Ruang tamu amat berantakan, seolah tak dibersihkan selama satu hari setelah digunakan untuk beraktivitas. Bekas mainan anak cilik yang berserakan, dan terdapat jejak kaki hitam yang kotor tercetak pada lantai yang semulanya bersih mengkilat. Jejak kaki tersebut seperti habis menginjak tanah. Lantai, meja, serta sofa terlihat dipenuhi oleh debu, yang membuat mata siapapun tak nyaman untuk memandangnya.
Devi menelisik setiap sudutnya, dahinya mengernyit semakin dalam setelah matanya puas mengintai rumah yang sekarang nampak kotor itu. Kemudian menundukkan kepala serta pandangannya kebawahㅡmelihat pada gadis kecil yang masih berusia 8 Tahun berdiri dihadapannya, tengah menunduk dan menautkan jari-jari tangan mungilnya.
Devi berdecak, ia memutar bola matanya. Sedikit melayangkan tatapan tajam kearah gadis kecil itu. Gadis kecil itu terus menunduk, tubuh mungilnya gemetar takut. Entah mengapa ia seakan bisa merasakan aura yang mencekam keluar dari wanita paruh baya yang bernama Devi itu.
"Kotor sekali, dimana ibumu? Ia tak mengurus rumah?" Devi membuka suara. Ekspresi wajahnya memang datar, tetapi sorot matanya juga menunjukkan ketidaksukaannya terhadap sesuatu.
Fitri tersentak mendengar suara yang terdengar menggelegar di telinganya, seketika matanya melebar menatap lantai. Ia menggeleng perlahan, "I⎼⎼ibu sedang sakit, ibu ada dikamar." Sahut Fitri pelan. Masih mempertahankan posisinya.
Devi menyipitkan mata, kali ini ekspresi wajahnya menunjukkan rasa jijik melihat penampilan cucu perempuannya. Penampilan gadis kecil itu tak terlihat baik. Gaun pendek selutut nya kotor, lusuh. Surai gadis kecil itu berantakan, ikatan rambutnya sudah tidak tertata rapi seperti sebelumnya. Bahkan ada beberapa tanah yang menempel diwajahnya.
Bagi wanita paruh baya itu Fitri adalah anak dari seorang penggoda yang telah menggoda anak lelakinya. Ya, Devi menganggapnya begitu.
Keadaan Fitri sama kacau dan kotornya dengan rumah ini, karena ia baru saja selesai bermain didepan halaman rumah yang terdapat taman kecil-kecilan, dan gadis kecil itu baru saja selesai menanam kembali beberapa tanaman bersama sang ibu tercinta. Namun, siapa sangka Hasna tiba-tiba jatuh sakit. Tak sempat untuk membersihkan rumah, tetapi sudah tepar lebih dulu diatas ranjang.
Fitri begitu mengkhawatirkannya, tetapi interupsi ibunya yang begitu tenang dan hanya memintanya untuk mengambilkan air hangat setidaknya membuat Fitri menjadi tenang dan tidak ikut panik, tetapi tetap saja ia khawatir. Saat ini hanya ada Fitri, gadis kecil yang baru berusia 8 Tahun itu harus menjaga sang ibu yang sedang jatuh sakit. Dengan pengetahuan yang cukup minim, dan Fitri tak terlalu tahu menahu apa yang harus ia lakukan, ia hanya bisa menunggu perintah dari ibunya sendiri.
"Buatkan teh hangat," perintah Devi. Fitri mengangguk, ia berlari tergesa-gesa menuju dapur. Untuk hal ini Fitri cukup tahu, karena sering melihat Hasna membuatkan teh hangat untuk Rayzen.
Sementara Devi berniat menunggu seraya duduk di sofa dengan menyilangkan kakinya. Walaupun ia sendiri pun merasa jijik duduk di sofa yang terlihat kusam itu.
Fitri kembali dengan membawa nampan yang sudah tersedia segelas teh hangat diatasnya. Ia berjalan perlahan menghampiri Devi. Pelan-pelan meletakkan diatas meja agar tak terjatuh. Devi mengerutkan dahinya, dia sudah menunggu cukup lama untuk ini. Waktunya terbuang sia-sia, sekitar 20 menit ia menunggu. "Lambat," cetusnya.
"Hanya membuat teh hangat saja selambat ini?"
Fitri terkesiap, ia menundukkan kepalanya lagi. Tangan mungilnya meremas ujung gaun pendek yang sedari tadi ia kenakan. Matanya terasa memanas. Genangan-genangan itu mulai tampak di pelupuk matanya, berkaca-kaca.
Pergerakannya memang lambat, tetapi ia telah berusaha hanya untuk membuat teh hangat itu. Namun, perkataannya mampu membuat lubuk hati Fitri terasa ditusuk. Ia masih kecil, dan masih membutuhkan beberapa tahun lagi untuknya agar usianya bertambah.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINTANGAN HARSA { ON GOING }
Non-Fiction"Ayah, ayo kita pergi dari sini. Fitri mohon..." Fitri memiliki ibu yang kasar, selalu menuntut, dan pemarah. Walaupun begitu masih ada sosok ayah yang selalu bersamanya, membuat hari-hari yang dilaluinya menjadi lebih cerah. Sang ayah seperti sosok...