010. Minyak dan Air.

321 32 2
                                    

sorry ya baru update, tadinya mau kemarin tapi aku tiba-tiba sakit kaya orgil dah kagak jelas banget perutttt nih tapi udah mendingan.

Anw happy reading! 💗








Sebenarnya sudah hampir seminggu Kaisar tidak bertemu dengan Shanin, terakhir mereka bertemu ya ketika pagi yang tiba-tiba Shanin bersikap clingy hingga mereka bolos kelas dan hanya menikmati waktu berduaan sepanjang hari di dalam apart gadis itu. Bahkan Kaisar jadi sering uring-uringan sendiri karna menahan rindu pada gadisnya, ya sebut saja budak cinta tolol. Bagaimana coba kalau Kaisar ditinggalkan oleh Shanin? Apa pria ini akan gantung diri?

Kaisar sendiri bingung, kenapa Shanin tidak mau ditemui. Padahal kan kalau alasannya memang dia ingin fokus belajar karna sebentar lagi akan UAS dia bisa menjadi anak yang baik, mungkin. Maksudnya, Kaisar juga pasti akan mengerti dalam batasan mengganggu Shanin. Tapi ya mau gimana, Shanin tidak percaya omongan lelaki itu bahwa dia tidak akan menganggu sesi Shanin belajar.

"Lu kenapa deh akhir-akhir ini kaya badmood gitu? Diajak nongkrong selalu males, diajak ngobrol kaya males-malesan. Lu lagi ada masalah atau gimana sih? Ngomong dong! Jangan bikim gue overthinking sendiri deh." Sembur Rania ketika mereka sedang makan siang di kantin Psikologi.

Kaisar sengaja mengajak Rania makan di kantin Psikologi, siapa tau dia berpas-pasan dengan Shanin walau rasanya tidak mungkin. Karna gadis itu jarang menginjakan kakinya sendiri di kantin, kecuali kalau dalam keadaan terdesak seperti air minumnya habis. Jadi mau tak mau dia harus membeli air mineral. Padahal kantin Psikolog dan Fakultas FEB itu lumayan jauh jaraknya, tapi ya mau sejauh apapun dia tempuh.

"Gapapa, Ran. Lagi ada masalah di rumah aja." Bohongnya dengan nada mencoba meyakinkan. Kaisar sudah pasti tahu kalau Rania pasti akan menanyakan hal ini.

"Seriusan? Kalau ada masalah lu boleh kok cerita sama gue. Siapa tau lu lebih tenangan." Katanya mencoba mengerti sang kekasih.

Mau bercerita bagaimana, kalau kegelisahannya akhir-akhir ini akan jadi bencana kalau sampai Rania tahu.

"Iyaa. Makasih, ya." Kaisar hanya memberi senyuman tanpa berniat bercerita.

Terkadang hal ini membuat Rania semakin gelisah, bukan hatinya membaik. Rasanya dia seperti pacar yang tidak berguna, entah mengapa Kaisar masih belum membuka dirinya pada Rania. Padahal Rania sendiri selalu bercerita hal apapun pada laki-laki di depannya ini. Tapi mau bagaimana pun, dia tidak mungkin memaksa Kaisar yang bisa membuat mereka ribut ujungnya.

Mata Rania mengedar ke arah lain karna sudah tidak berminat pada makanannya yang masih tersisa sedikit. Matanya menangkap sosok perempuan yang memakai dress biru dipadukan dengan cardigan hitam, serta rambutnya yang digerai dan ditambah jepit membuat kadar kecantikannya menambah.

"Itu Shanin gak sih?" Tanya Rania pada Kaisar membuat sang pria itu langsung menoleh ke belakang dan mendapati gadis yang dia cari-cari dalam seminggu ini. "Kai, panggil dong. Gue pengen banget ngobrol sama dia." Pintanya dengan bersemangat, padahal tadi dia baru saja galau tapi ketika mendapati idolanya berada di depan mata membuat Rania langsung terisi energinya.

Gadis itu sedang mengobrol pada ibu kantin. Entah akan memesan apa, yang pasti asal bukan makanan Kaisar masih bisa tenang. Karna perut Shanin itu tidak bisa makan-makanan sembrangan, makanya dia selalu makan-makanan higienis, dia selalu mendapat kiriman makanan dari eyang yang dimasak oleh chef kesayangannya itu karna Shanin sendiri tidak bisa masak.

"Hah? Serius?" Tanya Kai karna walau dia juga kepalang kangen dengan gadisnya itu tapi dia masih punya akal pikiran takut kalau Shanin dan Rania disatukan.

"Iya, ayok buruan keburu dianya pergi." Mata Rania tidak lepas menatap pergerakan Shanin disana yang sedang menunggu pesanannya.

"Yaudah bentar." Ucapnya berdiri dan menghampiri Shanin yang mungkin gadis itu akan terkejut akibat keberadaannya.

Pacify HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang