5. Lukisan

13 7 5
                                    

⋇⋆✦⋆⋇ 



Matahari semakin terik. Namun angin masih berhembus lumayan kencang. Tiap helaian berwarna coklat itu terombang-ambing akibat angin yang menyapa.

Tongkat panjang yang berkali-kali terhentak ditanah, membawa kaki jenjangnya melangkah menuruti tongkat tersebut yang digunakan untuk menuntunnya pada jalan yang benar.

Liana. Gadis itu masuk ke dalam rumah peristirahatannya. Dan aku masih mengikuti nya di belakang. Mengamati tiap gerak-geriknya.

Mungkin ini terdengar seperti penguntit. Tapi mau bagaimana lagi? Ini sudah menjadi tugasku.  Mencoba mengumpulkan segala informasi sebagai jawaban atas tugas yang diberikan.

"Apa yang terjadi, Liana? Kenapa kau menangis?"

Seorang wanita yang sudah berumur lebih itu segera menghampiri gadis yang disebutnya tadi. Beberapa piring yang akan disajikan seketika terabaikan. Fokusnya beralih pada Liana yang tak kunjung menghentikan tangisnya.

Liana sama sekali tak menjawab pertanyaan wanita itu. Tangisnya malah semakin pecah. Wanita itu pun membawanya untuk duduk pada kursi. Tangan yang tampak bergetar pun digenggamnya.

Wanita itu melirik sekilas sisa-sisa cat yang masih melekat pada kulit pucat gadis itu. Helaan nafas pun langsung keluar dari bibirnya. Ia pandang kedua mata kecoklatan yang tak kunjung berhenti mengucurkan air mata.

Sepertinya wanita itu mengetahui penyebab Liana seperti itu, pikirku saat mengamatinya. Wanita itu bahkan langsung memeluk dan mengelus dengan lembut surai halusnya.

"Ini semua salahku, Bibi! Semua itu terjadi karena kesalahanku. Lukisan ku... karena lukisan ku... Ayah pergi karena lukisanku!"

Sepertinya aku mulai mengerti sekarang. Alasan mengapa gadis itu tadi menangis saat telah melukis. Ini semua ada hubungannya dengan kepergian Ayahnya. Entah kepergian yang dimaksud itu apa. Bisa jadi pergi untuk sementara atau malah pergi selamanya.

"Tenanglah Liana. Itu terjadi karena takdir. Bukan karena dirimu ataupun lukisanmu. Bukankah dulu kau pernah bilang pada Bibi jika Ayahmu sangat senang ketika kau sedang melukis? Ayahmu bahkan rela memberikan segalanya agar kau bisa tersenyum setelah kepergian Ibumu. Jadi berhentilah menyalahkan dirimu sendiri. Karena itu sama sekali bukan kesalahanmu, Liana."

Butuh beberapa saat hingga akhirnya gadis itu berhenti menangis dan mulai tenang. Kedua tangannya tampak meraba-raba wajah Bibinya. Wanita itu lantas menggenggam kedua tangan yang kini berada pada wajahnya lalu mengelusnya lembut.

"Bibi, sepertinya kerutan diwajahmu bertambah. Bibi juga menangis karenaku ya? Maafkan Liana, Bibi. Jangan menangis lagi ya? Kalau Bibi menangis lagi pasti kerutannya semakin bertambah. Dan jika kerutannya bertambah Bibi akan semakin tua, dan kalau Bibi semakin tua, bukankah semakin cepat juga Bibi akan meninggalkan Liana?"

Sial. Melihat dan mendengar apa yang diucapkannya membuatku ikut menangis. Entah apa yang telah dilaluinya dengan kedua mata yang menatap polos tak tentu arah. Wanita itu juga tak dapat menahan tangisnya lagi, dan kembali memeluk gadis itu untuk menyembunyikan kesedihannya saat mendengar ucapan yang keluar dari Liana.

⋇⋆✦⋆⋇ 

Waktu telah berjalan begitu cepat. Sang mentari tak lagi memancarkan sinarnya. Melihat langsung bagaimana kehidupan sosok yang menjadi bagian dari tugasku, membuat hatiku terasa sesak. Mata nya yang tak dapat melihat dunia luar, dipenuhi oleh kesedihan.

Bahkan ketika Bibi nya mencoba untuk menghibur saat mereka tengah makan malam bersama, sudut bibirnya sama sekali tak melengkung membentuk senyuman. Gadis itu hanya menjawab ala kadarnya dan kembali memakan makanannya tanpa semangat sedikitpun.

"Hey, Garahel!"

Suara yang nyaring itu membuatku tersadar dari lamunan. Lantas beralih menatap sang pemilik suara. Lintang. Bocah berkacamata itu tampak mengerutkan kedua alisnya.

"Kenapa kau tak memakan makananmu dan malah melamun?"

Aku menggeleng. Lantas mulai memakan hidangan yang sudah dingin di depan mataku setelah menjawab pertanyaan itu sambil tertawa canggung.

"Itu... karena aku tak pernah menyangka bisa memakan makanan enak seperti ini... haha ya begitu..."

"Omong kosong. Jelas sekali anak itu sedang memikirkan hal lain."



⋇⋆✦⋆⋇ 

09.12.23

Bagaimana Cara Untuk Membuat Liana Tersenyum?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang