Part 28 - I want you(Ardo Pov)

6 0 0
                                    

Memang gue akuin, gue emang punya tempramental yang cukup buruk. Terutama dengan orang yang tidak bisa bekerja dengan baik. Apalagi gue sedang dalam fase dimana gue tidak bisa dipastikan bisa berjalan atau tidak, gue sangat tidak terima ada orang yang tidak bisa bekerja padahal gue sudah bayar mahal. Jadinya, gue memecat semua perawat yang menurut gue tidak punya kapabilitas yang oke ngebantu gue.

Unexpectedly, nyokap gue membawa Sera ke apartemen gue untuk ngegantiin perawat perawat sebelumnya. Gue seneng banget tentu saja. Tapi gue jauh lebih malu ketemu dengan dia. Gue gak suka banget ngeliat Sera ngasihanin gue. "Gak seharusnya pertemuan kita seperti ini Sera." Pengen banget gue ucapin kata-kata itu buat dia. 

Gue setengah mati menjaga agar gue bisa menjaga sikap agar tidak terlihat lemah di hadapan Sera. Gue juga setengah mati mencoba agar gue bisa terlihat mandiri. Pengen banget gue nyuruh dia gak di sini. Tapi gue bener bener rindu. Gue gak punya keberanian untuk nyuruh dia pergi. Gue takut setelah dia keluar dari tempat ini, dia merasa gue ga berguna, dia menerima pria lain di luar sana. 

Akhirnya gue setuju  dengan keberadaan Sera. Setidaknya dengan ada di sini, gue bisa mastiin dia ada di samping gue. Dan gue bertekad harus bisa berjalan dan pulih dengan cepat. Gue berlatih dan berolahraga setiap harinya. Hanya ketika gue merasa gue gak sanggup lagi, lalu gue berhenti.

Satu hal fakta terbaru yang gue sadari setelah gue hidup bersama Sera yaitu dia adalah bentukan istri yang gue mau. Bagaimana dia cerewet banget nyuruh gue ini itu, bagaimana dia sabar banget ngeladenin emosi gue yang meledak, bagaimana kita bercerita tentang keseharian, bagaimana pola pandang dia terhadap sesuatu dan bagaimana cara dia membuat gue mengingat Tuhan dalam hidup gue. Gue gak tahu apakah gue bisa lepas dari dia setelah semua ini selesai. 

I depend on her so much. Though, i already fell in love with her since years ago.

Setelah 3 bulan berlalu akhirnya gue bisa berjalan tanpa tongkat secara lancar. Walaupun, masih harus berhati-hati dengan sendi. Dan saat dicek oleh dokter, gue cukup kaget dengan perkataan dokter kalau ternyata gue sudah salah secara treatment. Hanya mukjizat yang bisa membuat gue bisa pulih secepat ini. Dengan kondisi massa otot lebih dari 50%, ini menandakan bahwa gue terlalu memaksakan diri. Apalagi gue sempat koma selama beberapa minggu. Secara fungsi anggota tubuh masih belum sepenuhnya normal.

Sehingga, gue mengikuti saran dokter untuk lebih memperbanyak istirahat. Tapi, gue bingung untuk ngelakuin apa kalau tidak bekerja atau berolahraga. Gue udah ajuin cuti selama 2 minggu menggunakan surat rekomendasi dari dokter. Jadinya, gue berniat untuk meminta Sera untuk ngedate di hari sabtu walaupun pastinya gak mungkin blakblakan bilang ngedate.

"Vye.."

"Hm.." dia masih sibuk dengan laptop.

"Besok loe kemana?"

"Oh... Biasa gue ngajar." 

"Loe bisa izin gak?" Gue gerogi banget sumpah. Lebih serem dari presentasi ini mah.

"Ha? Wait.." Astaga dia ga denger. Gue harus ngulang lagi ini. "Tadi loe nanya apa?"

Gue mandang wajahnya lekat sambil menenangkan jantung gue. "Loe mau gak nemenin gue besok?"

"Emang mau kemana?"

"Di sini."

"Ha?" Terlihat kerutan di dahinya,

"Temenin gue di sini."

"Emang loe di sini mau ngapain?"

"Gue cuma pengen ada temen aja."

"Do. Dengerin ya. Ngajar di tempat itu adalah sebuah hal yang paling penting buat gue." Entah kenapa rasanya sedih banget. Akhirnya gue paham rasanya ditolak. "Hahaha.. loe marah?" Dia ngetawain gue lagi. Jadinya, gue meluruskan pandangan gue ke arah TV dan ga mandang dia lagi. "Gue udah lama banget ngajar di situ." Dia berhenti tertawa dan gue mulai mengalihkan pandangan gue kesitu."Ini itu bukan pekerjaan tapi amal. Pengajarnya juga cuma sedikit. Nah, kalau gue gak dateng, siapa yang bakal gantiin? Gak ada, Do. Apalagi kan ini udah malem. Mau cari pengganti juga bakal susah. Kan kasihan anak-anaknya kalau besok gak ada yang ngajarin." Aku mengamati wajahnya yang sepertinya mengerti.

Gue mandang wajahnya yang polos tanpa riasan itu. "Astaga Ardo. Loe kenapa sih? Loe gak inget kalau wanita ini adalah wanita paling baik yang pernah ada. Kenapa sih loe mencoba egois dan ngebuat dia semakin sulit? Dia ngerawat loe sampe sekarang tanpa imbalan apa pun aja sudah membuktikan bahwa dia orang yang baik. Bagaimana mungkin dia mengorbankan anak-anak itu demi loe yang egois?" Batin gue sadar dengan sendirinya. Dan entah memang pengendalian gue emang setipis benang, gue menarik Sera kepelukan gue. Jujur gue bener-bener ga peduli apakah dia marah. Tapi gue benar-benar menyayangi wanita baik ini.

 "Loe kenapa sih? Sakit ya? Kok tiba-tiba kayak gini?"

"Bentar aja." Kata gue pelan. Gue mengelus pelan kepalanya yang ada di dada gue dan menikmati aroma rambutnya yang wangi.

"Tapi.."

"Please.. bentar aja." Entah kenapa gue merasa sekarang tuh gue jadi lebih melankolis. Gue merasa bersyukur banget gue bisa dikasih kesempatan sama Tuhan untuk bisa merasakan ini semua dengan Sera. Siapa yang nyangka gue bisa selamat dari kecelakaan itu dan yang ngerawat gue adalah Sera.

"Do.. Kenapa sih?" Astaga mendengar suaranya aja gue happy banget. "Kalau ada masalah, bisa kok cerita." Katanya sambil mengelus punggung gue. Dan gue semakin mengeratkan pelukan gue. Tak henti-hentinya gue berdoa mengucap syukur disertai dengan air mata gue yang jatuh tanda ketulusan hati.

Ga lama, terdengar dengkuran halus dari Sera. Gue membenarkan posisinya ke pangkuan gue dan wajahnya tepat di depan gue. Gue mengamati wajah letih itu. Gue sangat paham, bahwa bekerja sebagai seorang IT analysis tidaklah mudah. Ditambah lagi, dia harus ngerawat gue. Tidak heran kenapa dia mudah sekali tertidur seperti ini. Padahal yang gue tahu, dulunya dia susah sekali tidur.

Gue menikmati kebersamaan gue bersama Sera. Sepertinya, Sera yang dipelukan gue juga sedang mencari posisi nyaman. Gue pastiin Sera nyaman terselimuti di pelukan gue.

 Gue pastiin Sera nyaman terselimuti di pelukan gue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jujur gue gak pernah sebahagia ini dalam hidup gue. Bisa bersama Sera, rasanya seperti ada sesuatu yang meronta ingin keluar dari dalam dada gue. Dan itu menyenangkan. Yang gue lakuin hanya bisa memandang wajah cantiknya dan membelai anak rambutnya yang sangat halus di tangan gue. Ingin rasanya gue menciumi wajahnya. Tapi gue takut Sera terganggu dan terbangun. Perlahan gue mencoba menyapu kulit pipinya dengan jari-jari gue. Saat memastikan Sera tidak terganggu, gue mencium dahinya, pipi dan berakhir di bibir kecilnya itu. 

Gue tahu itu salah. Gue gak seharusnya mencuri ciuman itu dari Sera. Tapi, gue benar-benar tidak sanggup menahan gejolak itu. Gue sadar bahwa gue bener-bener mencintainya. Lagi-lagi gue pandang wajahnya dan dengan lembut akhirnya gue berani bilang, "Hei. Sera. Aku mencintaimu. Sungguh." Lalu memeluknya lagi. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 15, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Is This Endless WaitingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang