5

534 11 0
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

"Betapa banyak kegetiran dan kesulitan yang dialami, yang bisa memalingkan jalan ibadah. Kecuali untuk orang-orang yang bersabar dan selalu istiqomah."

- Erick Yusuf19 -

***

"Tamannya bagus ya Mbak," celetukku.

Mbak Sheila menoleh dan tersenyum. "Iya bagus ya, ramai pula banyak anak-anak dari paud yang pada main kesini."

Setelah tiba di rumah mertuanya Mbak Sheila tadi aku meminta izin untuk membawanya jalan-jalan sebentar ke taman di perumahan mereka.

Rumahnya Mas Fajar memang berada di salah satu perumahan yang elit di kotaku. Disana terdapat taman bermain untuk anak-anak yang letaknya juga tak jauh dari rumah mereka.

Setelah duduk di salah satu kursi aku kembali membuka suara, "Anaknya mbak Sheila cewek apa cowok?"

"Belum tau, Mas Fajar bilang enggak usah di cek biar nanti jadi kejutan pas lahir."

Aku dapat melihat senyum sendu dari wajah Mbak Sheila.

"Mbak Sheila kenapa? Lagi ada masalah?" Tanyaku.

"Enggak, Mbak nggak papa. Cuma kepikiran aja soal anak mbak nanti,"

Belum sempat aku bertanya tiba-tiba ada sebuah bola kaki yang jatuh tepat dipaha Mbak Sheila. Hal itu seketika membuatku terkejut dan berteriak panik.

"Astaghfirullah! Mbak gak papa? Sakit enggak? Kita pulang saja ya," ujarku panik.

"Mbak nggak pa-"

"Maaf kak, maafin Deri tadi Deri gak sengaja tendang bolanya kekencangan."

Seorang anak kecil menghampiri kami dan berucap dengan terbata-bata. Suaranya bahkan terdengar sangat pelan. Ia hanya bisa tertunduk ketakutan.

Aku segera mendekatinya dan memeluknya.

"Sudah enggak papa, tapi lain kali Deri harus hati-hati ya. Itu di dalam perut tantenya ada adek bayi, kalo adek bayinya kesakitan'kan kasihan."

"I-iya kak,"

"Nah, ini bolanya. Mainnya jangan kuat-kuat ya, pelan-pelan aja." Aku tersenyum dan memberikan bolanya.

Setelah itu aku kembali duduk disamping Mbak Sheila yang sedang mengelus perutnya. Saat aku kembali bertanya tentang kondisinya Mbak Sheila dan ia pun menjawab dengan anggukan kepala.

"Kamu suka banget ya dek sama anak kecil?"

"Hah?" Aku sedikit bingung. "Kok Mbak tiba-tiba nanyain itu? Bukannya Mbak udah tau sendiri ya?"

Karena dulu saat masih sekolah menengah atas aku sering mengajari anak-anak di sekitar rumahku mengaji. Jadi mana mungkin Mbak Sheila tak tau. Sesuka apa aku dengan anak kecil.

Mbak Sheila tersenyum. "Anak mbak nanti pasti seneng punya tante yang baik dan sayang sama dia."

"Mbak tenang aja, aku menganut prinsip 'anak mbak, berarti anak aku juga'," ujarku dengan tersenyum lebar.

"Beneran ya! Kamu harus jagain anak mbak, bila perlu kamu gantiin posisi mbak."

Aku kembali mengerutkan kening.

"Maksudnya gimana mbak?"

Mbak Sheila hanya tersenyum lembut sebari mengelus perutnya yang sudah membuncit. Matanya menerawang menatap jalanan yang dipenuhi kendaraan transportasi.

"Enggak, maksudnya mbak harap kamu bisa gantiin posisinya mbak dan bisa menjadi ibu kedua bagi anak mbak nanti, kamu mau'kan?"

"Ya maulah! Masa enggak!" Aku langsung berteriak senang ketika mendengar ucapan Mbak Sheila tadi.

Tanganku bergerak mengelus perutnya Mbak Sheila sambil memperkenalkan diriku sebagai ibunya. Mbak Sheila pun tertawa dan menjawab dengan suara anak kecil.

Waktu pun terus bergulir tak terasa azan dzuhur telah berkumandang kami memutuskan untuk pulang saja melaksanakan sholat dzuhur dirumah, baru setelah itu makan siang.

***
اَلْحَمْدُ للَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ

AmanahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang