009. Apa! Tidur Sekamar?

2.7K 108 0
                                    

Halo gays! TMSI update! Jangan lupa vote dan komen serta follow! Agar aku semangat update.

Happy Reading
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

009. Apa! Tidur sekamar?

Luna tak tahu-menahu apa yang telah terjadi kepada suaminya hingga pria itu--suaminya, berperilaku demikian.

Memang, Luna dari kemarin mengharapkan suaminya itu memberi perhatian kepadanya, tapi, kenapa saat pria itu datang menemuinya kemudian mengomel, ada perasaan gelisah di hati Luna?

Hari sudah semakin larut, pikiran Luna semakin gila! Otaknya itu mengeluarkan berbagai pikiran buruk hingga membuat berkecamuk memenuhi benaknya.

"Mas Dewa kenapa, ya? Apa dia lagi ada masalah?" Hati Luna semakin gelisah.

Matanya menggelinding, melihat ke sekelilingnya. Sepi. Sunyi. Sesaat, dia menghembus napas berat, menyingkirkan selimut bermotif bunga mawar merah yang menutupi sebagian tubuhnya, setelahnya ia mengubah posisi--bersandar pada punggung ranjang.

Jemari lentiknya terulur, menggapai ponsel yang tergeletak di atas meja nakas. Ia menyalakannya, jemarinya bergerak di atas layar dengan lihai, sesaat jemari telunjuknya terhenti pada aplikasi dengan simbol berbentuk G. Luna menekannya, jemarinya lantas kembali bergerak di atas layar, mengetik beberapa huruf dan merangkai kata guna disalurkan pada aplikasi berbasis robot tersebut.

'APA YANG MEMBUAT SUAMI BERTINGKAH ANEH? DAN HAL APA YANG DILAKUKAN SEBAGAI SEORANG ISTRI UNTUK MENYENANGKAN HATI SUAMI?'

Jemari lentik Luna berhenti selepas mengetik beberapa kata itu, sedetik setelahnya ia menekan tombol enter.

Ribuan artikel lantas memenuhi layar, jemari Luna kembali bergerak, menggulir beberapa artikel itu dan membacanya dengan saksama.

Sesaat, wanita itu terdiam. Otaknya mencerna satu per satu kata yang ada pada layar ponselnya. Setelah otaknya kembali bekerja, ia mematikan ponselnya, beranjak dari ranjang.

"Aku harus pastiin Mas Dewa nggak kenapa-napa." Luna bertekad sembari turun dari ranjang.

Wanita itu mengenakan alas kaki, melangkah keluar ruangan dan berjalan menuruni anak tangga guna menemui suaminya.

Langkahnya mendadak terhenti ketika netranya berhasil menangkap raga seorang pria yang baru saja keluar dari ruangan.

"Mas Dewa belum tidur? Mau ke mana dia?" Luna bergumam.

Wanita itu kembali mengayunkan kakinya, berjalan mendekat ke suaminya.

"Mas Dewa belum tidur? Mas Dewa mau ke mana?" tanya Luna saat raganya berada tepat di samping suaminya.

Pria dengan setelan baju tidur itu menoleh, menatap wanita di sebelahnya.

"Kamu kenapa di sini? Belum tidur?" Pria itu bertanya dengan nada menjengkelkan.

Luna menghela napas, bibirnya mulai bergerak untuk menjawab perkataan suaminya tetapi tak sempet saat jemari telunjuk milik suaminya itu ditempatkan tepat di bibir ranumnya.

"Sudah jangan jawab pertanyaan saya. Kamu udah bisa berjalan?" Pria dengan sebutan Dewa itu menatap dari ujung ke ujung raga istrinya.

"Berjalan dari atas sana lumayan jauh lho. Kamu udah sembuh ?" imbuh Dewa melanjutkan sembari melirik anak tangga di depannya.

Luna menatap lamat manik suaminya. Ada perasaan tenang ketika suaminya itu bertanya demikian. Entah kenapa hatinya seperti diserbu oleh ribuan bunga dengan serbuk yang menyejukkan.

"Mas Dewa kenapa makin lama, makin perhatian sama aku? Apa dia udah nggak benci aku lagi?" batin Luna.

Dewa menghela napas saat pertanyaan tak kunjung direspons. Ia menarik jemarinya dari bibir ranum istrinya. Kakinya hendak melangkah meninggalkan istrinya, tetapi suara cempreng dari arah belakang membuat langkahnya diurungkan.

"Dewa? Luna? Kalian kenapa di  sini? Pada belum tidur? Udah jam sebelas lewat loh ini." Tari datang dari ruangannya, ia berjalan mendekat ke anak dan menantunya.

Wanita paruh baya itu menempatkan diri di tengah-tengah Dewa dan Luna.  Netranya melirik secara bergantian dua orang di sebelah kanan-kirinya.

"Pertanyaan Mama belum dijawab loh! Kalian kenapa di sini? Kalian nggak lagi ngelakuin hal itu ... di sini, kan?"

Sontak selepas mendengar perkataan itu keduanya menatap Tari, lantas bersuara, "NGGAK, MA!" Sepasang suami-istri itu berucap serempak.

Tari tersenyum jail. Kedua tangannya merangkul bahu Dewa dan Luna. Ada hening sejenak yang melingkupi mereka. Hingga ada satu pemikiran yang terlintas di kepala Tari.

"Ah, ya, Luna, bukannya kamu sakit? Kenapa bisa ada di sini? Kamu udah sembuh?" Tari baru sadar. Ia melirik dari ujung ke ujung tubuh Luna.

Sang empu tersenyum tulus, ia menggeleng singkat. "Luna udah bisa jalan dikit, Ma. Badan Luna juga udah lumayan enakan."

Cengiran lebar lantas tercetak di wajah Tari. Sari wajahnya begitu bersinar bagai matahari. "Berarti kamu sama Dewa udah bisa tidur sekamar, dong?" tanya Tari.

Dewa menggeleng cepat sembari menyingkirkan tangan Tari dari bahunya.

"Belum, Ma. Dewa--"

"Sudah, sudah! Kalian harus tidur satu kamar malam ini! Mama nggak mau tahu! Mama udah ngebet pengin punya cucu!" sela Tari.

"Tapi, Ma--"

"Sudah jangan bantah omongan Mama! Kamu sama Luna harus tidur bareng! Mama nggak mau tahu! Kalau kamu nolak dan bantah omongan Mama, Mama mau bunuh diri aja. Kamu mau Mamamu ini mati? Nggak, kan? Intinya kalian malam ini harus tidur satu kamar, SATU KAMAR!" perintah Tari dengan menatap mereka dengan tajam.

Tanpa menjawab omongan Tari, mereka berdua hanya mengangguk pasrah. Tari yang melihat itu tersenyum kegelian, melihat ekspresi mereka berdua.

Tanpa mengucapkan satu apapun, Dewa melenggang pergi dari sana dengan di ikuti oleh Luna yang berjalan di belakangnya.

Widih! Gimana part ini?
Kayaknya akan seru banget bab selanjutnya
Jangan lupa vote dan komen!
See you the next chapter all...

Transmigrasi Menjadi Seorang Istri [ On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang