Chapter 06. Pesta Sembilu

56 30 3
                                    

Telinga Yang Tuli Untuk Mendengar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Telinga Yang Tuli Untuk Mendengar...
Mata Yang Buta Untuk Melihat....
Mulut Yang Bisu Untuk Berbicara...

****○•○•○•○****

Sinar bulan menerangi jalanan yang gulita. Lolongan para anjing mulai terdengar hingga ke gendang telinga. Semerbak wewangian dupa yang diterpa pawana tercium hingga mencipta ketenangan. Saat ini Harmony tengah melanjutkan tugas rumahnya yang sempat tertunda, sembari mendengarkan musik dengan earphone yang tersemat di kedua telinga.

Kata demi kata ia ukir di atas kertas, menciptakan kalimat yang indah dengan diksi yang dahayu. Harmony merangkai kata di atas kertas sebelum jari jemarinya mulai menari-nari di atas keyboard. Sebagai seorang penulis ia harus tekun dan konsisten dalam membuat novelnya. Kalau tidak, sebagian para readers akan mencaci-maki, dan sebagiannya lagi akan menunggu atau meninggalkan Harmony dalam dunia aksara yang ia buat.

Harmony mengernyitkan dahi kala sayup-sayup suara memanggil namanya. Ia melepaskan benda itu dari telinga dan sejenak bergeming memastikan.

"HARMONY!"

Lantas Harmony bangkit dari dari posisi, meletakkan alat tulis serta earphone itu di atas meja belajar. "Iya pa, bentar," segera gadis itu berlari menuju sumber teriakan dari Kenandra.

"Ya, pa?"

Kenandra berbalik badan sembari menggulung lengan kemeja hitam yang sedikit memanjang. "Kamu budek?"

"Emm, tadi Mony habis belajar, pa." Jawabnya.

Kenandra menghela napas. "Nah, kayeh malu jani, cepet. 1 jam lagi kita berangkat."

"Tapi kita mau ke mana, pa?"

"Kamu lupa? Saat ini misanan-mu sedang ada acara di rumahnya."

Harmony mengernyitkan dahi, ia memutar bola matanya malas. "Boleh gak, pa, kalau Mony gak hadir? Papa kan tau sikap keluarga bibi ke Mony."

"Aduh, ternyata sifatmu pendendam ya? Lagian hal itu udah lewat. Entah sifatnya siapa yang kamu ambil. Pokoknya 1 jam lagi kita berangkat. Titik." Kenandra tak mau menerima penolakan.

Harmony menghela napas kasar. Tak mau membuat papanya semakin marah, segera ia kembali ke kamarnya. Gadis itu duduk sejenak di tepi kasur, ia mendongak menatap langit-langit kamarnya. "Gapapa, Mon. Kali ini pasti beda." Harmony memberi semangat pada diri sendiri.

Harmony beranjak dan membuka lemari yang penuh akan pakaiannya dan pakaian mendiang sang mama. Ia meraih dress hitam polos yang pernah di belikan Kenandra untuknya. Gadis itu meletakkan dress tersebut di sisi kasur. Tak mau membuat sang papa menunggu lama, segera ia bergegas membersihkan diri.

Sekitar sepuluh menit Harmony berada di kamar mandi. Gagang pintu kamar Harmony di buka, memperlihatkan Saras yang tengah mengedarkan pandangannya pada seisi kamar. Ia berjalan sembari netranya menari-nari mengitari kamar yang bernuansa sejuk. Dengan sarana yang ditata rapi, dan ruangan yang luas. Apalagi memiliki balkon tersendiri.

Hidup Itu Luka  [ Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang