Chapter 28. Selamat Jalan Di Laut Lepas

16 0 0
                                    

Akhir Perjalanan Kita Hanyalan Kematian
Umur Hanyalah Sebuah Angka
Kematian Akan Datang Pada Waktunya

****○•○•○•○****

Pagi ini, sang surya seakan takut untuk menyapa. Langit pun seolah sepakat untuk tak menampakkan warna birunya. Semesta seakan-akan turut melengkapi penderitaan Negara bersama dengan Melody. Harsa yang selalu mereka harapkan, seolah sangat sulit untuk mereka dapatkan. Kontemplasi di bawah langit kelabu pun hanya sia-sia. Nyatanya mereka semakin bersat dalam lara dan nestapa. Saat ini mereka tengah melalukan upacara ngaben, tempat persinggahan terakhir Harmony.

Negara terus memperhatikan tubuh Harmony yang kian dilahap api. Tatapan laki-laki itu terlihat sangat terluka, ia belum siap, ia masih ingin melihat senyum gadis itu. Dari semua hal yang ia lewati bersama Harmony akan terus di simpan di hati, selamanya.

Gadis yang selalu membuatnya tertawa, dan selalu mampu membuat Negara menghilangkan rasa lelah, kini telah pergi ke pangkuan semesta dan meninggalkan luka yang teramat dalam.

Hingga jasad gadis itu seutuhnya menjadi abu, barulah Negara merasa ada yang kosong dalam dirinya. Ia tidak akan bisa melihat wajah gadis itu lagi selamanya.

Melody terduduk lemas menatap bekas kayu pembakaran dan abu jasad sahabatnya itu menjadi satu. Ia masih tak menyangka akan kepergian sahabatnya yang begitu cepat. Rasanya baru kemarin mereka tengah bersenda gurau bersama.

"Kenapa, Mon? Kenapa kamu ngelakuin hal bodoh seperti itu ...?" lirih Melody.

Negara bergerak menghampiri Melody, lalu duduk di sisi gadis itu. "Udah Mell, Harmony pasti udah tenang di sana."

"Kenapa Harmony ngelakuin itu, Gar ...."

"Mell, ini salahku. Aku-" Napas Negara terasa tercekat, lalu ia menarik napasnya dalam-dalam. "Seharusnya aku gak ngediemin Harmony, seharusnya aku peduli sama dia saat dia dirundung ...."

Melody membelalakkan matanya, ia menoleh ke arah Negara dengan raut wajah terkejut. "Maksud kamu? Kenapa?!"

"Itu-"

"Harmony dicap sebagai pembunuh dan dirundung habis-habisan, karena mereka mengira, kalau yang melukai dirimu itu adalah Harmony," celetuk Saras. Gadis itu berjalan mendekat lalu duduk di sebelah Melody. Saras menatap abu jasad saudarinya dengan tatapan pilu.

"Mon, nanti aku tinggal bareng siapa di rumah?" lirih Saras dengan suara pelan.

"Ap-APA TIDAK ADA YANG MENJELASKAN KALAU ITU BUKAN SALAH HARMONY?!!" Melody bangkit menatap Negara dan Saras yang hanya bergeming tak menjawab.

"Kenapa ... KENAPA KALIAN HANYA DIAM SAJA? KENAPA TIDAK MEMBELA HARMONY!!!"

"Mell ... saat itu aku juga terbawa amarah, sampai-sampai-"

"SAMPAI-SAMPAI APA?!! SAMPAI-SAMPAI KAMU MENGABAIKAN HARMONY YANG DIRUNDUNG?!!" ujar Melody memotong kalimat Negara.

"Aku tidak tahu pasti apa yang terjadi, kamu tahu kan kalau aku masuk rumah sakit? Aku tahu kabar itu dari grup kelasku. Saat aku dirumah, papa marah kepada Harmony, jujur aku tidak tahu papa marah tentang masalah apa saat itu. Sore harinya, Harmony dipukul lalu diusir dari rumah, dia membawa lari sepedaku."

Hidup Itu Luka  [ Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang