9

655 62 2
                                    

Renjun menatap perutnya yang membuncit, Tubuhnya terbalut pakaian tidur yang nyaman. Terhitung sebentar lagi ia akan melahirkan seorang putra. Renjun sangat bahagia menyambut anaknya, walaupun dalam hati kecil renjun ia masih terpikirkan dengan orang tuannya.

Mereka menghilang begitu saja, padahal renjun sudah meminta jeno untuk mencari mereka namun hasilnya Nihil. Mereka tak dapat ditemukan. Renjun terpuruk, mimpinya hancur dalam sekejap. Menangis Pun Sepertinya sia sia, kini ia hanya mempunyai jeno.

Satu satu nya orang yang dapat ia genggam walaupun ada rasa kecewa setelah kejadian itu.

Renjun mengelus perutnya Saat ada gerakan bayinya. Sangat Menyakitkan namun membuatnya senang.

“Kau sudah siap sayang?” Jeno datang dengan jubah kebanggaan nya. Pria itu menunduk lalu mencium perut buncitnya. Tendangan kembali Terasa membuat keduanya terkekeh. “Anak ayah tak sabar bertemu hm?”

“Sshh jen… lebih baik kau bersih bersih lalu kita akan berangkat.” Ujar renjun, memasuki masa hpl mereka Sudah berencana untuk tinggal Di Rumah sakit—ibu kota. Jeno sudah menjamin segala hal yang ia perlukan.

“Baiklah, tunggu aku.” Jeno mencium pipi istrinya. Perasaan menggebu ketika jeno sadar sebentar lagi ia akan menjadi sosok kepala keluarga yang sempurna, menjadi ayah yang baik dan tentu suami yang baik untuk renjun. Hanya renjun seorang.

Renjun terkekeh, matanya berubah Sendu menatap punggung jeno. Tak dipungkiri rasa kecewa terus menghantuinya. Renjun berusaha mengeyahkan Perasaan Itu. Bukan salah jeno. Pria itu tak bersalah atas hilangnya keluarga nya.

Bergelut dengan pikirannya, renjun tak sadar jika kakinya Kini berlumuran darah. Renjun meringis, melirik ke bawah. Sontak tubuhnya melemas, menangis udara begitu sadar jika bayi mereka akan lahir saat ini.

“Jen… jeno!” Teriakkan renjun menggema. Sontak jeno yang tinggal memakai kemeja berlari Ke Arah renjun.

“Renjun!”

“Bayinya… jeno, bayinya akan lahir sekarang.” Jeno panik, ia buru buru menggendong renjun keluar. Perlahan membawa renjun di kemudinya, renjun terus terusan meringis.

Perutnya seakan di peras hingga ia menangis kencang. Matanya terpejam.

‘Tenang sayang, kau pasti bisa menahannya sebentar ya?” Renjun tak menjawab. tangan kanannya jeno ciumi mencoba menenangkan renjun.

“Istriku akan melahirkan!” Jeno berteriak di loby rumah sakit, sontak para perawat disana menghampiri jeno yang menggendong renjun. Tubuh mungil itu dibaringkan diranjang.

Renjun mencengkeram erat Jeno. Matanya terbuka Menatap sosok jeno disampingnya. Maniknya melotot begitu melewati Sebuah ruangan. “—ibu?” Renjun berbisik, menangkap sosok ibunya.

“Jeno… ibu ku” jeno menatapnya. Renjun terus mengucap ibu mengabaikan sakit di perutnya.

“Ssstt tenanglah, kita akan menemui ibumu setelah ini.” Mata renjun terpejam, bibirnya terus mengucap ibu. Renjun yakin ia tak salah melihat. Itu ibunya. Mereka ada di rumah sakit yang sama.


. . .




Opera; The Golden Sun Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang