Bab 4

11.4K 72 0
                                    

Setelah kejadian cekik mencekik leher yang dilakukan oleh bang Kumar tadi, nyatanya dia masih menagih mie rebusnya.

Cih! Tak habis pikir, masih Lapar juga ternyata!

Begitu mie matang, akupun langsung menyodorkan dengan kasar mie rebus yang kubuat pada bang Kumar yang kini duduk bersila didepan TV. Dalam hati, ku sumpahi bang Kumar tersedak mie dan langsung mati, dari pada kelamaan disini malah aku yang bisa mati.

Kuputuskan untuk menengok tante Meli di kamar untuk memastikan bahwa tante Meli masih bernyawa setelah bersama bang Kumar. Kubuka pintu kamarnya perlahan, kuintip sebentar kedalam kamarnya. Mataku menangkap keberadaan tante Meli yang tidur menelungkup dengan diatas kasur tanpa busana. Lalu kudekati tubuh tante Meli yang telanjang itu, nafasnya masih teratur khas orang tidur lelap. Aku bernafas lega, kukira setelah berhubungan, bang Kumar akan mencekik tante Meli juga.

Kududukan tubuhku pada ranjang tante Meli dan melihat kesekeliling kamarnya. Dimeja dekat ranjang kutemukan sebuah foto tante Meli dan suaminya, foto itu nampaknya diambil ketika mereka masih berpacaran. Lalu didinding kamarpun ada foto pernikahan tante Meli yang kini menjadi saksi perselingkuhan yang dilakukan tante Meli.

Sial!

Air mataku malah rasanya ingin keluar saat ini, membayangkan betapa hancurnya hati suami tante Meli melihat kelakuan istrinya. Selingkuhnya dengan preman pula! Aku yakin mungkin tante Meli hanya dibuat main-main saja bagi bang Kumar, orang seperti bang Kumar pasti sering bergonta-ganti pasangan. Aku jadi ngeri membayangkan mungkin saja bang Kumar sudah tertular penyakit kelamin, nanti kalau tanteku bangun akan segera ku suruh kerumah sakit untuk mengecek kesehatannya.

Gerakan pada kasur membuatku menoleh pada tante Meli, rupanya dia mulai terbangun, menolehkan kepalanya padaku dan mengucek matanya.

“ Jana? Ngapain? “

“ Mastiin tante masih hidup. “

Tante Meli tak merespon lebih dan bangkit dari tidurnya, duduk sejenak dikasur untuk mengumpulkan nyawa.

“ Kumar mana? “ kepalanya menoleh ke kanan dan kekiri. “ udah pulang? “ .

“ Didepan, lagi makan mie. “

Setelah mendengar ucapanku tante Meli lalu bangun dan memakai pakaian nya yang berceceran dilantai. Tubuhnya dia bawa untuk keluar dari kamar dan meninggal kan diriku sendiri dikamarnya.

Astaga! Nampaknya aku akan sering tidur dipanti saja!

**

Esoknya rutinitas ku berjalan seperti biasa, mengemas barang belanjaan pesanan keluarga juragan dan siap mengantarnya. Kali ini aku akan memakai ojek saja, menggunakan angkot seperti kemarin sama lelahnya karna harus berjalan jauh dari tempat turun menuju rumah keluarga Bahri . Aku sudah bersiap untuk menuju ke pangkalan ojek, sebelum tante Meli malah memanggilku.

“ Sama Kumar aja Jan, dia juga mau kerumah pak Bahri. “

Kepalaku reflek mencari keberadaan preman pelabuhan itu, dan benar saja orangnya kini sudah duduk diatas motornya dengan rokok yang terselip dijarinya.

“ Aku naik ojek aja tante, “ jawabku menolak perintah tante Meli.

“ Udah sama Kumar aja, hemat ongkos na. “

Kalau sudah ada kata-kata hemat sudah pasti aku harus mengalah, bagaimana pun juga aku tetap pekerja disini. Dengan berat hati aku melangkah menuju kearah bang Kumar, tanganku yang membawa 2 kantong besar agak kesusahan untuk menaiki motor bang Kumar ini.

Aku tau kalau bang Kumar ini berengsek, hanya saja bisakah dia sedikit peka dan membantu untuk membawa kantong barang sebentar saja?

Namun akhirnya aku berhasil naik diboncengannya, tanpa kata lagi bang Kumar langsung melajukan sepeda motornya.

Trsst (Tersesat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang