Cerita ini murni pemikiran saya, fantasi, dan (mungkin akan) mengandung beberapa hal tidak baik untuk di tiru. Bijak dalam membaca ya guys.
Don't forget for follow me. Comment and like.
.Sorry for typo's.
.Enjoy and Happy Reading.
_
‘;Dunia Lain itu, Ada?’“Ini seriusan jalannya bukan sih, bang?” Canan bertanya sembari memegang erat ujung jaket Marvio yang memimpin jalan di depannya.
“Ide siapa sih ngajak jalan ke gunung?!” resahnya yang langsung di hadiahi geplakan sayang oleh orang yang ada di belakangnya, Naraka.
“Ide lo ya cil. Emang deh, musyrik banget percaya sama bocil kayak lo Can.”
“Bang, balik yuk, serem amat tempatnya.” ajak Jilan yang ada di barisan paling belakang.
“Tanggung bocah, lagian kalian ini udah gede, masa begini aja takut.”
“Eh ada kembang bagus banget!” Jilan berucap sembari maju ke depan, melupakan ketakutan yang sempat menghampiri dirinya.
“Inget, jangan di rus-” belum ucapan itu selesai Marvio lontarkan, Rendra berteriak histeris dengan mata melotot horor, “JIKO!”
Bunga cantik yang tidak mereka kenali jenisnya itu patah, berpindah tangan pada tangan Jiko, kepala mereka serentak memutar perkataan juru kunci gunung ini sewaktu mereka hendak mendaki, “Inget yo le, mboten pareng ngerusak, wernone opo ae seng maksudane ngerusak, bakal ono akibate.”
[Inget ya, nggak boleh ngerusak, dalam bentuk apapun yang bermaksud merusak, akan ada akibatnya.]
Dua detik setelah mata mereka saling terikat, tubuh mereka terasa mual, pandangan mengabur, gelap, kemudian melayang.
Mereka, hilang.
•••
“Jean sari bunga aku mana?!”
“Habis, gue buang.”
“JEAN?!” Mata bulat lucu itu membola, seakan tak percaya dengan ucapan sang kembaran.
Mata Jean menyipit, bibirnya menyunggingkan senyuman, memiliki saudara lucu memang menyenangkan, begitu pikir Jean.
“Itu loh, di tangan kiri lo apaan coba?”
Helmy memandang sesuatu di tangan kanannya, dalam wadah kaca berbentuk semacam dot, ada cairan pink yang terlihat menyegarkan.
“Ish, kenapa nggak bilang dari tadi?!” pekiknya kesal, sembari mengangkat sari bunga miliknya.
Hendak ia pergi meninggalkan Jean, sesuatu, lebih tepatnya cahaya putih menyilaukan terlihat di ujung pandangannya.
Jean menatap sang kembaran takut, celaka sudah jika Helmy melihat itu, sudah di pastikan cahaya dari gerbang tadi adalah manusia yang mungkin tidak sengaja menginjak wilayah mereka.
Tapi kan selama ini Helmy belum pernah lihat, Jean sendiri tidak berniat memberi tahukan bagaimana manusia dan kehidupannya pada kembarannya, sebab Jean berkata takut jika Helmy akan terkontaminasi gal buruk.
Belum sempat Jean mencegah, Helmy dengan sayap putih cantiknya sudah terbang cepat menghampiri sesuatu yang datang dari gerbang dunia mereka.
“Akh, mayat!” Jean tersenyum getir kala Helmy meneriaki lima manusia muda yang tak sadarkan diri disana.
“Jean mayat!” Helmy memeluk lengan kekar Jean di udara, keduanya masih melayang cukup tinggi dari tanah.
Lalu perlahan Jean dengan sayap hitam elegannya turun, bersama dengan tangan yang mendekap Helmy.
“Stt, bukan, bukan mayat.” ucapnya.
Helmy mendongak, memiringkan kepalanya sebagai maksud atas pertanyaan ‘beneran bukan mayat?’.
Jean mengangguk dan melepas dekapan itu dengan terpaksa.
“Loh, terus apa? Kok nggak ada sayapnya sih?” Helmy mendekat dan memandang wajah Marvio yang jaraknya lebih dekat dengannya daripada ke-empat lainnya.
“Itu man-”
“ANJIN*?!” Umpatan Marvio keras menggelegar, memotong jawaban Jean untuk Helmy.
“Apa sih?! Ngagetin aja!” Helmy berteriak protes kala kegiatan memandang wajah Marvio itu terganggu.
“Lo siapa?!” tanya Marvio.
“Loh? Kok ngomongnya ‘lo lo’ kayak Jean sih?” Helmy tidak menjawab, justru melemparkan pertanyaan.
“Itu bahasa aneh manusia, ya kan Jean?” Jean mengangguk saja mengiyakan perkataan Helmy, toh ia belajar itu memang saat berada di dunia manusia.
“OHH, KAMU MANUSIA YA?!” Helmy menunjuk Marvio yang masih terduduk dan memandang dirinya juga Jean dengan muka bingung dan takut.
“Emang, lo bukan manusia?!” sentak Marvio. Oh Tuhan, kemana otak detective yang jenius itu?
“Aku peri, peri cahaya, memang nggak bisa lihat sayap putih ini?” Helmy mengepakkan kedua sayapnya.
Marvio menggeleng kencang, “OH MY GOD! ORANG GILA MANA YANG MAU COSPLAY JADI TINKERBELL?! MANA COWOK PULA?!”
“Ish, aku bilang peri cahaya! Bukan Tinkerbell!” Helmy berkata keras, dan teriakan keduanya kini cukup untuk membangunkan keempat manusia yang masih tak sadarkan diri.
Marvio memandang pada Helmy juga Jean. Jean yang muak pun memutar bola matanya, malas. Lalu ia kepakan sayap hitamnya, dan terbang, demi menjawab keraguan yang Marvio miliki.
Wajah Marvio memucat, kini ia tahu, ia dan keempat sahabatnya, berada di tempat yang tidak seharusnya.
To be continued
.Gimana guys?
.Anw, yang di paling awal, ada teks dengan bentuk ini, itu ‘; arti dari judul’ ya.
.Tinggalkan komentarnya, terimakasih!
.See u on next chapter, love.
...
11 April 2024.

KAMU SEDANG MEMBACA
Paramarta
FantasyStatus Story' : COMPLETED "Jangan berharap abadi, pertemuan kita pasti berakhir. Apalagi, kalian berlima tahu sendiri teman, dunia kita berbeda." Fatamorgana Siblings. Start: 01 April 2024 Finish: 19 Oktober 2024 Note : Don't Forget for Follow my A...