Hai! Udah sampai bagian 2 aja nih yaa. Mungkin aku akan update setiap bagian seminggu sekali, karena ide suka hilang terus. Tetapi kalau ide lagi muncul, biasanya aku update 2 bagian. Pengen cepat-cepat tamat, tapi semua butuh proses. Aku menyimpan harapan untuk karyaku ini♡
──────
Air menetes ke bagian atas pakaian sekolahnya. Sudah biasa dirinya diganggu seperti ini, bahkan Fitri tak pernah sekalipun membalas perbuatan beberapa murid disekolah yang telah mengganggunya.
Karena kejadian yang baru saja terjadi di kantin, kini perhatian dari setiap mata yang memandangi Yusyie dan Fitri tak pernah lepas. Yusyie memang orang yang nekat mencari keributan, namun meskipun mendapat teguran berkali-kali ia selalu tak peduli. Kedua orangtuanya pernah dihubungi untuk datang ke sekolahnya, tetapi orang tuanya sibuk bekerja.
"Itulah balasannya karena kamu mengabaikan aku si cantik Jella ini." Ujarnya pelan, perkataanya penuh kesombongan. Dia semakin tak menyukai situasi ini, dan kedua tangannya masih terkepal. Memandang Fitri dengan tatapan tak suka. Sementara Fitri terdiam, dia masih tak mengatakan apapun bahkan setelah disiram.
"Jangan berharap bahwa aku akan meminta maaf padamu, aku tak sudi!" Ketus Yusyie, nadanya semakin meninggi. Sebagian murid yang berada di kantin mendengar perkataan yang dilontarkan Yusyie dan membuat Yusyie menjadi bahan pembicaraan. Namun, tentu saja Fitri tak pernah lepas dari pembicaraan mereka.
Yusyie memalingkan wajahnya, ia mulai melangkah untuk menjauh dari tempat duduk Fitri. Ia berlalu begitu saja setelah mengatakan bahwa ia tak akan meminta maaf. Kali ini Fitri lah yang menjadi pusat perhatian di kantin.
Fitri beranjak dari duduknya, memutuskan untuk pergi ke toilet untuk menghindari tatapan-tatapan sinis yang memandanginya, selama berjalan pun dia masih tetap dipandangi dengan sinis dan menjadi bahan pembicaraan. Perasaan malu ketika menjadi pusat perhatian adalah hal yang Fitri benci.
* * *
Kini dirinya berada di toilet sekolah sendirian. Fitri berdiri didepan wastafel sembari menatap pantulan wajahnya di cermin. Wajahnya tampak datar, namun perlahan air matanya mulai menggenang. Ia langsung menyeka air matanya sendiri. Percuma saja Fitri menyeka air matanya jika terus mengalir di pipinya.
"Jangan menangis, Fitri. Ayah bilang aku tidak boleh menangis." Lirihnya, berusaha menenangkan diri dengan perkataan yang dirinya lontarkan untuk diri sendiri. Usahanya gagal untuk tidak menangis, pada akhirnya air matanya terus mengalir. Ia mulai sesenggukan, menangis didalam toilet sekolah tanpa ada orang yang mendengarnya.
Pikirannya kacau, ia memikirkan setiap pandangan para murid ketika ia masih berada di kantin. Memikirkan kejadian lalu ketika wajahnya disiram oleh Yusyie, kejadian itu menghantui pikiran Fitri. Dadanya terasa sesak dan sakit ketika ia menangis, seolah banyak penderitaan didalam hatinya. Didepan ia terlihat baik-baik saja setelah wajahnya disiram, nyatanya ia tetap menangis saat di toilet. Terlihat biasa-biasa saja, namun ia tetap mendapatkan luka.
Setelah Fitri sudah merasa cukup tenang, ia menatap dirinya kembali melalui pantulan cermin. Fitri menghela nafas agar lebih tenang, ia menyalakan kran dan kemudian membasuh wajahnya agar tak terlihat bahwa ia habis menangis. Tidak mungkin Fitri hanya berdiam diri didalam toilet, ia memutuskan untuk keluar. Lagi dan lagi Fitri harus memasang wajah datar dan tegasnya, seolah-olah tak terjadi apa-apa.
Ketika Fitri hendak membuka pintu toilet, pintu itu terbuka lebih dulu dari luar. Ia tersentak ketika yang membuka pintu toilet khusus perempuan adalah murid laki-laki, sekarang dia berdiri dihadapan murid lelaki itu. Murid lelaki itu adalah Zenand, tetapi tentu saja Fitri tak mengenalnya. Ia menengadahkan kepalanya untuk menatap murid lelaki itu, ia cukup tinggi. Bahkan tingginya tidak sampai dada Zenand.
"Hei, gadis sepertimu sedang apa di toilet laki-laki?" Tanya Zenand, alisnya terangkat dan keningnya mengernyit. Menatap Fitri dengan tatapan curiga. Dipikirannya sekarang terbayang hal-hal yang tak senonoh.
Fitri kembali tersentak mendengar perkataan sekaligus pertanyaan Zenand, dia melihat sekitar toilet. Berpikir bahwa dirinya salah masuk toilet, tetapi tak ada tanda toilet khusus laki-laki disana. Jadi Fitri tidak salah masuk, malah sebaliknya Zenand lah yang kurang teliti.
"Sepertinya kamu salah masuk toilet, ini toilet khusus murid perempuan." Jawab Fitri, disisi lain ia cukup bingung dengan situasi saat ini. Zenand spontan melotot, ia tidak mungkin salah masuk toilet.
"Tidak mungkin aku salㅡ" perkataannya terhenti ketika matanya beralih melihat warna cat tembok didalam toilet perempuan yang bewarna merah muda, ia langsung melotot. Wajahnya menoleh ke arah kedua temannya yang sedari tadi berada dibelakang, keduanya tampak menahan tawa.
"Dasar sialan, kenapa tidak memberitahuku!" ujarnya, nadanya meninggi dan terdengar kasar. Ia merasa malu sekarang, untungnya tak ada murid perempuan yang lain disana. Karena jika ada murid perempuan yang lainnya, mungkin ia sudah ditertawakan. Hanya karena kesalahan kecil ini saja akan membuat reputasi Zenand yang keren itu hancur.
Kedua temannya itu tertawa lepas, mereka tak bisa menahan tawanya. Kejadian yang baru saja Zenand alami ini adalah hal yang sangat langka bagi kedua temannya itu.
"Hei, salahkan dirimu yang kurang teliti. Kau terlalu fokus membicarakan seorang wanita sehingga tak melihat bahwa kau salah masuk toilet." Cibir salah satu temannya. Teman Zenand yang memakai kacamata mengangguk, ia tertawa lepas lagi. Pipi Zenand memerah, ia merasa malu dan marah disaat bersamaan.Awalnya Fitri kebingungan melihat tingkah ketiga murid lelaki yang baru ia temui itu. Fitri menganggap kejadian itu adalah hal yang lucu, ia cukup terhibur karena mereka. Bibirnya membentuk senyum tipis, ia tertawa pelan. Zenand kembali menoleh ke arah Fitri, menyadari bahwa Fitri ikut tertawa.
"Lain kali lebih teliti." Ujar Fitri lembut, ia menatap Zenand. Kini matanya yang berwarna merah itu tampak berbinar, dan terpasang sebuah senyuman kecil di bibirnya.
"Aku permisi..." ujarnya. Ia melangkahkan kakinya, melewati Zenand dengan sopan.
Sementara Zenand dan kedua temannya itu diam mematung, mata mereka menatap Fitri yang semakin jauh. Kedua temannya itu hanya menatap Fitri sebentar, berbeda dengan Zenand yang menatap Fitri cukup lama seolah-olah ia sedang jatuh cinta.Bersambung───ㅤꔫㅤ.
KAMU SEDANG MEMBACA
RINTANGAN HARSA { ON GOING }
Não Ficção"Ayah, ayo kita pergi dari sini. Fitri mohon..." Fitri memiliki ibu yang kasar, selalu menuntut, dan pemarah. Walaupun begitu masih ada sosok ayah yang selalu bersamanya, membuat hari-hari yang dilaluinya menjadi lebih cerah. Sang ayah seperti sosok...