Belakang Kota

112 3 5
                                    

2018

Jakarta tidak perna menyenangkan kecuali fakta bahwa Zara adalah bagian di dalamnya.

Tiba - tiba aja gue merasa sesak membayangkan jika gue di masukkan ke dunia yang nggk ada Zara di dalamnya. Hidup gue pasti jadi kisah kesepian yang panjang. Gue kawatir bahkan jus alpukat kesukaan gue bakal jadi hambar saat itu.

Pandangan gue terarah pada poster yang tertempel acak di majalah dinding kampus.
Terdapat wajah manusia favorit gue di sana dengan senyum penuh percaya diri. Zara dengan segala ambisinya. Otak gue tidak perna berhenti untuk meneriakkan kalimat "She's so perfect!"

Katanya jika menyukai kupu-kupu, jangan membeli jaring untuk menangkapnya, tapi buatlah taman.

Makanya, karena gue suka Zara, gue memutuskan menjadi anggota eksekutif mahasiswa yang ada Zara didalamnya. Karena gue kagum sama Zara, gue membaca semua buku yang dia baca di perpustakaan kampus. Karena dia manusia Favorit gue, gue menonton semua list film yang di review olehnya. Karena gue senang setiap kali dia menjadi bagian dalam pandangan gue, maka gue mendengarkan semua lagu yang ia rekomendasikan. Bahkan ada playlist bernama Zara di spoty gue.

Semuanya cuma supaya, mungkin...bener - bener mungkin, dia bisa gue lihat bahkan saat gue menutup mata.

Hari ini tanggal 14 Februari,  dan gue masi bingung gimana caranya memberikan coklat dan valentine gift di depan gue ini ke Zara. I mean, this is val's day , so gue nggak mau ngasih hadiah ke dia dengan cara maenstream kayak naru di loker pribadinya kayak biasa.

Wajah Bianca kemudian memenuhi semua ruang penglihatan gue. Entah sejak kapan dia bergabung dengan gue di gazebo yang letaknya agak rancu di antara kelas PR dan Jurnalis.

"Ngelamun mulu, kesambet kunti lenong lu ntar!"

Gue mendengus. Dari semua pilihan kalimat yang bisa Bianca ucapkan, kenapa dia memilih "kunti lenong" untuk mengotori udara hari ini.

"berisik lu ah" perhatian gue di curi oleh buket bunga Ester dan coklat yang ada di tangannya. "Penggemar lu banyak juga ya. Cewek populer emang beda si."

"Oh ini... bunga sama coklatnya buat lu kok. Happy Vals day btw."

Gue agak shock. Tapi tangan gue tetap saja mengambil buket Ester di tangan Bian.   "Eh tumben".

"Kata Randy". Sambungnya.

Rahang gue hampir jatuh ke lantai. Gue melirik ke sisi pundak belakang Bian dan menemukan Randy yang kayak punya kelainan mata disana.  Dari tadi ngedip ngedip terus,"Oh kirain dari elu."

"As if" celetuknya. Samar-samar gue mendengar kata fuck berbisik dari mulutnya.

Syukurlah Bian tidak bertingkah aneh di hari valentine ini. Gue bisa aja curiga ada pertanda buruk.

Setelah tau Randy yang memberikan Vals Gift itu, mendadak bungan dan coklat di tangan gue berubah berat. Seolah semua volume massa bumi berpindah ke dalamnya.

"Awas bunganya jatoh tuh. Pegang yang bener." Tegur bian seperti nyawanya ada di bunga ini.

Mungkin karena hadiahnya bukan dari orang yang gue harapkan, itulah kenapa gue memilih enggan membiarkannya berlama-lama di geondonhan tangan gue kemudian meletakkannya begitu saja di atas meja.

Tiba-tiba saja keberanian gue menyusut,tentang memberikan coklat ke Zara. Bagaimana kalau dia juga tidak mengharapkan hadiah dari gue? Maka bisa jadi coklatnya akan terasa pahit dan gift nya terasa berat di tangan.

"ini coklat buat gue ya?"

***

Ternyata, gue bener-bener cuma seorang pecundang. Dari pada memberikannya Vals giftnya langsung ke Zara... gue memilih mengendap-ngendap menaruhnya di loker gadis itu. Namun, hari itu agak berbeda, karena misi rahasia gue ketahuan oleh Zara sendiri.

"Hayooo ngapain kamu di loker ku?"

Gue merasa seperti maling biskuit yang keciduk. Zara itu lumayan tinggu untuk ukuran wanita asia dia berada  di 167 cm. Tapi ketika gue berbalik ke sumber suaranya, gue nggak perlu mendongak melihat wajahnya. Kali ini dia agak menunduk menyesuaikan dirinya dengan tinggi badan gue.

Dia menggunakan kemeja putih waktu itu yang sangat serasi dengan blue jeans di kakinya. Pundaknya menggendong tas gitar berwarna hitam. Semuanya tampak sangat cukup untuk membuat gue hampir berdecak kagum.

"Eh eh maaf kak.. aku cuma mau naruh ini di loker kak Zara. Maaf ya kak udah lancang."

Zara tersenyum geli, "kenapa nggak ngasih langsung ke orangnya aja. Kebetulan yang punya loker ada di depan kamu."

Sialan, gue salah tingkah.

"Eh iya ini kak. Happy Vals day." Sumpah, meskipun di awal gue pengen memberikan vals gift nya secara langsung ke Zara, cara seperti ini tidak perna gue rencanakan. Yang bener aja, masa harus ke ciduk dulu.. malu dong!

"Thank you yah, Gley. Btw ini apa isinya? Ku buka yah"

"Boleh kak.. tapi sebenernya aku malu."

Jari tangan Zara bergerak luwes menelanjangi kotak hadiah yang barusan gue kasih. Buku jarinya menonjol cantik yang bikin gue agak iri dengan gitar yang sering ia pangku.  "Malu kenapa? Eh yaampun pick gitarnya bagus banget Gley. Sekali lagi makasih ya."

"My pleasure kak." Napas gue berhambur bebas setelah melihat ekspresinya.

"Oh iya kamu masi ada kelas nggak?"

"Nggak ada sih kak. Kenapa kak? ada rapat BEM?"

"Enggak. Nggak ada ko. Aku mau pergi ke suatu tempat kamu mau ikut nggak?"

"Bareng ama kak Zara?"

"Iya. Mau nggak?"

"Mau. Tapi nggak bawa helm."

dia terkekeh. "Pake batok kelapa mau nggak?"

Bahkan jika itu bukan candaan gue bakal dengan senang hati make batok kelapa jadi pengganti helm asal boncengan ama dia. Gue pasti adalah fans paling sukses sejagad.

Ini adalah Valentine paling menyenagkan yang di adopsi kedalam cerita hiduo gue. Gue nggak perna membayangkan bisa jalan-jalan bareng kak Zara. Xsr 155 cafe racer miliknya melaju dan gue nggak tau itu kemana. Tapi kemana pun asal sama Zara gue sama sekali nggak keberatan.

Kita tiba di suatu jalan yang agak menanjak pada jam 18.23 WIB.  Tidak banyak lampu penerang di sana tapi masi mampu memperjelas ekspresi Zara ketika dia berbicara. Gue berdiri di pinggir jalan tanjakan dan agak terkejut menyaksikan pemandangan kota yang lebih baik dari sana.

"Ini keren bangat." Gue hampir nggak bisa mengeluarkan napas dengan benar.

"Nggak banyak yang tau tempat ini, tapi kalau bisa ngasi nama.. gue bakal sebut ini sebagai Belakang Kota. Karena.."

"Karena kita bisa melihat kota dari sini sedangkan kota tidak bisa melihat kita. Makanya disebut belakang kota." Volume dalam suara gue agak mengecil di akhir kalimat setelah agak terlambat menyadari gue baru saja menyelah Zara dengan apa yang hendak ia katakan.

Tapi dia terlihat tidak keberatan. Gue bisa melihat matanya melebar  dari balik kacamata bayonetta itu. "You exactly know what i'm about to say.. about what i mean "

Gue menahan kerutan dibibir, merasa geli dan malu secara bersamaan. "Kata buku yang aku baca, orang yang mengerti satu sama lain itu sebenarnya adalah satu jiwa yang menempati dua raga. Mungkjn kita kayak gitu."

"Kamu baca Logic of psycology ya?"

"Ehehe itu buku yang kak Zara baca." Ini bagian kedua dari hal memalukan yang terjadi hari ini. Gue harapa Zara nggak nganggap gue aneh setelah ini.

Di antara semua keadaan memalukan yang gue lakuin, mungkin ini adalah hal teraneh karena di detik berikutnya gue bisa merasakan hebusan napaa Zara menerpah wajah gue. Oh tidak lenih tepatnya bibirnya menempel di bibir gue secara aneh. Napas gue tersendat dan gue nggak tau apa yang sedang terjadi.

Ini pertama kali dalam hidup gue, berada dalam keadaan dimana orang lain menempatkan bibirnya di bibir gue.

Gue berada di antara perasaan ingin menangis dan tertawa. Lalu jantung gue seakan menciptakan lagu lagu yang belum perna gue dengar.

■□□●●♡●●□□■

Haii gissiu.. klo misal gue post mungkin itu karena gue lagi pen kabur sejenak dari menjadi manusia kek biasanya

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 09, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AnaheimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang