Naruto melirik arloji yang terpasang di pergelangan tangan kirinya. Jarum jam menunjuk di antara angka dua belas dan satu. Setelah membersihkan peralatan, dia berniat pulang ke apartemennya yang berada di kawasan pusat kota. Sebab, sudah tiga hari dia menginap di studio, entah seberapa kotor tempat tinggalnya saat terakhir kali dia pulang.
Di mana Shikamaru? Lelaki jangkung itu sudah pulang dari tiga jam yang lalu. Tentu saja karena permintaan dari wanita cerewet yang tinggal bersamanya tiga bulan belakangan ini. Sejak mereka berkencan, Shikamaru jadi sering pulang lebih awal. Jika tidak, Shikamaru dan Naruto mungkin masih berada di sini sampai saat ini.
Ketika lelaki itu hendak menutup rolling door studionya, Naruto cukup terkejut melihat gadis itu masih berada di depan studio. Bahkan masih menggunakan pakaian yang sama dengan yang tadi siang dia kenakan. Hinata berjongkok di sudut teras studio sambil memeluk lutut.
Naruto menegurnya dari jauh. "Hei, apa yang kau lakukan di sini?"
Kepala Hinata menengok ke arah sumber suara. "Aku menunggumu."
"Apa?" Naruto kembali memastikan apa yang didengar.
Hinata bangun dari tempatnya, kemudian membersihkan celananya. "Aku menunggumu." Hinata mendekati Naruto yang masih berdiri di depan pintu.
"Sungguh! Aku benar-benar ingin ditato."
Naruto menggeleng. "Tidak," ujar laki-laki itu singkat.
Naruto hendak pergi, namun berhasil dihalangi Hinata. "Sebentar, Tuan."
"Jika kau tetap bersikeras untuk itu, sebaiknya cari studio lain saja. Bukan di tempatku."
"Tidak. Aku ingin di sini. Lagi pula aku hanya tahu tempat ini," cicit gadis itu.
Tak menghiraukan gadis di hadapannya, Naruto tetap berlalu.
"Akan kubayar berapa pun yang kau minta. Sungguh! Kumohon tolong aku."
Mendengar itu, Naruto langsung berhenti, tetapi raganya tak berbalik. "Uang bukan tujuanku membangun studio ini, Nona. Maaf aku tidak bisa membantumu. Silakan kau pulang dan jangan pernah kembali lagi."
Mata gadis itu mulai berkaca-kaca. Hinata meminta Naruto sekali lagi. "Aku mohon. Bantu aku. Aku harus mendapatkan peran itu agar beasiswaku tak dicabut. Pertunjukkan itu sangat penting bagiku."
"Ini permintaanku yang terakhir," ucap Hinata sambil menunduk.
Naruto mengembuskan napas kasar. Masih tanpa memutar badannya, lelaki itu berkata, "Baiklah. Datang lagi besok, karena studio ini sudah tutup."
Senyum Hinata mengembang setelah mendengar itu. "Terima kasih, Tuan."
Naruto berlalu menuju area parkir mobilnya meninggalkan gadis itu yang masih berada di depan studio.
"Tunggu!" seru Hinata. Gadis itu berlari mendekati Naruto ketika akan membuka pintu mobil.
"Ada apa lagi?"
"Bolehkah aku menumpang mobilmu? Aku sepertinya ketinggalan bus terakhir," ucap gadis itu polos.
"Merepotkan saja," batin Naruto.
Tapi apa yang dikatakan gadis itu memang benar. Ini sudah lewat tengah malam. Tak baik jika perempuan dibiarkan pulang sendirian. Karena masih ada rasa belas kasihan di dalam hati Naruto melihat gadis itu, akhirnya dia bersedia mengantar Hinata pulang.
"Baiklah. Aku akan mengantarmu."
Hinata tersenyum lalu masuk ke dalam mobil Naruto. "Terima kasih," katanya sambil memasang sabuk pengaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet (NARUHINA)
Hayran KurguHinata dan Naruto sama-sama menginginkan kemerdekaan dan kebebasan atas diri mereka sendiri. Hinata yang lari dari desa ke kota dengan berburu beasiswa agar terlepas dari sang ibu tiri, sedangkan Naruto lebih memilih kabur dari kediaman keluarga bil...