Part 4 // Aluna

132 13 0
                                    

halo! ketemu lagi di cerita Sadam dan Thalia, enjoy <3

***

"Mama udah ngasih tau kamu belum?"

"Apa?" mata Sadam yang awalnya sudah terpejam, kini membuka setelah mendengar pertanyaan Thalia.

Sepasang suami istri itu tengah bergelung di atas tempat tidur. Sadam melirik Thalia di sampingnya, tatapannya mengarah pada langit-langit kamar.

Wanita itu tidak menunjukkan tanda-tanda mengantuk sama sekali, berbeda dengan Sadam yang sudah tidak tahan ingin cepat-cepat tidur.

"Besok siang ada makan makan kayak biasa di rumah eyang."

Setiap sebulan sekali, di rumah nenek dari Sadam, ada acara makan bersama untuk semua anak cucu keturunan keluarga Hadikusuma. Hanya acara makan makan biasa, tujuannya agar anak cucu keluarga tersebut berkumpul bersama.

Sang eyang selalu bilang kalau acara ini bersifat wajib, kecuali jika memang ada pekerjaan atau urusan yang tidak dapat diganggu gugat. Sadam dan Thalia sendiri, termasuk yang sering absen dari acara tersebut. Sadam karena bentrok jadwal manggungnya, sedangkan Thalia karena shiftnya di rumah sakit.

"Kalau kamu nggak bisa, bilang aja ke mama." setengah mengantuk Sadam mengusap kepala Thalia.

"Aku bisa kok."

"Kalau kamu nggak mau, nggak usah datang gapapa kok." Thalia terdiam mendengar saran dari Sadam.

"Aku mau... kamu sendiri besok bisa gak?"

"Aku free sampe senin."

"Yaudah besok kita dateng."

"Oke, sekarang tidur Thalia." Sadam merapatkan tubuhnya dengan Thalia kemudian kembali mengusap kepala wanita itu sampai lelaki itu tertidur lebih dulu karena tidak lagi bisa menahan kantuk. Sedangkan Thalia masih belum juga bisa tertidur, memikirkan besok akan menjadi hari berat baginya.

***

Thalia dibangunkan dari tidurnya yang rasanya baru beberapa jam dengan ketukan berisik pada pintu kamarnya. Berusaha mengumpulkan nyawa, dia melirik Sadam yang masih tidur nyenyak sambil memeluknya. Wanita itu kemudian berjalan gontai menuju pintu kamar, seraya memeriksa pakaian yang ia kenakan, memastikan telah terpakai dengan benar.

Ketika Thalia membuka pintu kamarnya, di hadapannya berdiri sosok anak perempuan yang tengah menunjukkan wajah cemberut.

"Mami! Aluna udah ketuk-ketuk pintu dari tadi, kenapa mami lama keluarnya?"

Yang baru saja mengomel adalah putrinya dan Sadam, Aluna.

Thalia bersimpuh, menyejajarkan tingginya dengan Aluna. Gadis kecilnya itu tampak sudah mandi, rapi dan cantik, serta mengeluarkan aroma sabun buah-buahan. Berbeda dengan Thalia yang baru bangkit dari tempat tidur, rambutnya bahkan masih acak-acakan.

"Maaf ya, mami baru bangun jadi lama buka pintunya."

"Kok mami baru bangun? Pasti mami tidurnya malam jadinya bangun kesiangan, padahal mami selalu larang aku tidur malam-malam." Thalia memejamkan matanya, merasa nyawanya belum terkumpul secara sempurna, tapi sudah diberondong ceramah oleh putrinya. Suara langkah telapak kaki kemudian terdengar dari belakang Thalia.

"Papi?! Papi pulang?!" Aluna segera melompat dalam gendongan Sadam. Laki-laki yang juga baru bangun itu hampir kehilangan keseimbangan ketika diterjang putrinya, beruntung ia sempat berpegangan pada pintu.

"Papi... Aluna kangen banget sama papi..." Aluna memeluk erat leher Sadam, begitu juga sang ayah yang mengeratkan gendongan pada putrinya. 

"Tadi papi dengar kamu ngomel ke mami, kenapa hmm?"

"Mami kemarin udah janji, katanya kita mau bikin muffin pagi-pagi, buat dikasih ke oma nanti, tapi mami malah bangun kesiangan."

"Maaf ya, ini gara-gara papi jadinya mami bangun kesiangan..." Thalia yang sudah bangun dari posisi bersimpuh, buru-buru menoleh ke arah Sadam yang kini juga menatapnya menggoda.

"Kenapa salah papi?"

"Tadi malam, papi baru pulang kerja, terus minta mami masak buat papi, soalnya papi laper banget jadinya tidur malam, akhirnya bangun kesiangan." Aluna menyimak penjelasan ayahnya.

"Sekarang mami mau mandi dulu, Aluna tunggu di sofa depan tv, okey?" Aluna mengangguk.

"Tapi papi temenin Aluna... Aluna masih mau sama papi..." Permintaan putrinya tentu langsung dituruti oleh Sadam. Pria itu membawa Aluna ke sofa di ruang tv dalam gendongannya, sementara Thalia bergegas untuk merapikan tempat tidur kemudian mandi.

Rasanya sudah sangat lama Sadam tidak bertemu dengan Aluna, sepertinya bulan ini ia baru pulang ke rumah sebanyak tiga kali. Kesibukannya untuk bekerja hingga harus ke luar kota, membuat laki-laki itu memilih singgah di apartementnya di pusat kota. Maka waktu kosongnya ini akan ia manfaatkan bersama Aluna.

***

Ketika sampai di rumah Eyang Sadam, sudah banyak yang datang. Sadam dan Thalia menyapa keluarga yang ada di sana, termasuk ayah dan ibu Sadam, serta sang tuan rumah Eyang Ratih. 

Sampai sekarang hubungan Thalia dengan keluarga Sadam belum bisa dibilang baik. Pernikahan mereka yang sejak awal tidak mendapat persetujuan membuat Thalia sulit diterima hingga sekarang. Hal ini juga lah yang membuat Sadam menawarkan agar mereka tidak perlu datang pada acara keluarga tersebut, karena takut Thalia akan merasa tidak nyaman.

"Oma... Aluna bawa muffin buat oma sama opa." Aluna menyerahkan kotak yang berisi muffin buatannya dan sang ibu, yang menurut Thalia tentu saja jauh dari muffin premium di toko kue langganan ibu mertuanya, tapi setidaknya masih bisa dimakan, kata Sadam begitu. Kalau pun nanti ibu mertuanya memilih untuk membuang muffin tersebut, Thalia sangat mengerti.

"Terima kasih Aluna sayang, nanti oma sama opa akan makan muffinnya." seusai berterima kasih kepada cucunya, ibu Sadam mengalihkan pandangan pada anak dan menantunya, "kalian cepat temui eyang, bulan lalu kalian sudah tidak datang." perintah itu ditanggapi anggukan oleh keduanya.

Begitu menghadap sang tuan rumah, Sadam dan Thalia langsung dihadiahi tatapan tajam. Sadam kemudian berbasa-basi dan minta maaf karena bulan lalu mereka tidak bisa datang, karena keduanya memang sedang ada pekerjaan. Tentu saja permintaan maaf tersebut tidak semudah itu diterima oleh neneknya.

Mereka kemudian beralih mengobrol dengan anggota keluarga yang lain. Thalia sudah berusaha mengawali pembicaraan namun hanya tanggapan seadanya yang ia dapat, hanya satu dua dari mereka yang mengajaknya berbincang, dalam hatinya berdoa agar acara ini cepat selesai.

"Sadam, kemarin gue ketemu temen-temen kuliah lo nongkrong, ada Yasmin juga di sana... mereka nanyain lo, katanya lama enggak join nongkrong, sombong katanya." kalimat itu datang dari Brian, salah satu sepupu Sadam.

Mendengar nama Yasmin disebut, membuat Thalia otomatis melirik Sadam, namun berusaha agar tidak terlalu kentara. 

Yasmin, adalah wanita yang pernah menjadi sosok penting di kehidupan Sadam. Sosok yang juga menjadi salah satu alasan mengapa Thalia belum sepenuhnya diterima di keluarga Hadikusuma.

"Tiap mereka ngajak nongkrong emang selalu bentrok jadwal gue, jadinya enggak bisa join, tapi gue sekali-kali masih nimbrung di chat di grup kok." Sadam menanggapi dengan cengengesan dan menghindari pembicaraan tentang Yasmin yang sempat disebutkan oleh Brian. 

Namun sepertinya upaya Sadam untuk menghindari topik tentang Yasmin tidak berhasil karena sepupunya yang lain malah ikut nimbrung. 

"Wah... lama enggak ketemu sama Yasmin, sekarang makin terkenal anaknya setelah ikut Putri Indonesia, udah jadi influencer, yang ini beneran influencer karena projek-projek sosialnya keren dan bagus banget." pujian itu datang Danar, sepupu Sadam yang lain.

Sadam melirik ke arah Thalia yang sedang berbincang dengan istri Danar. Posisinya tidak terlalu jauh dari mereka, namun Sadam berharap Thalia tidak mendengar pembicaraan mereka. 

Thalia mungkin akan terlihat biasa saja ketika mendengar orang-orang di sekitar mereka membicarakan tentang Yasmin, karena ini bukan yang pertama kalinya, namun tentu saja dalam hati wanita itu ada perasaan tidak nyaman.

***

terima kasih telah membaca, jangan lupa vote dan comment <3

DISTANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang