15

344 11 0
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

***

Mas Fajar💜

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Mas hari ini aku izin mau ke acara ceramah ustazah A nanti pulangnya aku mau langsung ke rumah bapak.

Sekalian juga aku mau nginap di sana.

Oh ya Ashraf aku bawa.

Setelah mengirimkan pesan itu aku langsung mematikan hpku tanpa menunggu balasan dari Mas Fajar. Sebenarnya itu semua alasanku agar tak bertemu dengannya dulu. Aku tak punya keberanian untuk menceritakan semuanya pada Mas Fajar. Aku perlu waktu untuk menenangkan hatiku dan berfikir jernih.

Kami pergi ke rumah ibuk dengan taksi sekitar jam sebelas siang. Sebelum pergi ke acara ceramah aku menitipkan Ashraf pada ibuk. Acara ceramahnya berlangsung siang sesudah sholat dzuhur, jadi sekalian aku sholat disana.

Selama acara ceramah berlangsung aku duduk dan mendengarkan semuanya dengan sebaik mungkin. Lalu tibalah saatnya sesi tanya jawab. Beberapa muslimah mengangkat tangannya, lalu satu persatu diantara mereka mulai menyebutkan pertanyaan mereka.

"Ustazah saya baru mengetahui masa lalu suami saya setelah menikah, saya harus bagaimana ustazah?"

Meski beda dengan permasalahan yang sedang kualami, namun aku penasaran dengan jawabannya.

'Pernikahan itu bukan hanya menyatukan dua manusia. Namun juga dua kehidupan, seperti suami anda. Semua orang juga punya masa lalu, yang bahkan mungkin lebih atau sama buruknya. Jika Allah memandang kita semua dari harta, kecantikan, atau masa lalu mungkin hanya sedikit dari kita yang dapat menghadapnya. Tetapi nyatanya Allah tak pernah memandang kita seperti itu. Lantas kamu siapa yang berani memandang hamba-Nya dengan seperti itu, sedangkan sang pencipta saja tak pernah.'

'Saudaraku, manusia mungkin punya masa lalu tetapi bagaimana cara dia menyikapinya itulah yang harus kita lihat, bukan masalalunya. Jika dia meninggalkan semua masalalu buruknya dan sekarang menjadi lebih baik lagi. Lalu apa salahnya? Bukankah seharusnya kita turut bahagia?'

Lalu muslimah itu kembali mengeluarkan suara, "lalu bagaimana kalau dia ternyata cuma pura-pura saja, ustazah?"

Ustazah itu tersenyum dengan tenang dia menjawab, "sesungguhnya itu bukanlah urusan kita. Itu adalah urusannya dengan sang Maha pencipta, kita hanya perlu berbaik sangka dan mendoakannya saja selebihnya itu urusan yang diatas."

Hapir tiga jam lebih acara ceramah berlangsung. Aku pulang dengan hati yang tenang, rasanya begitu lega berkumpul dengan orang-orang yang dekat dengan Allah. Mendapatkan banyak ilmu dan juga mengenal orang-orang baru memang begitu menyenangkan.

Besok saat pulang ke rumah aku bertekad dalam hati akan mengutarakan semuanya ke Mas Fajar. Namun ketika motorku memasuki area rumah dan melihat mobil Mas Fajar telah terparkir di depannya, membuat keberanianku kembali menciut.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucapku ketika memasuki rumah.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, dek itu Mas Fajar di belakang sama Bapak. Tadi kamu bener-bener udah izin kan sama suamimu?" Tanya ibuk ketika aku masuk.

Aku memang tak menceritakannya pada ibuk atau bapak, namun sepertinya mereka mengetahui itu. Mungkin karena insting sebagai orang tua.

"Iya, udah kok buk."

"Syukurlah, kalo gitu. Sana kamu temui suamimu, dia udah nungguin dari tadi."

Aku menurut. "Iya buk."

Dengan langkah pelan aku berjalan menuju ke area belakang.

***

"Pak, Mas," panggilku.

"Bu..., Bu..., Bu...," Ashraf terlihat melompat digendongan Mas Fajar. Ia memanggilku.

"MasyaAllah, Ashraf kagen ibu ya? Ibu juga kangen banget sama Ashraf," ujarku.

Belum sempat aku mengambil Ashraf. Mas Fajar membuka suara, "pak, buk tolong jagain Ashraf sebentar ya Fajar mau bicara sama Sabitah dulu."

Mas Fajar memberikan Ashraf pada bapak, lalu menarik tanganku pergi dari sana. Kami masuk ke kamarku dan Mas Fajar dengan sigap mengunci pintu. Mas Fajar menuntunku untuk duduk di tepi kasur dan ia jongkok di depanku.

"Adek sebenernya kenapa? Bilang sama Mas dek, jangan bikin Mas kelimpungan kaya gini. Tiba-tiba minta izin buat nginep di rumah Bapak, adek gak tau seberapa khawatirnya Mas tadi. Mas bingung dek, ini sebenernya kenapa. Karena adek sendiri gak mau jujur sama mas," ujar mas Fajar.

Aku menunduk memainkan buku-buku jariku. "Maaf mas," ucapku.

"Mas maafin, tapi mas mau tau alasannya kenapa adek begini." Mas Fajar berkata sambil memegang bahuku dan memandang mataku.

Jantungku rasanya mau meledak. Dengan suara gemetar aku menjawab, "sebenarnya aku udah tau kalau selama ini mas selalu ke rumah bunda setelah pulang berkerja untuk ke kamar mas sama mbak Sheila dulu."

***

اَلْحَمْدُ للَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ

AmanahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang