9/Hari 1

46 11 0
                                    

Hara mempersilahkan Yoan duduk di atas sofa empuk di ruang tamu. Ia berdiri dan di sampingnya sudah terdapat papan tulis  serta ia meletakkan buku-buku di atas mejanya.

''Jangan bilang, agenda kali ini bukan les memasak?''

''Yes, untuk sementara waktu kita batalin les memasak. Ada agenda yang lebih penting daripada itu.''

Hara mengambil sebuah buku dan membuka lembaran halaman ke-50. Buku yang berjudul kumpulan cerpen menyayat hati. Cerita yang dibacakan Hara berjudul ibu. Ia membaca cerita penuh penghayatan sampai membuat sang pendengar menangis tersedu-sedu.

''Tamat. Tolong utarakan pendapatlu mengenai cerita tersedih di alam semesta yang gue baca ini!''

''Gue full happy dan terharu banget. I wish hubungan gue dan my mom gitu juga, te-te-tapi realitanya sungguh nyelekit.''

Hara memberikan solusi berupa menceramahi Yoan.

''Mamalu gitu karena...'' ucapan Hara terputus karena Yoan.

''B u n d a, bunda, gue manggil bunda. Kalo lu ngomong mama ga bakal berasa vibesnyah sama gueh.''

''Ooooo. Hm hm hm, Bunda lu semenjak lu jadi banci sampe hari ini, dia bukan lagi berada di rumah, bukan lagi di atas kursi atau apa segala macam. Tapi...''

''Tapi, Bunda lu di titik terlemah. Dia merasa menjadi Bunda yang tidak berhasil di dalam proses mendidik lu,'' Hara meneruskan.

Yoan bangkit dari sofa dan menatap tajam Hara.

''Why? Kenapa lu ikut campur urusan hidup gue? Lu ga punya wewenang,'' bantah Yoan.

''Gue punya wewenang, lu duduk manis aja di sini bisa ga!? Lu mau gue karate?''

Yoan mendadak duduk manis kembali di atas kursi. Ia lalu berpose imut dengan pose dua jari.

''Ga selamanya seorang Bunda selalu salah. Ada kalanya anak juga salah. Gue denger cerita dari Bunda lu, kalau dia udah berusaha dengan membawa lu ke psikolog sebanyak 10 kali. Tapi, virus yang melekat di diri lu kebal dan kuat.''

''Ooh,'' tanggapan Yoan.

''Lu tau kan biaya ke psikolognya udah berapa dihabisin ortulu? Berjuta-juta rupiah Yoan! Kalau gue jadi Bunda lu, mending gue beli tas Dior dan buang lu ke Mars.''

''Jijik banget sih gue jadi anak lu.''

Yoan beranjak berdiri dan merobohkan papan tulis Hara. Ia keluar dari Rumah Hara dengan perasaan tersakiti. Hara menarik tangan Yoan. Di luar akal, otot Yoan melakukan kerja. Ia mengeluarkan tenang yang cukup kuat menjatuhkan juara 3 karate nasional itu.

''Akh! Lu tega sama gue?'' kata Hara yang terjatuh kesakitan sambil menatap Yoan dengan air mata yang ditahan.

Yoan membalikkan badannya, ia masih memiliki rasa iba. Ia menyodorkan tangan kanannya dan membantu Hara berdiri. Ia mengucapkan permintaan maaf kepada Hara. Hara menangis seperti anak kecil. Yoan menyesali perbuatannya. Ia mengelus lembut punggung Hara.

''Maaf ya tuan putri, gue janji ga akan ngulangin ini lagi. Maafin gue ya sayang, please. Ga suka liat lu nangis.''

Jantung Hara berdetak kencang, Hara meletakkan telapak kanannya di sebelah kiri. Ia berhenti menangis dan menatap Yoan.

''Kenapa lu tampan bangeeeeeet!'' Tiba-tiba kata-kata itu meluncur dari mulut Hara.

''Siapa yang tampan? Jungkook? Ya udah sana, nonton youtube ya. Hari udah mau malam. Gue takut kena marah Bunda. Bye bye bye my friend,'' kata Yoan sambil tersenyum tipis.

Hara menatapi Yoan sampai tak terlihat lagi Yoan di matanya. Ia menutup pintu dan pergi ke kamarnya. Tiba-tiba sebuah tangan memegang bahunya.

''Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!'' Hara berteriak membuat burung-burung di atas rumahnya terbang sambil bersiul.

Hara tak berani melihat ke belakang. Ia berlari ke arah kamar dan mengunci pintu kamarnya. Kemudian, sesosok yang menyeramkan itu mengetuk pintu kamarnya tiada henti. Hara menelepon polisi ke rumahnya. Untunglah polisi sampai ke rumahnya dengan cepat.

''Astaga Hara yang bodoh, gimana itu polisi masuk rumah kalau pintunya gue kunci,'' ucap Hara di dalam batinnya.

''Hara! Ini gue Fura! Tetangga lu! Woi buka pintunya!''

Telinga Hara mendengar suara Fura. Hara membuka pintu dan memeluk Fura.

''Ah, ga ada hantu, hantunya gue,'' tegas Fura.

Singkat cerita, Hara dan Fura menuruni tangga bersama. Hara meminta maaf kepada para polisi karena sudah merepotkan mereka. Polisi pun pergi. Mereka sedikit jengkel dengan ulah Hara tersebut. Kemudian, Hara dan Fura melanjutkan cerita.

''Gue tadi lewat pintu belakang. Gue mau bilang ke elu kalau jangan lupa kunci pintu belakang. Nanti rumahlu kemalingan, baru tau rasa!''

Sesudah diomeli Fura, Hara langsung mengunci pintu belakangnya. Mereka pun melanjutkan obrolan di kamar Hara.

''Tadi gue melihat Yoan keluar dari rumahlu. Lu ngapain sama dia? Apakah kalian mengerjakan tugas sekolah bersama? Oh manisnyaa.''

''Ga. Ini semua karena bundanya.''

''Hei, lu gak boleh nyalahin orang tua.''

''Dengerin dulu cerita gue.'' Hara lalu bercerita panjang lebar agar Fura benar-benar mengerti kondisinya.

''Hehehe, kalo gitu ceritanya. Maap yah, gue ga bisa ngasih solusi. Maap banget, gue pamit ke rumah dulu ya. Gue dicariin emak bapak gue.''

Fura keluar dari kamar Hara diikuti Hara. Mereka menuruni anak tangga yang cukup banyak jumlahnya itu. Sesudah berada di dekat pintu, Hara memasukkan kunci pintu dan pintu pun terbuka. Fura keluar dari rumah Hara dan mengucapkan salam perpisahan. Hara kembali ke kamar. Ia menjadi frustasi sekali. Ia terlihat stres dan hampir depresi. Ia bercermin dan ia berteriak layaknya orang gila. Ia mengecap kehadiran Yoan di dalam hidupnya adalah sebuah malapetaka yang besar.

Gimana cerita kali ini guys??🍊🍋🍏
Semoga memuaskan dan kalian terus nantiin part selanjutnyaa🍇🌨🍐

Cuma Cerita BanciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang