"Aku ingin bahagia, tapi sepertinya aku harus membayar mahal untuk itu. Sangat mahal sehingga orang seperti ku tidak mampu mendapatkan nya."
-Na Jaemin-
___________________________________________________Terdengar, derap langkah disebuah koridor sekolahan elit yang ada di kota itu. Seorang pemuda terengah engah kala sudah berada di depan pintu ruangan kelas nya.
Ia membungkuk pada sang wali kelas yang tengah mengajar, terlihat wali kelas tersebut yang sudah jengah menghadapi pemuda ini yang sudah kesekian kalinya telat masuk pada jam pelajaran nya.
"M- maafkan saya Pak." Ucap pemuda tersebut dengan nafas tersengal senggal dan keringat yang bercucuran di dahinya, rambut yang lepek dan seragam yang tampak lusuh.
"Ini sudah yang keberapa kali nya Na Jaemin?!" Tanya sang guru yang kerap di kenal sebagai Pak Jaehyuck.
"Sekarang pergi ke lapangan, hormat ketiang bendera dan jangan istirahat sampai pelajaran saya selesai. Sekarang!" Jaemin menghela nafas pasrah kemudian setelah menaruh tas nya di meja miliknya di paling belakang, ia pun melangkah kan kakinya menuju lapangan sekolah.
Sekarang sudah siang, matahari sedang terik. Seperti biasa banyak siswa siswi yang mentertawakan nya. Tidak sedikit dari mereka yang melemparinya dengan kertas.
Namun hal itu tak membuat nya terusik, ia tetap menjalan kan hukuman nya dengan baik. Hingga darah mengalir dari hidungnya tanpa ia sadari.
"Renjun~aa, bukan kah itu adik mu?" Tanya teman sekelas Renjun. Dejun. Renjun menoleh ke arah yang ditunjukkan. "Apakah dia mendapatkan hukuman lagi? Aish dia sangat berbeda dengan mu."
"Jelas berbeda, aku tidak pernah memiliki adik yang bodoh sepertinya. Sudah lah jangan merusak siang ku, aku ingin makan siang dengan tenang." Ucap Na Renjun setelah menatap malas sang adik yang sekarang tengah di hukum.
Pagi tadi seperti biasa Jaemin bangun pagi pagi memasak sarapan untuk keluarganya, bukan nya ikut makan. Ia justru disuruh menunggu mereka selesai makan jika ia ingin makan. Namun saat mereka selesai, tak ada sebiji nasi pun yang tersisa untuknya.
Ia mengelus perut nya yang keroncongan, mengambil roti tawar kemudian memanggangnya. Ia berharap Ayahnya menunggunya untuk berangkat bersama, namun seperti pagi pagi biasanya Ayah nya pergi begitu saja bersama saudara nya, Renjun. Tanpa berniat menunggu nya, kehadiran nya benar benar seperti tak di anggap di keluarga ini.
Yang menyebab kan nya telat adalah ia yang selalu berlari dari rumah ke sekolah. Padahal jarak rumah ke sekolah nya ber-kilo kilo jauh nya. Menaiki bus? Hah dari mana ia mendapatkan uang untuk itu.
Disebabkan tidak sarapan pagi tadi, Jaemin merasakan pusing luar biasa pada kepalanya. Penglihatan nya mengabur, telinga nya mendengung. Hingga perlahan lahan semuanya menghitam, ia jatuh pingsan di tengah teriknya matahari di lapangan sekolah.
"JAEMIN PINGSAN!!"
Setelah kejadian dimana ia merasa semua pandangan nya menghitam, Jaemin pun tersadar dan memandang sekitar dengan tubuh yang seakan remuk. Ia duduk sembari memegangi kepalanya yang rasanya begitu pening.
Memegang perutnya yang terasa keroncongan, matanya melirik jam dinding yang berada di dinding UKS. JAM 4 SORE!!
Ternyata hari sudah sore dan pastinya semua murid sudah pulang satu jam yang lalu. Ia benar benar pingsan selama itu dan tidak ada yang memperdulikan nya. Berjalan ke arah pintu UKS, memegang gagang pintu kemudian membukanya. Berjalan tertatih karena kepalanya yang terasa berat dan perut nya yang kosong.
Seorang remaja berusia 18 tahun itu melangkah kan kaki nya kesebuah cafe kecil tempatnya biasa bekerja. Seperti jadwal sehari hari nya, ia berkerja di cafe setelah pulang sekolah dan pulang sebelum jam 9 malam. Bekerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhan nya sendiri meski tak terpenuhi sepenuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Uri Jaemin || NOMIN ✔️
AcakJaemin, pria manis yang rapuh namun dituntut kuat oleh keadaan, entah apa tadir semesta untuknya. Diperlakukan tidak baik oleh teman teman nya, tidak diakui Kaka kandungnya, tidak diharapkan oleh keluarga nya. Akan kah ada saat dimana ia merasakan...