10. Petentis Paramarta

294 46 3
                                    

Cerita ini murni pemikiran saya, fantasi, dan (mungkin akan) mengandung beberapa hal tidak baik untuk di tiru. Bijak dalam membaca ya guys.

Don't forget for follow me. Comment and like.
.

Sorry for typo's.
.

Enjoy and Happy Reading.
_

‘; Menuju Paramarta.’

Masih flashback lanjutan dari chapter sebelumnya.

Jakarta, 01 Januari 2005.


Sisi kanan dan kiri sudah tak lagi menampilkan bangunan megah. Disini hanya ada pohon dan hijau.

Mereka sudah memasuki area hutan, beberapa jam lagi mereka akan sampai pada titik dimana ketiganya mencapi tempat tuk berpisah.

Mobil hitam mewah milik sang dewan negara melaju dengan kecepatan rata-rata. Matanya menelisik dari kaca, bagaimana kedua anaknya mencoba mengisi sebuah buku yang baru saja mereka beli untuk peninggalannya.

Johan bersumpah, dirinya pasti akan merindukan keduanya.

“Pada buat apa, nak?”

“Adek gambar! Jean Kakak menulis!” jawab sang adik.

Johan tersenyum hangat dan kembali membiarkan keduanya, menikmati akhir waktu mereka dengan tenang.

Tenang, sampai tiba-tiba...

Brak

Kaca belakang mobil mewahnya pecah, dan mobil Jeep berhenti tertabrak di depannya. Menghentikan paksa mobilnya.

“P-pa?” Suara anaknya gemetar memanggil, membawanya untuk sigap menarik keduanya dari pecahan kaca.

Dapat ia lihat kaki Jean berdarah, lengan kanan yang memeluk adiknya pun sama.

Sedang Helmy terkena pada beberapa pundak, kaca pecah tadi ada di bagian kursinya.

Baru ia menarik kedua anaknya, pintu mobil di buka paksa. Dan ia mengenali siapa orang-orang ini.

Orang-orang di bawah perintah Daddynya.

Dengan cepat ia melompat keluar, apalagi saat tangan Helmy di tarik paksa dari pegangan Jean.

“Lepaskan anak saya!” Ia mendekap Jean erat, sembari mengirim gps darurat pada bawahannya, ia akan mencoba mengulur waktu sebisa mungkin. Karena sadar, ia tak mungkin menang tanpa melukai anak-anaknya.

“Tuan Johan, silahkan mundur dan pergi. Tuan Yudi meminta kami harus menggurus dua manusia ini.”

“Manusia ini anak saya, bangsat!”

“Serahkan dia Tuan, kami mencoba menahan untuk tidak melukai anda.”

“PAPA!” Helmy di ujung sana berteriak saat tangannya diikat ke belakang.

“Lepaskan anak saya! Saya bayar berapapun!”

Semua hanya diam dan menunggu Johan menyerahkan Jean. Memberi setiap detik yang mencekat untuk Johan menentukan pilihan.

“Aagh!” Matanya membulat saat anak manisnya, Helmy, di dorong paksa untuk terduduk.

Mata Helmy yang berkaca-kaca menjelaskan rasa takut, juga bingung.

Tentu saja kekuatan Helmy juga Jean sudah mereka dapatkan, masalahnya ialah, hari ini adalah hari pertama mereka kembali ke Paramarta. Hari dimana mereka baru akan belajar mantra-mantra besar.

ParamartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang