18

1.2K 48 8
                                    

Babak selanjutnya kembali diadakan. Disana terlihat Ronald sudah berdiri ditengah-tengah taman, berdiri ditengah-tengah mereka semua.

"Nah sekarang babak berikutnya akan saya mulai dari sekarang.... Beri tepuk tangan semua!!!" pekik Ronald, suasana riuh saat itu saling bertepuk tangan menyambut hal itu. "Oke sekarang saya akan menyuruh kalian semua untuk saling maju ke depan satu persatu untuk mengisi di selembar kertas yang akan saya bagikan setelah ini, isi didalam kertas itu apa hal yang akan kalian tunjukkan di acara sepuluh besar nanti. Kalian bersiap!!!"

"Siappp!"

"Ayo sekarang mulai." ucap Ronald disela kertas yang langsung dibagikan oleh para petugas disana.

"Kalian memiliki waktu sekitar tiga hari untuk berlatih apapun hal yang ingin kalian tunjukkan, entah itu bakat kalian dalam bidang menyanyi, melukis, membaca puisi, atau apapun hal yang menurut kalian adalah hal bagus untuk ditunjukkan. Silahkan pilih apapun hal yang kalian ingin lakukan." ujar Ronald. Semua tampak sangat antusias dengan hal ini, tentu juga dengan Riska yang tampak sangat menunggu hal ini.

"Aaaaa pokoknya gue bakal nunjukin hal yang menggemparkan setelah ini muahahaha terus gue jadi terpilih deh jadi istrinya... Hahahaha!" Linda yang ada disampingnya lantas menghela nafasnya sedikit menggeleng.

"Gak pernah berubah kepengennya." batinnya yang tak sama sekali tergugah dengan babak itu. Mending tidur.

Delia ikut antusias dengan babak ini, bersama Serena maupun para wanita lainnya. Delia berkata.

"Setelah babak ini kita semua akan melangkah ke babak 5 besar. Jadi persiapkan mental kalian semua." ujar Delia berbicara pada teman-temannya yang melingkarinya saat itu.

Serena ikut angkat bicara. "Beneran langsung 5 besar?" tanya Serena tak percaya.

"Ya, aku mendengar kabarnya langsung dari ibunya Lancaster."

"Ini benar-benar diluar dugaanku."

"Itu artinya akan banyak orang yang akan tersisih setelah ini." ujar Serena.

"Iya sepertinya begitu."

Karen terlihat sedikit menjauh dari Shiren, entah kenapa ia jadi lebih sering berkumpul dengan geng Raquel dibanding menemani teman satu kamarnya itu. Karen berkata pada mereka teman yang melingkarinya.

"Akan ada banyak yang berguguran setelah ini. Katanya lagi peringkat lima besar akan diberikan hadiah dari pihak mereka. Semoga saja kita bisa masuk ke dalam lima besar." ujar Karen.

Raquel tersentak. "Beneran dapat hadiah?"

"Ya, tadi malam ibunya memberi pengumuman kecil kepada kami dan menyuruh kita untuk menyebar luaskannya. Katanya itu bagian dari apresiasi mereka, dan juga untuk menghindari hal seperti kemarin terjadi, orang yang tidak terima dengan jalannya kompetisi ini, hingga menyebaban banyak kerusakan dan kerusuhan pada akhirnya." ujar Karen.

"Oh iya sih, ah tidak sekalian saja di sepuluh besar ini. Biar adil." ujar Hilda.

"Itu sih kepengen kamu. Ngarep haha." tawa Raquel.

Shiren terlihat sendirian disana. Ia sedikit mendengar percakapan Raquel bersama Karen didepan sana, karena jarak mereka tak terlalu jauh. Shiren sedikit juga mencuri pandang ke arah mereka. Sedikit merasa ditinggalkan.

Ia mengalihkan pandangan matanya ke arah kertas yang baru saja ditulisnya.

Dan membacanya ulang. Entah kenapa ia jadi berpikiran apakah mungkin ia bisa menunjukkan kemampuannya dalam bidang itu?

Memanah, sudah cukup lama ia tidak melakukan hobinya itu. Hobi yang sering ia lakukan mulai dari kecil hingga remaja, meskipun ia hanya menjadikan hobinya itu sebagai kegiatan selingan.

Tapi ia cukup bisa untuk melakukan kegiatan memanah. Mulai dari jarak 10 meter, 15 meter hingga dua puluh meter.

Semoga saja dari hal ini ia bisa masuk ke final dan mendapatkan nilai yang bagus, meski ia sedikit skeptis dengan hasilnya nanti.

"Semoga aja aku bisa masuk ke final." ujar Shiren penuh harap. Ia mendadak dikejutkan dengan kehadiran seseorang disana, tak lain itu adalah Lancaster yang mendadak ada dihadapannya lengkap dengan kursi rodanya.

"Kenapa suka sekali menyendiri?" tanya Lancaster.

"A-ah... Anu temanku bersama yang lain jadi aku sendiri."

"Kenapa tidak mencoba bergabung dengan temanmu itu?" tanya Lancaster.

"Eh, hehe.. Enggak, karena memang aku tidak pernah berkumpul dengan banyak orang sih."

"Khawatir dibicarakan pada akhirnya?"

"Aku enggak bisa menilai orang lain semudah itu sih."

"Kamu memiliki keberanian sebenarnya, tapi kamu terlalu menutup diri. Apa mungkin kamu tidak merasa pede berada didalam lingkaran mereka?"

"Aku juga tidak bisa menilai diriku sendiri."

"Kalau begitu apa kamu mau aku bantu untuk memperkenalkan dirimu ke depan publik?" tanya Lancaster.

"Heh? Enggak, jangan."

"Sebentar lagi babak lima besar akan diadakan, apa kamu masih mau menutup diri? Kenapa tidak memberanikan diri bicara didepan media? Hanya kamu selihatku yang belum menunjukkan diri ke media. Malu?"

"Ak-aku enggak pede.... Belum tentu juga aku masuk ke lima besar. Gak mau terlalu mengharap sih. Kalo diijinkan untuk pulang lebih dulu aku juga akan pulang." ujar Lancaster.

"Kamu berniat pergi begitu saja setelah Lane berharap kamu masuk final? Semudah itu kamu menerima keputusan untuk pulang?" tanya Lancaster.

"Memangnya apa yang bisa aku lakukan kalau yang pada akhirnya yang masuk final bukan aku? Merusuh acara? Tentu enggak kan?" tanya Shiren.

"Kalau kamu berkeyakinan untuk hadir di final, itu artinya kamu akan ada disana."

"Kenapa seolah olah kamu yang sangat berharap?"

"Saya hanya menginginkan yang terbaik untuk sepupu saya."

"Oke, aku akan lebih yakin lagi... Makasih atas sarannya."

Tiba-tiba Karen berdiri ditengah mereka. Menghalau jarak antara Lancaster dan Shiren disana.

"Kenapa kalian selalu terlihat bersama disetiap kesempatan? Aku agak heran apa tuan Lancaster yang agung ini justru terang-terangan memilihmu Shiren?" tanya Karen pada mereka.

"Enggak, jangan ngaco kamu." ujar Shiren.

"Lancaster.... Kamu sebenarnya memilih Shiren kan? Cepat katakan yang sejujurnya." ujar Karen blak-blakan. Memicu perhatian banyak orang disana. Apalagi atas hal yang didengar mereka, yang diucapkan oleh Karen barusan.

Lancaster terdiam, tak menjawab apapun.
Shiren langsung membela dirinya.

"Salah paham!" tandas Shiren membuat mereka lantas saling terdiam dan fokus melihatnya. Shiren kembali berkata untuk menjelaskan. "Saya ingin menegaskan kalau yang Karen tuduhkan itu tidak benar. Hubungan antara saya dan Lancaster tak lebih adalah peserta dan pemilik acara. Beliau Lancaster adalah orang yang baik, dan sangat perduli terhadap masing-masing pesertanya. Disamping itu sejujurnya saya dekat dengan Lancaster karena saya memiliki kenalan atau teman masa kecil yang merupakan sepupu Lancaster." ujar Shiren.

Semua tersentak dengan pernyataannya itu.

Shanum tiba-tiba muncul dari belakangnya. "Apa itu benar Lancaster?" tanya Shanum pada Lancaster. Lelaki itu menganggukkan kepalanya meski masih diam saja tak berkata apapun.

"Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan hubungan diantara kami." ujar Shiren.

Mereka para peserta lainnya lantas saling memahami hal itu dan menerimanya begitu saja. Lai hal dengan Karen.

Dia masih belum menerima sepenuhnya. Ia membatin.

"Shiren.... Kamu apa tidak sadar.... Atau memang ini semua adalah permainannya?"

Kandidat Istri Sang Pewaris (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang