5

738 94 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Aku mempunyai kenalan Ren, kita dapat pulang ke China dengan kenalan ku dia seorang pebisnis dari China juga. Pria itu dapat membantu kita"

"Benarkah? Kalau begitu kapan kita bisa berangkat?"

"Mungkin sekitar Minggu depan, aku akan mengabarimu lagi" telepon itu terputus, renjun menyimpan gagang telepon itu dengan perasaan berat. Disatu sisi ia tak ingin pergi dari Jeno namun sisi lainnya terus meraung untuk pulang menemui kedua orang tuanya.

Ia menatap Hanfu khusus untuk pernikahan nya dan Jeno. Berdiri kokoh di kamar mereka dengan jas lain disisinya. Begitu serasi membuat renjun semakin dilema.

Ia beranjak memilih pakaian dan menemui Jeno di ruang kerjanya. Malam ini mereka akan makan malam disalah satu restoran terkenal di ibu kota. Jeno mengajak nya seakan pertengkaran kemarin tak pernah terjadi, dan renjun hanya bisa menelan pahit penolakan Jeno.

"Jeno?"

"Iya sayang?" Jeno membuka kacamatanya. Menatap gemas renjun yang mengintip di celah pintu. "Aku mengganggumu tidak?"

"Tidak, kemari" renjun menutup pintu itu dan menghampiri Jeno yang menepuk pahanya. Kecupan di bibir ia terima begitu duduk.

"Kita jadi kan ke restoran itu?" Jeno yang mendusal ke leher renjun mengangguk. "Iya maaf aku baru mengajakmu"

"Tidak apa, aku tau kau sibuk hhnggh" renjun meremas rambut Jeno kala pria itu dengan kurang ajar menjilat dadanya yang kini terbuka. "Boleh ya?" Renjun yang ditatap seperti tak dapat menolak.

Renjun mengangguk dengan pipi yang bersemu. Jeno mengecup kedua pipinya dan mengangkat tubuh renjun untuk tidur telentang di meja kerjanya. Membuang berkas berkas itu ke lantai.

"Ahh jenhh"

"Aku akan pelan pelan"

Nyatanya Jeno bermain dengan kasar hingga dirinya harus dipapah begitu mereka sampai di restoran. Renjun mencoba menutup mukanya karena malu akan beberapa orang yang menatapnya.

"Maafkan aku" bisik Jeno. Renjun menggelengkan kepalanya dan duduk diikuti Jeno yang duduk di hadapannya.

"Renjun," Jeno menggenggam tangan nya, maniknya melebar melihat Jeno yang memasangkan sebuah cincin Ruby yang begitu memukau ke jari manisnya. "Untukmu batu Ruby yang aku rancang khusus untukmu. Hanya ada satu di dunia."

"Jeno…" renjun menutup mulutnya. Perutnya meletup letup. Saat ia memandang mata Jeno, perasaan menyesal mulai hinggap.

"I love you, huang renjun."

"I love you too, Jeno."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Opera; The Golden Sun Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang