Bab 8

4.8K 28 0
                                    

Peringatan dari bang Kumar dan tante Meli yang selalu mengingatkanku agar berhati-hati pada keluarga Bahri malah membuatku penasaran dibuatnya.

Apa yang mereka lakukan hingga membuat kedua orang itu berkata demikian, padahal tidak ada hal yang aneh dari orang-orang disana.

Aku tak begitu peduli juga, aku sudah dewasa dan bebas untuk melakukan hal yang memang aku suka. Mau kenal dengan siapa, bekerja dimana semua menjadi hakku.

Pagi ini aku hanya membuatkan sarapan untuk pak Prama dan bu Selena. Bu Cintya dan pak Jonathan tentu pergi dengan urusan pekerjaan Masing-masing. Saat menyajikan makanan tadi, nyatanya pak Prama sudah duduk dimeja makan, menyapaku seperti biasa dan membuatku tersipu malu.

Aku sudah seperti remaja yang baru pertama kali suka dengan lawan jenis, masalahnya laki-laki yang kusuka malah suami orang.

Rasanya aku seperti menjilat ludah sendiri, mengatai tanteku yang berselingkuh, padahal aku sendiri malah menjadi selingkuhan. Tapi mungkin pak Prama hanya khilaf saja semalam karna tidak mendapat jatah dari bu Cintya.

“ Kamu udah ngambil barang-barang kamu? “

Aku dan bu Meta kini sedang melipat dan menyetrika pakaian diruang belakang.

“ Belum sempet bu, nanti siang kali ya, abis masak aku ke panti dulu deh, “ Jawabku.

“ Iya nanti kamu ambil barang-barang kamu aja terus nginep disini. “

Padahal tadi pagi bang Kumar sudah memperingatkan ku untuk tidak berada dirumah ini dan menawarkan diri untuk mengantarkan ke panti. Namun aku tak percaya padanya bisa saja dia memanfaatkan hal itu untuk minta bayaran dari tubuhku.

Tubuhku kini sudah dijamah dua laki-laki, kadang jauh didalam hati kecilku ada rasa sesal yang melingkupi. Aku hampir tidak pernah disentuh laki-laki hingga saat bang Kumar merenggut keperawananku malam itu. Kegiatanku dulu hanya sekolah, pulang dan main, itu saat kedua orang tuaku masih ada. Ketika sampai disini kegiatanku ya bekerja dan membantu panti. Namun akhir-akhir ini rasanya semuanya telah berubah, tak ada lagi kegiatan monoton dalam hidupku. Setiap harinya ada saja kejutan baru, dan akan kunikmati saja.

Aku baru saja menyelesaikan kegiatan melipat pakaian, dan bu Meta lagi-lagi memberi perintah.

“ Udah selesai kan? Bikinin teh buat bu Selena sama pak Prama, biasanya kalo disini, jam segini mereka suka ngobrol didepan sambil ngeteh. “

Sebagai anak baru tentu aku harus menuruti semua perintah babu senior ini, dan langsung membuatkan teh untuk kedua majikanku.

Aku membawa nampan berisi teh, dan beberapa kue ketempat bu Selena dan pak Prama berada. Keduanya nampak saling bersantai dikursi taman depan rumah.

“ Permisi pak, bu. Saya bawakan teh sama kue. “

Sepelan mungkin aku mencoba menyapa mereka, obrolan mereka terhenti sejenak. Bu Selena menatapku dengan senyum begitu pula dengan pak Prama.

“ Terima kasih Jana, kamu udah gak ke panti lagi? “ bu Selena bertanya sembari menyesap teh buatanku.

“ Mungkin nanti siang saya kepantinya bu, mau ambil barang -barang. “

“ Sama Prama sekalian aja, kamu jadikan Pram mau liat panti? “

Kepala bu Selena kini berganti menoleh kearah pak Prama yang malah menatapku. Aku sebisa mungkin tidak menatap matanya karna masih malu dengan kejadian semalam.

“ Boleh, nanti biar sama aku aja. “

Pak prama masih menatapku dan kini dirinya tersenyum penuh makna kearahku.

Trsst (Tersesat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang