Pelajaran

61 10 0
                                    

Sejak pukul satu siang, air langit terus turun tanpa henti. Suara gaduh di atas sana sungguh mengejutkan orang-orang yang sedang menikmati udara dingin yang diberikan alam. Membuat beberapa orang yang sudah memiliki janji, terpaksa dibatalkan karena cuaca yang tak kunjung membaik.

Dari balkon kamar di lantai dua, dalam gulungan selimut tebal, Hikaru dan Hono duduk di sana. Di sebelahnya ada Rena pula yang asik menyeruput cokelat hangat dalam gelas kecil. Menatap langit yang tak kunjung memperlihatkan kecerahannya.

Tidak ada obrolan dalam ruang semi-terbuka ini. Keheningan dan suara hujan menguasainya. Rasanya, hembusan napas mereka pun bisa terlihat jelas mengudara keluar. 

Alih-alih mereda dan berhenti, air hujan itu malah menurunkan banyak pasukannya dan menjadi lebih deras dari sebelumnya. Ingin segera masuk ke kamar, namun udara di luar ini berhasil membuat ketiga gadis itu nyaman untuk berada di balkon.

Entah memikirkan apa. Sudah pasti mereka bertiga memikirkan hal yang berbeda.

Rasanya berat untuk Hono mengakui bahwa Ia benar-benar kecewa pada cuaca hari ini. Tapi sebaliknya untuk Hikaru yang lebih menyukai cuaca seperti saat ini. Rena? Ia justru tidak masalah jika cuaca membaik ataupun tetap seperti ini. Ia hanya ingin menikmati waktu bermainnya bersama dengan teman-temannya.

"Jadi bagaimana?" Ini Rena yang mulai membuka percapakan.

Lelah juga dia lama-lama ada ditengah-tengah keheningan ini. Rasa kantuk bahkan mulai menyerang tubuhnya jika Ia semakin larut dalam suasa tenang seperti ini. 

"Apanya yang bagaimana?" kali ini Hono yang bersuara. 

Rena menatap Hono bingung. Rena pikir, Hono mengerti apa maksud dari pertanyaannya tanpa harus menyebut si topik utama. "Kau, Hono."

"Aku?"

"Un."

"Aku kenapa?"

"Kau dengan Karin." jelas Rena.

"HAH?" Ini Hikaru. Mata bulatnya semakin melebar mendengar penuturan Rena yang menurutnya Ia tidak mengetahuinya.

Hikaru memutar tubuhnya agar dapat menatap Hono dan Rena dengan jelas. Hikaru merasa Ia tertinggal jauh akan persoalan ini. Hono bahkan tidak memberitahu apapun mengenai dirinya dengan Karin.

"Aku tidak tahu soal ini?" tanya Hikaru. Netranya menatap Hono penuh selidik.

Sedangkan Hono hanya bisa memamerkan senyuman lebarnya. Setelahnya Ia segera menutup seluruh tubuhnya dengan selimut yang semula hanya menutup sebagian tubuhnya. Kesal karena Hono tidak memberitahunya, Hikaru pun segera menindih gadis itu.

"HIICHANNN"

Masih dengan menindih Hono, Hikaru menatap Rena meminta penjelasan lebih dalam lagi pada si pemberi pertanyaan. "Neee~ Rena, apa yang terjadi dengan dia dan Karin?"

Entahlah memang Rena yang terlalu polos atau gadis itu tidak ingin memusingkan dirinya sendiri. Rena hanya sibuk dengan kegiatannya tanpa berniat membantu Hono bahkan hanya sebentar pun.

"Beberapa hari lalu Hono nembak Karin di rooftop. Tapi aku tidak tahu keputusan akhir dari keduanya."

"Ehhh, begitu?~"

Ditariknya selimut Hono yang menutupi seluruh tubuhnya.

"Ayo jelaskan."

Hikaru dan Rena pun kini sudah melemparkan tatapan penuh selidik pada temannya yang sejak kemarin hanya diam tanpa ingin memberitahu hasil akhirnya. 

"Ya, menurut kalian bagaimanaa?"

"Tunggu-tunggu, rooftop ya?" Hikaru seketika diam. Pikirannya seperti membawa dirinya ke ingatan beberapa hari lalu.

"Ada apa?"

"Aku bertemu Ten dan Rei waktu itu saat mau ke rooftop. Tapi ketika aku tanya, jawaban mereka sama seperti tujuanku ke rooftop saat itu, hanya mencari udara segar katanya." jelas Hikaru. 

"Eh jangan-jangan mereka ngin--"

"Kenapa sebut-sebut nama kita?"

Ketiga makhluk itu segera menoleh saat pintu kamar milik Ten terbuka.

Benar.

Sejak tadi Hono, Hikaru dan Rena berada di balkon kamar Ten. Niat awal mereka ke sini adalah untuk melakukan pesta barbeque bersama. Namun apalah takdir, bahwa sejak tadi hujan mengguyur bumi begitu deras dan tanpa henti.

Masuknya Ten, Rei dan Karin membuat pembahasan ketiga manusia tadi terhenti. Mereka bahkan tidak ada niat untuk melanjutkan obrolan tersebut.

Ten dan Hikaru saling melempar pandang. Ada banyak hal yang ingin Hikaru tanyakan pada gadis jangkung itu perihal pembahasannya tadi. Jika memang benar Ten mengintip, haruskah Hikaru menarik telinganya?

"Ten, aku mau bicara. Ayo." Hikaru beranjak bangun kemudian menarik Ten pergi dari kamarnya.

"Eh? Ada apa, Run?"

Setelah menjauh dari kamar, kini mereka berdua berada di dapur rumah keluarga Sugai. Hikaru mengambil segelas air putih dingin. Aura tidak mengenakan ini begitu terasa. Ten merasakannya sejak mata bulat Hikaru menatapnya serius seolah sedang meminta penjelasan kepadanya.

"Run?"

"Kau, saat aku bertemu dengan mu dan Rei di rooftop sekolah, kalian sedang mengintip 'kan?" 

Sungguh to-the-point sekali Hikaru nya ini.

Ten jelas terdiam dengan pertanyaan tiba-tiba dari Run-nya. Ia bahkan tidak menyangka bahwa Hikaru akan bertanya pasal itu. Jika terus mengelak pun pasti Hikaru akan semakin kesal, karena gadis itu jelas tidak menyukai apa yang Ten lakukan.

Bagi Hikaru, privasi orang itu begitu penting. Bagaimana orang-orang akan menghargai privasi kita sendiri jika kitapun tidak bisa menghargai privasi orang lain?

"Maaf, Run." Ten menunduk takut. Tidak berani menatap Hikarunya yang terus-menerus menatapnya tanpa berkedip. "Aku dan Rei bertaruh soal ini. Jadi kami berdua pergi ke sana untuk melihat keputusannya."

"Kenapa tidak kau tanyakan langsung saja? Bukankah itu lebih baik?"

"Benar. Kau benar, Run. Tapi kami terlalu ragu kalau Karin akan memberitahu kami berdua."

Hikaru menghela napas berat. "Bagaimana kalau Karin tidak menyukai perbuatan kalian?"

"Itu.."

Hikaru menarik kedua tangan Ten untuk digenggam. Membuat Ten menaikkan pandangannya sejajar dengan kekasih yang ada di hadapannya.

"Karin tau?"

Ten menggeleng, "Tidak."

 "Apa yang kau dapat setelah mengintip?"

"Tidak ada, Run."

Hikaru tersenyum tipis. Tangannya terangkat mengusap pipi Ten dengan lembut. "Sudah. Kenapa takut begitu? Memangnya aku gigit?" ucapnya berusaha mencairkan suasana.

Segera Ten menarik Hikaru masuk ke dalam dekapannya. Sungguh, Hikaru yang tadi benar-benar menyeramkan. Bahkan hanya untuk ditatap pun rasanya Ten tidak berani melakukannya.

Jika tadi adalah sisi menakutkan dari keseriusan Hikaru, Ten berjanji untuk tidak akan membuat gadis dalam dekapannya muncul dengan karakter seperti tadi.

Bahkan Ten berjanji untuk menjaga sikapnya sendiri.


"Run jangan kayak tadi, aku takut."

Hikaru tertawa.

"Maaf ya.."



***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ConfessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang