ke bibir Luna, setelah itu melumat serta menyesap nya.

Lidah mereka saling bertautan menukar saliva satu sama lain, membuat napas Luna terengah-engah. Dewa langsung melepaskan tautan bibir mereka dan ia mengusap bibir Luna untuk menghapus bekas saliva yang masih tertinggal.

Tak lama pintu ruang inapnya terbuka dari luar, menampilkan sosok wanita paruh baya yang membawa sebuah kantong plastik.

Luna langsung membedakan duduknya dan ia menarik napasnya agar mertuanya tidak curiga, aksi yang di lakukan Luna membuat Dewa terkekeh kecil.

"Kalian habis ngapain?" tanya Tari sambil meletakkan kantong plastik itu di atas meja di samping brangkar Dewa.

"Dewa habis minta ja--"

"Habis bercanda Ma," sela Luna dengan cepat.

Ia menatap tajam ke arah Dewa, tetapi bukannya takut malah di mata Dewa Luna terlihat menggemaskan.

"Oh, itu Mama habis dari Indomaret beli buah-buahan."

"Iya Ma." Luna langsung mengambil kantong plastik itu dan mengambil buah semangka yang sudah siap untuk di makan.

"Mas mau?" tawar Luna.

Dewa langsung menatap Mamanya meminta pendapat, ia takut kalau asal makan yang ada penyakitnya tidak kunjung sembuh.

"Boleh nak, tadi Mama udah tanya sama dokter kamu," kata Tari.

Dewa langsung mengangguk dan meminta Luna untuk menyuapi nya, sekali-kali Luna jahil kepada Dewa membuat ruangan itu hidup dan tidak sepi. Tari yang melihat anak dan menantunya romantis hanya bisa menggelengkan kepalanya, ia sangat senang melihat interaksi mereka. Walaupun mereka habis di landa musibah, Tari berharap mereka tidak akan trauma.

----------- Jangan lupa Vote dan komen gays! See you the next chapter ------------

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Transmigrasi Menjadi Seorang Istri [ On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang