28

416 41 2
                                    

Happy reading!

Mohon maaf apabila ada kesalahan kata atau kalimat yang menyinggung, bisa tolong di perbaiki dan di beri saran juga kritik, sekali lagi selamat membaca.

❣️

Hari ini pun masih sama. Sama sibuknya dengan hari-hari kemarin, sudah tiga hari berlalu, Tressa di buat begitu aktif dengan berbagai macam pekerjaan yang datang secara beruntun. Entah itu merupakan operan pasien dari rumah sakit lain, bertambahnya jadwal operasi dan visit, dan kini dia pun harus menghadiri berbagai macam rapat dengan divisi lain karena rekomendasi dari sang kepala bagian, dokter Hari.

Tressa menatap layar proyeksi yang baru saja di nyalakan oleh seorang residen bagian kandungan dengan seksama. Ia baru saja kembali dari poli dan langsung di arahkan oleh dokter Hari ke ruang rapat gedung ibu dan anak ini. Namun sepertinya Ia lupa.

Belakangan ini perempuan itu di buat sangat tidak fokus, Ia lelah, sangat, apalagi jadwalnya yang bertambah padat, belum lagi dengan urusannya di rumah sakit Pelita Sagraha, dia benar-benar di buat kelimpungan dan teledor sampai kepala departemennya harus mengingatkan bahwa Ia mesti menghadiri rapat diskusi hari ini.

Saking sibuknya, perempuan itu seolah di buat tak memiliki waktu untuk sekedar mengirimkan spam chat kepada Rahadyan yang masih tak memberinya kabar sampai saat ini, bahkan untuk sekedar memikirkan pria itu.

Ia mengusap kepalanya yang hendak pecah, waktunya tidak banyak, dia harus segera menghubungi Heru untuk menanyakan tentang keadaan si pria, apalagi Rahadyan sempat mengatakan bahwa ia akan berada di Inggris dalam kurun waktu yang lama, sementara ia masih punya banyak pekerjaan lain yang harus di tangani secepatnya.

"Ini pertemuan kedua kita ya dok. Sejak perkenalan kamu kemarin," Lamunan Tressa buyar seketika, ia hanya mengangguk menanggapi dua sosok pria paruh baya yang merupakan seorang profesor obgyn dan seorang asisten profesor spesialis bedah anak.

"Kita jarang ketemu karena beda divisi. Kamu sering-sering main ke sini gak apa-apa, dokter Kharis saja tiap hari keliling rumah sakit padahal jadwalnya poll!" Tressa tertawa kecil. Memangnya apa pula urusannya untuk terus berkunjung kemari, lagi pula dia bukan sosok social butterfly seperti Kharis.

"Lagian ngapain dia ke sini?" Ujar sosok lainnya. Dan Tressa tidak menanggapi lagi, ia sudah penuh memfokuskan tatapannya pada layar proyeksi yang menunjukkan gambar sebuah foto USG dari calon yang akan ia tangani nanti.

"Ini sih udah pasti gak bisa melahirkan normal," Gumam sang profesor sembari meminum kopinya.

"Berisiko semua sih dok, kalo gak di tunggu melahirkan normal juga anaknya udah pasti bakalan prematur, apalagi kondisi jantungnya udah bener-bener gak mampu buat nekan darahnya sampe pembuluh darahnya bengkak gitu."

Keheningan terjadi sejenak, mereka nampak berkutat dengan pemikiran Masing-masing.

"Kayaknya biar bayinya lahir prematur, jantungnya belum kebentuk sempurna ya?"

"Iya. Sebenarnya udah Saya peringatkan sih, ini bahaya kalo tetap Mau lanjutkan promilnya bulan-bulan yang lalu. Tapi mereka kayaknya kekeuh mau punya anak meski kondisinya kurang meyakinkan gini. Masalah juga kalo sampai jantungnya belum kebentuk  terus tiba-tiba di angkat."

"Ibunya juga pasti bakalan sesak sih dok. Itu yang masalah. Apalagi pembuluh darahnya udah banyak yang bengkak. Bayinya mesti di angkat kalo gak mau pembuluhnya sampai pecah terus pendarahan."

"Lemah jantung ya," Tressa menggeser layar proyeksi, menatap setiap rekam medis si pasien yang tertulis disana. Sejujurnya ini adalah pilihan yang berat, jika di suruh memilih antara ibu dan anak, memangnya siapa yang bisa?

Sound of HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang