Ruangan bercat kelabu dengan beberapa tatto kit di atas meja tampak sepi. Hanya suara mesin yang sesekali terdengar. Di samping meja terdapat tatto bed tempat pria bertelanjang dada yang tengkurap dengan punggung sedang dilukis. Tinta yang keluar dari alat tato itu seolah menari di bagian belakang pria tersebut, membentuk pola kepala harimau yang artistik. Karya ciamik itu lahir dari tangan Naruto si pemilik studio. Seniman tato yang sudah berkecimpung di dunia itu dari sekitar lima tahun yang lalu.
Setelah memutuskan untuk keluar dari rumah megah keluarga Namikaze dan memilih membuka studio ini. Menjadi keturunan billioner, membuatnya merasa terbatasi. Sedangkan dirinya ingin bebas menjalani hidup. Tak ingin terkekang dengan aturan.Naruto membersihkan hasil karyanya dengan cairan khusus sebagai finishing. Kemudian dia melepas sarung tangan lateks warna hitam dan membuang ke tempat sampah di sudut ruangan.
Pria pelanggannya itu buru-buru melihat dari pantulan kaca besar yang tergantung di dinding. Ekspresi puas tergambar jelas di wajah pria Afro-Amerika itu."Kau memang tak pernah mengecewakanku," katanya setelah mengenakan kaos kembali.
"Terima kasih, Darui. Sering-seringlah mampir jika kau kebetulan berada di Tokyo," balas Naruto.
"Pasti. Aku juga akan merekomendasikan studiomu pada teman-temanku di Kanada."
Setelah mengantar Darui keluar dari bilik, tiba-tiba Shikamaru mendekati Naruto. "Ada apa?"
"Ada yang mencurigakan," bisiknya.
Mereka segera ke ruangan khusus Naruto. Kamar ini sedikit berbeda, di sini hanya terdapat meja dan monitor yang layarnya menampakkan tempat-tempat di dalam studio yang telah terpasang kamera pengawas.
"Lihat itu!" perintah Shikamaru sambil menunjuk ke layar.
Seketika Naruto mengikuti arah pandang asistennya itu pada monitor. Netranya menangkap gadis berambut panjang berdiri di teras studio. Laki-laki itu mengerutkan pelipis. "Kenapa?"
"Apa gadis itu salah satu teman tidurmu?"
Pertanyaan menohok dari Shikamaru langsung dibantah dengan gelengan keras. "Aku tidak mengenalnya."
Shikamaru melipat kedua tangan. "Lalu mengapa dia terus di sana sejak dua jam yang lalu?"
"Entahlah." Naruto menanggapi dengan tak acuh.
"Sebaiknya kau temui dia. Siapa tahu dia memang salah satu teman tidurmu yang terlupakan."
Seketika Naruto mengingat sesuatu. "Sialan!" Pemuda itu bergerak cepat menuju tempat gadis itu berada.
Naruto menarik kasar tangannya. "Siapa kau?"
Sang gadis kaget. Sorot matanya menunjukkan ketakutan. "Ma-maaf," cicitnya.
Naruto mengulangi pertanyaannya. "Siapa kau?"
"Aku Hinata. Hyuga Hinata," jawab si gadis sambil meringis kesakitan karena Naruto mencengkram lengan kanannya.
"Apa kau mengenalku?" cecar lelaki pirang itu.
Sedetik kemudian kepala Hinata mendongak menatap jernih iris biru laut milik Naruto. "Ti-tidak," ujar Hinata takut.
"Apa maumu?" Naruto melirik kanan dan kiri sekitarnya. "Apa kau orang suruhan si tua bangka itu?"
Hinata bingung. "Siapa tua bangka yang dimaksud lelaki ini?" bantinnya.
Segera Hinata menyangkal. "Apa maksudmu, Tuan? Aku ke sini hanya ingin membuat tato."
Mendengar penuturan gadis berkulit pucat itu, Naruto tergelak. Ya Tuhan, umurnya sudah hampir kepala tiga, mana mungkin dia bisa tertipu. Kalau hanya sekadar ingin membuat tato, untuk apa berdiam diri selama itu di serambi studionya.
Naruto tersenyum remeh. "Jangan bodoh. Kau sudah berdiri di sini selama lebih dari dua jam."
"Aku tidak berbohong. Sungguh!"
Terbit lengkungan miring di wajah Naruto. Ekspresi lelaki itu kentara menunjukkan ketidaksukaan pada Hinata. Dia yakin bahwa gadis ini adalah mata-mata atau orang suruhan kakeknya.Hinata tahu Naruto tak percaya padanya. Jelas terlihat dari sorot mata yang penuh amarah. "Sungguh! Percayalah padaku. Aku benar-benar hanya ingin membuat tato mawar di sini." Kemudian Hinata menunjuk tangan kirinya.
"Lantas menapa kau tidak masuk?"
"A-aku takut," tuturnya gugup.
Melihat mata Hinata yang mulai berkaca-kaca akhirnya Naruto menyerah. Lelaki itu mengembuskan napas kasar. Kemudian melepaskan tangannya dari lengan Hinata. "Baiklah. Aku akan melepaskanmu. Tapi kau masih punya urusan denganku."
Naruto menyuruh Hinata masuk ke dalam studio. Mereka kini berada di ruang tunggu bersama Shikamaru juga.
"Untuk apa kau berdiri di sana tadi?" Shikamaru pindah duduk di dekat Hinata berada.
"Aku hanya ingin ditato." Jawaban polos itu tetap keluar dari mulutnya.
"Mengapa kau tak masuk saja? Apakah kami menakutimu?"
Buru-buru Hinata mengelak. "Tidak. Tentu tidak. Hanya saja...."
"Hanya saja apa? Cepat katakan. Kalau tidak, kami akan melaporkanmu ke polisi."
"Tidak!" teriak Hinata. Gadis itu memperbaiki intonasi suaranya supaya lebih lembut. "Maksudku, tidak perlu sampai lapor polisi. Aku akan memberitahu kalian."
"Sebenarnya karena ini pertama kalinya aku datang ke studio tato, aku merasa gugup," sambungnya.
Hinata melirik Naruto yang duduk jauh diujung sofa. Dia tahu walaupun sedari tadi lelaki itu diam seperti tak peduli dan bermain ponsel, dia juga ikut menyimak. Hinata menengok yang berada di sebelahnya, Shikamaru masih menatap dengan antusias.
"Tapi sungguh, aku benar-benar ingin ditato. Aku hanya tidak yakin apa keputusanku ini benar."
"Kalau ragu, sebaiknya pergi saja dari sini," cakap Naruto sambil terus matanya tak lepas dari telepon genggam.
Shikamaru menatap Naruto. "Sstt... Mari dengarkan dulu alasannya." Kemudian Shikamaru melanjutkan perkataannya. "Apa ada yang mendesakmu?"
Hinata menggeleng cepat. "Tidak-tidak. Tak ada siapa pun yang memaksaku."
"Lantas?"
"Aku hanya ingin mendapatkan peran dalam pertunjukkan teater kampusku."
"Sejujurnya ini karena aku ingin mendapat penilaian yang bagus," tambahnya.
Hinata akhirnya bercerita jujur kepada mereka alasannya mengunjungi studio itu.
Shikamaru dan Naruto saling melempar pandang. "Jadi, kau ingin membuat tato agar bisa lolos casting?" Shikamaru memberi simpulan.
Hinata mengangguk beberapa kali.
"Tapi kau ragu dan takut." Shikamaru melanjutkan. "Apa seleksi itu penting?"
"Tentu saja. Sebagai mahasiswi tahun kedua jurusan teater di Konoha National University of Art, festival musim panas itu sangat penting," tegas Hinata.
"Aku harus berhasil memerankan karakter yang berlawanan dari kepribadianku," imbuhnya.
Mendengar itu Shikamaru justru terkekeh. "Apa kau ingin menarik perhatian seseorang?"
Gadis itu tidak merespon. Tapi wajah memerahnya adalah jawaban. Tepat sekali. Hinata memang bermaksud menarik simpati salah satu senior di kampus, Otsutsuki Toneri. Lelaki tampan yang mencuri hatinya sejak awal masuk perkuliahan. Selain berpenampilan menarik, Toneri juga senior yang ramah. Tak heran jika dia populer di kalangan para gadis.
Naruto yang sedari tadi diam, seketika meninggalkan Shikamaru dan Hinata.
"Hei! Naruto!" teriak Shikamaru sambil berlari menyusulnya.
Mereka berbicara di ruangan Naruto. "Kau tak ingin mengerjakannya? Apa sebaiknya kuusir saja?" tawar Shikamaru.
"Aku tidak suka paksaan. Jika gadis itu tulus ingin membuat tato, maka akan aku kerjakan. Tapi jika alasannya karena orang lain, aku tak sudi."
Shikamaru mengembuskan nafas. "Baiklah. Akan kusuruh dia pulang."
"Iya, dia memang harus segera pergi dari sini," ujar Naruto setelah Shikamaru keluar dari ruangan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet (NARUHINA)
FanfictionHinata dan Naruto sama-sama menginginkan kemerdekaan dan kebebasan atas diri mereka sendiri. Hinata yang lari dari desa ke kota dengan berburu beasiswa agar terlepas dari sang ibu tiri, sedangkan Naruto lebih memilih kabur dari kediaman keluarga bil...