18

535 44 5
                                    

Happy reading!

Malam ini hujan yang begitu deras turun. Tertiup angin kencang, membuat tiap-tiap bulirnya berjatuhan menabrak kaca jendela mobil, menyebabkan suara berisik hingga saluran radio pun tak terdengar dengan baik.

Sudah memasuki akhir tahun, hujan datang lebih sering dan tak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Tressa menatap tetesan air hujan yang dengan kasarnya menghantam kaca jendela sebelum dirinya menoleh, menatap sosok yang kini tengah sibuk berkendara di sampingnya.

Rahadyan.

Setelah berdebat beberapa saat lalu karena dirinya yang enggan untuk pulang bersama, akhirnya Tressa mengalah, dia sudah begitu lelah dan juga lapar saat itu, dia pun juga yakin bahwa pria pantang menyerah di sampingnya tak akan membiarkan dirinya di tolak lagi.

Akhirnya setelah menghabiskan waktu satu jam di perjalanan pulang karna mereka memang singgah untuk makan hidangan Jerman yang Rahadyan rekomendasikan, akhirnya mereka tiba di apartemennya.

"Kalau begitu terimakasih untuk makan malamnya," Tressa sedikit menunduk, membuka sabuk pengaman lalu pintu mobil.

"Hujannya deras sekali, saya akan antar ke parkiran basement saja," Rahadyan berujar, Tressa berpikir sejenak lalu mengangguk setuju. Lagi pula dia juga malas untuk berjalan jauh hingga ke lift lobi.

Rahadyan sedikit melirik perempuan itu dari ujung matanya begitu mobil kembali berjalan, bibirnya bergetar hendak mengatakan sesuatu namun ia agak ragu dalam hal itu. Hingga mereka tiba di parkiran basement pun suaranya tak juga keluar.

"Kalau begitu terima kasih sekali lagi pak Rahadyan, saya pamit untuk-"

"Tressa!" Rahadyan akhirnya bersuara hingga seluruh atensi yang tadinya di pusatkan oleh Tressa pada barang-barangnya pun beralih pada sosok tampan di depannya tersebut.

"Kemarin malam... Maksud ku, saat kita..." Rahadyan memejamkan matanya, rasanya dia begitu malu untuk mengatakan kejadian kemarin malam kepada dokter cantik di sebelahnya.

"Saat kita having sex? Kenapa dengan itu?" Rahadyan langsung menatapnya terkejut.

"Tidak, cuma setelah kemarin malam saya berpikir untuk-"

"Saya harap bapak tidak salah paham."

"Ya?" Tressa yang awalnya hendak membuka pintu mobil pun kembali menyandarkan punggungnya pada jok mobil, menatap Rahadyan dengan netra yang memicing tajam khas perempuan itu.

"Kemarin malam itu, saya gak berharap untuk anda menganggap itu serius."

"Apa?"

"Kemarin malam saya cuma terlalu capek, saya gak pernah mengira kalau malam kemarin bisa membuat bapak Rahadyan salah paham begini."

"Jadi kemarin malam-"

"Iya. Saya tidak sengaja meluapkan stress saya ke sex dengan anda."

"Kalau saya tidak ada berarti kamu akan lakuin itu dengan orang lain?"

"Mungkin," Ia menjawab dengan tenang. Rahadyan tak berkata apapun lagi, dan itu cukup membuat Tressa mengerti bahwa mungkin pria itu sudah tak ingin melihatnya lagi. Dia membuka pintu mobil, mengucapkan kalimat perpisahan sebelum punggungnya benar-benar menghilang dari balik tembok kaca apartemen.

Rahadyan masih terdiam dengan perasaan yang tak karuan, lama ia merenung sebelum sebuah kekehan terdengar dari bibir tipisnya. Pria itu benar-benar merasa bodoh karena di jadikan pelampiasan seperti ini.

Sound of HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang