23

589 44 9
                                    

Happy reading!

❣️

Kepalanya serasa akan pecah. Rahadyan benar-benar pusing sekarang, ia tak punya banyak waktu setelah menandatangani kontrak dengan perusahaan Yoseph Soetidjo, dia sudah tidak memiliki alasan untuk menunda proyeknya di hadapan para direksi lagi, sudah cukup dengan banyaknya investor yang menarik dana mereka hanya karna penundaan waktu pengerjaan proyeknya yang dinilai terlalu lama dan bertele-tele.

Dan melihat banyaknya berkas yang menumpuk di mejanya, Rahadyan rasa dia benar-benar akan lembur dan bekerja dua kali lipat untuk proyeknya di Singapura juga kemarin.

Lelaki tampan itu mengerutkan keningnya dengan tatapan tajam yang hanya tertuju pada layar monitor tanpa teralihkan sedikitpun. Heru yang baru saja masuk untuk membawakan camilan serta makan siang pun ia hiraukan.

Waktu berlalu tanpa pria itu sadari, pintu ruangannya di ketuk, disana Heru masuk lalu berjalan membawa beberapa tumpukan map hitam tebal yang merupakan data berisi total tagihan yang di perlukan untuk membayar seluruh denda keterlambatan pembangunan proposal miliknya.

"Pak ini..."

"Hmm," Heru menaruh berkas-berkas tersebut di samping kotak makan malam yang tadi dia pesankan untuk atasannya tersebut.

"Bapak belum makan?"

"Nanti dulu. Kamu gak liat saya sibuk apa gimana Heru?"

"Tapi udah jam sebelas," Mendengar hal itu reflek ia menengok ke arah jam dinding yang memang sudah menunjukkan pukul sebelas kurang dua menit.

"Gak sadar," Rahadyan bergumam, dia melirik ke arah kotak makan malamnya sejenak lalu meraih ponsel yang memang gak pernah dia sentuh seharian penuh tersebut.

Berharap mendapatkan satu saja notifikasi dari seseorang, namun roomchatnya malah di penuhi oleh pesan dari grup keluarga yang entah heboh membahas apa. Kini netranya beralih pada satu kontak yang berada paling bawah dari layar ponsel miliknya.

Jemari besar itu bergerak dengan gesit mengetikkan sesuatu disana, lalu mengirimkannya pada si pemilik kontak.

Rahadyan Koesoemadinadja.
You're home?

Tressa Warren.
Almost there.

Rahadyan Koesoemadinadja.
Makan sudah?

Tressa Warren.
Tadi sore.
Tapi masih full.

Rahadyan Koesoemadinadja.
Mau ku orderkan?

Tressa Warren.
Tidak pulang?

Tressa Warren.
Ohh iya, kamu sibuk rupanya. Maaf.

Satu pesan terakhir itu, sungguh entah mengapa membuat dadanya berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Sontak jemarinya sedikit bergetar hingga membuat Heru mengerutkan keningnya dalam.

"Pak?"

"Jantung ku sakit Ru."

"Gimana- lho pak?!" Heru langsung meraih lengan pria itu begitu Rahadyan tiba-tiba saja berdiri dari duduknya.

"Ayo."

"Ke rumah sakit?"

"Kerumah dokter Tressa."

"Kenapa? Langsung ke rumah sakit saja pak. Nanti dokter Tress-"

"Heru, kamu brisik."

"Maaf pak."

Rahadyan langsung berjalan meraih jas miliknya di gantungan samping sofa, di pakaiannya benda tersebut sembari menoleh ke hadapan Heru yang nampak masih kebingungan.

Sound of HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang