Place

174 77 96
                                    


***

  "Dih, senyum, sedih, gaje banget kamu hari ini", goda seorang gadis berseragam SMA pada teman sebangkunya yang tengah diam melihat keluar jendela.

"Biasa, lagi mikirin masa depan", komennya. Si gadis menaikkan alisnya jelas tidak percaya, berteman selama lebih dari 3 semester jelas membuat keduanya menengali satu sama lain dengan baik.

"Masa depan apa tuh, cowo?"..

"Eh!. Apasih Jel". Anjel hanya terkekeh, tenyata temannya ini kalau di goda lucu sekali. "Siapa?",

Jelas sekali temannya ini sedang memikirkan laki laki. "Stt, tak usah mengelak, siapa?". Pangkas segera Anjel saat Jiyan De Sella, gadis berras Belanda Indonesia itu baru hendak membuka mulut ingin membantah, akhirnya dia hanya mampu tersenyum menahan tawanya.

"Hhh, kamu tau kan Jel, aku tidak suka berhubungan menye menye. Dan dia umurnya udah 24 tahun dan katanya mamanya sudah mau punya cucu gegara udah sering sakit. Sementara aku jelas masih mau ngejar mimpi!". Jelas Ian dengan nafas yang sesekali ketawa namun jelas tetap terlihat bermasalah.

"Em, hati mu bagaiamana?" Anjel bertanya. "Penuh kupu kupu".

"Ptthh!", jawab cepat Ian membuat Anjel tertawa renyah. "Kamu ini sulit, oh sulit. "

"Dia mahasiswa Filsafat. Dan, dia maunya hubungan yang jelas gitu loh, nah aku udah ga bisa dong kalau kayak begitu" Ian menghembuskan nafas panjang. "Pasti karna kamu tahu kamu punya banyak aib makanya kalau ngomong hati hati sama dia", Ian tersenyum konyol dan mengangguk apa adanya.

"Emang kalian ketemu dimana?"

"Ga tau!. Hh, lucu sih kan ceritanya aku ga sengaja chat dia gitu. Kek ga tau...hati ku tuh bisa nengok akun dia di sekian banyaknya akun berprofil senada. Dan ngechat dia duluan...".

"Oh, pernah ketemu?". Ian menggeleng.

"Eh ga pernah ketemu kamu malah bawa bawa hati", Anjel menutup dengan kekehan. "Dasar", timpal Ian.

"Tapi, yaudah si kalau emang kita berakhir. Sebab aku juga masi mau ngejar mimpi, jalan kita emang berbeda...mau bagaimana pun tak bisa sama..." Acuh Ian menyenderkan bahunya ke senderan bangku.

"Paling satu dua bulan bakal di lupain. Toh, dari pada bikin kotor hati yea kan, kasian suami aku nanti cemburu", gumam Ian tenang, membuat Anjel menyercitkan bibir. "Jadi berakhir?".

Ian mengangkuk.

***

Hari kelulusan tiba.

"kamu mau ke mana setelah lulus?". tanya Anjel.

Muka wajah si pemalas Ian jelas hanya ngang ngong. " Ga tau".

"Kabarin yah kalau mau nembak kampus, atau ngeUTBK. Habis ini aku bakal pergi ke Sumatra, ikut keluarga disana". Jelas pelan Anjel, melihat lihat isi lapor serta ijazahnya.

"Oke sip, kamu ngapain ke sana?". Mereka berdua ada di sebuah gazebo depan sekolah, "nikah?". Teka Ian barusan langsung mendapat celontekan mata dari Anjel. "Huh, jauh banget ya Allah... kuliah toh insyaAllah." Ian terkekeh dengan respon  Anjel barusan.

"Good luck". Ian menepuk pelan bahu Anjel dan tersenyum simpul. "Kamu ga nangis ini, kita udah ga ketemu lagi loh besok?", Anjel beucap dramatis. Bukannya nangis Ian malah tambah terkekeh, "kalau kita bisa ketawa saat salam perpisahan, kenapa harus di buat nangis".

"Ch, dasar ga menarik".

Mobil orang tua Anjel datang, selaras dengan keduanya yang bersamalan. 

"Assalamu'alaikum".

Bangku Punya Ian [Revisi-END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang