BAB 2 : Lima Korban

120 8 1
                                    

Pagi hari. Awal dunia baru dimulai. Cece terbangun dari tidur nya. Ia yang duduk disebelah jendela berhadapan dengan lapangan sekolah dibuat terkejut lantaran melihat tiga teman nya tergeletak di lapangan dengan darah dimana-mana.

Teriakan nya mampu membangun kan semua teman nya yang masih tertidur di dalam kelas. "D-darah.." Virgie melihat kearah luar jendela begitu juga dengan yang lain.

"Cinta.. Cinta, Sheila, Rani!?" Nadya mencari ketiga sahabat nya itu. Ia terduduk lemas dan menangis seketika. Apa lagi orang yang tergeletak di depan mirip seperti ketiga sahabatnya yang tidak ada dikelas. Rey langsung berlutut di depan Nadya dan memeluk nya dengan erat.

"Gak. Gak mungkin Rey.. hiks itu bukan mereka.." Nadya menggelengkan kepalanya sambil menangis, masih tidak mau percaya jika yang tergeletak di lapangan itu adalah ketiga sahabat nya.

"S-siapa lagi yang gak ada dikelas!?" Calista mulai menghitung jumlah murid dikelas. Tersisa 34 orang, dengan 12 impostor, dan 22 orang yang tidak menyamar. "Kapan mereka keluar nya sih!? Kita jadi gak tau mereka impostor atau bukan. Anjing banget!" gerutu Amel.

"Harusnya kamu ikut juga mel." Kata Raysa. "Paan sih!? Lu aja sana! Kan gue berusaha buat bantu juga. Ada bener nya dong!? Kalau mereka impostor, berartikan impostor nya berkurang."

"Kok ngegas? Kok ngegas? Jangan-jangan kamu impostor nya mel?"

"Eh! Jadi orang jangan sotoy ya lu! Disini gua itu bantu! Gak kayak lo kompor mulu!! Itu mulut apa-apa lemes banget. Bukannya lo ya impostor nya?"

"Dih!? Ngadi-ngadi."

"Diem anjeng!!" Teriak Hani. Seketika semua terdiam. "Bacot mulu bacot mulu! Sekarang jelasin ini gimana!? Kalau tengkar terus yang ada ya mati semua aja sekalian! Ntar lanjutin di neraka sono!" Omel Hani membuat semua terdiam begitu saja. Calista menghela nafas frustasi. Semua terdiam cukup lama. "Mungkin yang ada saran atau ide? Atau para suhu Among Us bisa bantu?" Calista membuka suara. Lea mendongak menatap Calista, ia melirik Chika dan Cece.

".... Jangan lupa kita masih punya misi selain voting siapa impostornya. Sisa 34 orang. 12 impostor, 22 crewmate. Bisa jadi mereka di eliminasi gara-gara keluar dari lingkungan permainan waktu jam diatas 11 malam. Kan permainan udah di mulai. Pokoknya saran ku, kontrol emosi sama ego. Kita sama-sama mau hidup. Tapi juga pasti bakal ada yang mati setiap hari. Jadi jangan egois, semua manusia bakal mati. Kita hidup sampai akhir pun belum tentu bakal tenang, apa lagi setelah semua ini." Lea menghela nafas panjang setelah mengatakan hal itu.

"Kalau misal gak nge vote gimana? Kalau misal satu hari impostor juga gak bunuh satu crewmate gimana?" Tanya Dyaz begitu saja.

"Menurutku, kunci dari game ini itu kelemahan nya impostor. Kalau si impostor takut buat nge-vote atau eliminasi salah satu crewmate. Pasti hal yang dia takuti yang bakal terjadi karena itu hukuman dia sebagai impostor. Dan pasti ya berhubungan sama kelemahan warga juga sih." Kata Otniel

"Aku tau. Kalian disini semua gak mau mati kan?? Berarti kelemahan terbesar ya gak mau mati. Tapi kenapa? Duh bingung niel ah udah lah tidur lagi gak bisa kah?" Dzaky mengusak kepalanya kasar setelah adu argumentasi dengan Otniel.

"Dih. Kamu pikir ini dunia apaan?~" Jawab Otniel masih sempat ngelawak sedikit.

"Bisa jadi, bisa jadi beberapa impostor gak tega nge-eliminasi temen-temennya." Jawab Putri. Otniel langsung setuju. "Itu maksud ku! Sakit buat impostor, sakit buat warga juga." lanjut Otniel. Dzaky ingin mengelak tapi masuk akal juga.

"Ahggg!!! Ayo kalian! Jujur semua! Siapa impostor nya disini!? Kalau jujur! Nanti dibelikan Reza BMW!" Kata Dzaky dengan nada dibuat-buat. Reza hanya menggelengkan kepalanya. "Heh! Sekarang uang gak ada gunanya anjir! Sekarang itu nyawa yang penting!" Omel Cece dengan ekspresi sedikit takut diakhir.

Among Us (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang