Hujan terakhir bersama mu

62 37 10
                                    

Cuaks... Apa yang terjadi nih nanti?. Antara tiga sejoli ituhh.

***

"Ian, kamu bisa izin ga hari ini?", ucap Fatimah pagi ini saat semua orang tengah sarapan pagi. Ian melihat sorot wajah Fatimah sejenak, "boleh banget, yang penting ada Pak Rauf yang amankan materi buat saya". Semuanya terkekeh atas ucapan Ian barusan.

Sebenarnya Pak Rauf selalu ada di sana. Hanya sekedar basa basi Pak Rauf yang sibuk, Fatimah yang ingin di jagai sepertinya. Tentu saja boleh.

"Aku mau ajak Ian bikin kapurung khas Sulawesi".

"Boleh banget tuh".

"nanti kamu kirimkan saya juga ke kampus ya", sanggah Pak Rauf membuat Ian meliriknya sinis. "Kak Imma bilang, kalau mau itu hampiri sendiri". Bisik Ian pada Fatimah, yang mampu Pak Rauf dengar.

"Hihihi". Ian terkekeh melanjutkan makan seolah tak terjadi apa apa sambil menunduk. Pribadi Ian kalau sudah nyaman dengan seseorang adalah seperti ini, cerita dan Ian punya selera humor yang lumayan receh.

"Ini udah late, saya duluan yah." Pak Rauf yang sudah mengenakan stelan dosen di tubuh atletis tinggi dan manly, membuat Pak Rauf terlihat sangat stylish.

Fatimah menyalim tangannya, pada Ian hanya menyatukan kedua tangannya. "Hati hati", ucap Fatimah.

_
_

"Kak Imma... kapurung itu sebenarnya ga terlalu beda sama papeda yang dari Papua, cuman, ini resep mama aku ada modifikasi dikit. Semoga Kak Imma suka". Ian memberikan sendok ke Fatimah untuk ia mencicip.

Alis mata Fatihah naik, "wah... It's amazing".

Ian hanya diam dan tersenyum kecil, "ah, aku tahu aku hebat" Ian mengelus dagunya bangga membuat Fatimah terkekeh atas tingkah lucu Ian. Nafas berat Fatimah membuat tawanya tedengar berat.

"Hhh h h h".

Alis Ian berubah menurun datar, "Kak Imma".

"Ha.. Awhh!. I- Iaan... ", cairan dari arah antara kedua kaki membasahi rok yang Fatimah kenakan.

"Ha!". Ian kaget, Ia segera lari menuju kamar ART rumah mereka yang berada di balakang rumah.

"Bi Rina!!. Bi Rinna!!", Ian teriak keras nama itu berharap bisa mencari pertolongan, "a ada apa nduk" wanita setengah paruh baya itu bertanya segera di tengah nafas Ian yang naik turun.

"Kak Imma ketubannya robek!".

"Loh?!"

***

Ian menggeam tangan Fatimah kencang memberikan kekuatan wanita hamil itu untuk terus bertahan. Wanita feminists seperti Fatimah, ia merintih dan rintihan itu terdengar sangat menyakitkan masuk di telinga Ian, memberikan efek tersendiri bagi Ian sesama perempuan dan Ian yang menyayangi Fatimah.

"Kak Imma kuat ya... Ayo istifar kak", Ian adalah mantan anggota PMR dulu kala SMA, jadi sedikit ia tahu, ia memberikan ketenangan untuk Fatimah sebisanya.

"A astagfirullah... ",

"Atur nafas... "Lanjut Ian. Keduanya ada di dalam mobil, dan demi apa pun Ian begitu bersyukur Bibi tahu cara mengendarai mobil. Sebentar lagi sudah sampai di rumah sakit, namun Ian memikirkan hal lain. Bagaimana pun ini kali pertama Ian melihat wanita melahirkan di hadapannya langsung, hatinya masi bergetar hebat.

Ian mengigit bibirnya kuat, Pak Rauf susah di hubungi. Jaringan miliknya yang ngelag kah atau apa?, Ian frustasi memutar mutar handphone miliknya itu berharap ada jawaban..

Beberapa saat panggilan berhasil, "Hallo Pak Rauf, Kak Imma ketubannya pecah", ucap cepat Ian dengan suara datarnya, kentara panik namun dia coba tutupi.

Bangku Punya Ian [Revisi-END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang