BAB 10 : Gantungan Mayat

47 5 4
                                    

“Duduk aku, sumpah.” Kata Lea pada Otniel, ia terduduk lemas dibawah. Otniel masih diam, ia memberikan kertas itu pada Lea. Farit, Digo, Bagus, dan Rafi keluar dari koperasi. Mereka mendengar suara benturan dari atap koperasi. “Opo ae he!?” Teriak Farit. Otniel menoleh. Para siswi juga keluar dari ruang tari. Begitu pun Dzaky, dan Rasya. Mereka berdua melihat Ojie tergeletak dari kejauhan.

“Ojie ngelanggar aturan apa anjir?” Tanya Rasya. Dzaky berlari menuju ke lokasi Ojie. Lea yang merasa mulai mual langsung berlari ke arah kamar mandi dan muntah begitu saja. Melihat itu, Livvi dan Chika menyusul Lea.“Jancok~ Jancok.” umpat Zizah didepan ruang tari.

Tersisa 14 orang. Nadya tidak mau keluar dari ruangan dan juga tidak ada selera untuk makan, Livvi semakin geram dengan impostor baru. Setelah merasa baikan, Lea memberikan kertas itu ke Livvi. “Ojok sampe liane ngerti sek.” Bisik Lea. Livvi dan Chika membaca isi kertas itu, mereka mengangguk ke arah Lea. Chika keluar dan menghela nafas frustasi, air mata nya keluar karena terlalu lelah dengan apa yang telah mereka alami. Livvi menuntun Lea untuk keluar. “Kamu dapet kertas itu dari mana?” Bisik Chika. Lea tak menjawab “Otniel.” Jawab Livvi. Chika mengerti, ia ikut membantu Lea ke ruang UKS.

Chika menutup pintu UKS. “Berarti ada empat peran baru kan? terus yang tadi malem itu impostor yang bisa nyamar dong!?” Bisik Chika. Lea mengangguk. “Ya berarti diantara Otniel, Dzaky.” Jawab Livvi. Chika masih berfikir. “Tapi lho kalau Otniel, ngapain dia ngasih kertas itu ke kita? Pasti ya bakal disembunyikan sama dia. Bisa jadi yang lainnya. Duh!! Bingung banget sih!” Gerutu Chika. Lea memilih tiduran di kasur karena merasa pusing. “Berarti Dzaky.” Jawab Livvi. Chika menggeleng kan kepala nya. “Bukan gak sih? De e lho yang paling perhatian ke kita. Masak sih? Kalau menurutku orang sih. Ada pokok nya.” Lanjut Chika.

Para siswa membersihkan jasad Ojie, lalu kini berkumpul didepan koperasi. “Gendeng impostor e.” Kata Digo. Farit berdecik malas, ia terheran-heran dengan kelakuan impostor baru itu. Bahkan sebagai impostor, Farit sendiri tidak mau membunuh teman-teman nya. “Ngene iki ngerepoti wong repot. Bangkek.” Gumam Farit. Rafi menghela nafas panjang. Akhir-akhir ini ia menyadari jika Cinta tidak mengirimkan pesan pada nya. Rafi menatap Dzaky, Farit, Digo, dan Otniel. Lalu beralih menatap Bagus yang duduk disebelah nya. Siswa yang ditatap itu diam dengan wajah datar. Rafi menunduk, memejamkan mata berusaha memanggil Cinta. Namun tak ada jawaban sama sekali. Ia merasa ada yang tidak beres.

Setelah rapat sebentar. Rafi yang masih duduk didepan dan memejamkan mata nya kini perlahan membuka mata. Ia baru sadar jika teman-teman nya sudah membubarkan diri masing-masing, hanya tersisa Bagus dengan posisi yang sama. “Gus, Cinta kok gak jawab yo pas tak panggil?” Tanya Rafi ke Bagus. “Nak awamu ae gak ngerti, apa maneh aku.” Jawab Bagus dengan nada santai. Jawaban yang membuat Rafi sedikit kesal, tapi juga ada benarnya. Ini aneh karena Rafi belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Bagus menyuruh Rafi untuk masuk ke koperasi, sedangkan ia malah pergi entah kemana.

Para siswi tengah berada di kamar mandi sekarang. Sementara Lea hanya diam di ruang tari. Ia membuka laptop Putri kembali. Melihat satu arwah yang terdiam di dekat ruang OSIS. Jantung nya langsung berdetak lebih cepat karena merasa sedikit takut. Lea menelan ludah nya. Ia baru sadar jika ada tanda panah yang mengarah ke luar sekolah. Jika diikuti, tanda panah itu menunjuk ke gerbang sekolah. Lea yang mendengar suara para siswi, kembali memasukkan laptop Putri ke tas nya dan berlagak seperti tak melakukan apa-apa. “Gerbang sekolah.” Batin Lea. Lea berdiri dan membuka gorden jendela di ruang tari. Jendela itu menghadap ke gerbang sekolah.

“Eh rek. Duluan ae. Aku mau ke kamar mandi lagi, kaca ku ketinggalan.” Kata Livvi. Livvi berjalan sendirian. Setelah mengambil kaca milik nya dan keluar dari kamar mandi, ia bertemu dengan Bagus. Orang paling menyebalkan bagi nya. Livvi yang awalnya berhenti kembali berjalan menghiraukan Bagus. “Liv” Panggil lelaki tinggi itu. Livvi berhenti dan menoleh ke arah Bagus. Dengan langkah santai, Bagus berjalan mendekati Livvi. “.... Aku kepo peran mu. Kok isok Rafi bener-bener percaya nang awamu?” Livvi terdiam mendengar hal itu. Hobi Bagus masih sama, mengganggu ketenangan nya. Pikir Livvi sejenak. Helaan nafas terdengar dari perempuan berparas cantik itu. “Aku yo kepo ambek awamu. Kok isok awamu ngajak Rafi gae gabung nang koperasi bareng awamu?” Tanya Livvi balik. Bagus tersenyum mendengar hal itu, jawaban yang pasti akan dipilih oleh Livvi. Bagus sudah tau ini akan terjadi. “Soal e aku ngerti peran e. Aku bakal melindungi de e, tenang ae.” Livvi sedikit terkejut dengan hal itu. Bagaimana Bagus bisa tau? “Ojok kaget. Peramal onok siji maneh, bisa jadi iku awamu kan?” Tanya Bagus. Livvi tak menjawab, tatapan nya beralih menatap ke arah lain. “Emang nak aku peramal awamu yo bakal melindungi aku ngunu? Sepurane, tapi aku gak butuh.” Jawab Livvi lalu kembali berjalan meninggalkan Bagus.

Among Us (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang