Shikamaru merogoh kantung celana jin, mengambil ponsel yang ada di sana. Dia membuka situs web penjualan pakaian dalam milik kekasihnya. Kemudian menyerahkan ponsel itu pada Naruto.
Naruto menarik alis sebelah kirinya ke atas. Kenapa Shikamaru memberinya ponsel padanya? Seketika Naruto menolak.
"Coba lihatlah," bujuk Shikamaru sambil tetap menyerahkan benda pipih itu pada Naruto.
"Hinata menjadi model utama dari butik Temari," tambah Shikamaru.
Naruto merampas ponsel yang diberikan Shikamaru, kemudian melirik gambar yang ada di layar. Menampakkan paras gadis yang mengalihkan atensinya belakangan ini. Dengan balutan berbagai jenis lingerie, Julia tampak mempesona. Apalagi permainan ekspresi wajah dan pose foto yang sedikit sensual membuatnya terlihat semakin bertambah seksi.
Lelaki blonde itu tak bereaksi apa pun. Naruto mengembalikan ponsel pada pemiliknya. Kemudian berlalu meninggalkan Shikamaru yang menatap bingung.
"Hei, Naruto. Tunggu!"
Shikmaru berhasil mengejar Naruto yang berjalan cepat sampai pintu depan.
"Baiklah, aku tak akan memaksamu lagi," ujar Shikamaru menyerah.
Setelah selesai mengunci semua pintu studio, Shikamaru menuju kendaraannya yang terparkir tak jauh dari sana. Ketika akan masuk ke dalam mobil, tiba-tiba Naruto juga ikut dan duduk di kursi sebelahnya.
"Naruto, apa yang kau lakukan?"
"Cepat, jalankan saja mobilmu."
Melihat tingkah Naruto, Shikamaru hanya menggeleng sambil terkekeh sambil melajukan kendaraannya.Sampailah mereka di kediaman yang ditinggali Shikamaru dan Temari. Di sana tak hanya mereka berempat saja. Ada banyak teman Temari dan Shikamaru lain yang bahkan Naruto tak kenal.
Suara bising musik dan bau alkohol yang menyengat memenuhi ruangan. Hinata yang tak pernah berpesta sebelumnya, hanya duduk di sofa sudut ruangan. Merasa agak pusing karena bau alkohol dan pandangan tak senonoh di sekitarnya, Hinata memutuskan pergi ke balkon. Rupanya di sana sudah ada Naruto yang sedang menatap pemandangan kota itu sambil merokok.
"Sepertinya kau sama sekali tak tertarik dengan pesta ini." Hinata memulai percakapan mereka.
Merasa mendengar suara familiar dari samping, Naruto menoleh. Tersenyum kecil setelah tahu pemilik suara itu adalah Hinata. "Benar. Apa kau juga?"
Hinata jauh ke pemandangan lampu-lampu kota yang terlihat dari sana. "Entahlah. Aku belum pernah ke pesta sebelumnya. Jadi mungkin aku belum terbiasa dengan ini."
Naruto menghisap rokoknya, kemudian mengembuskan asap ke udara. "Tidak perlu memaksakan apa yang kau suka dan apa yang kau tak suka demi menyenangkan hati orang lain."
Hinata yang mendengarnya dengan seksama perkataan Naruto barusan. Dia harusnya bisa lebih tegas dan menjadi diri sendiri. Hinata tersenyum. "Iya benar."
Naruto melempar pandangan ke arah Hinata yang sedang menikmati semilir angin dan taburan bintang di langit malam ini. Surai panjang indigo milik Hinata menari-nari terbawa angin. Membuatnya semakin terlihat mengagumkan. Membawa gelenyar aneh masuk ke dalam dada lelaki itu.
"Langit yang indah," ujar Hinata.
Naruto berkata dengan netranya yang tak berpindah menatap Hinata di sampingnya. "Iya, indah. Sangat indah."
Tiba-tiba Hinata menoleh ke arah Naruto, buru-buru laki-laki itu membuang pandangannya ke tempat lain.
"Apa kau mau minum bersamaku?" tawar Hinata.
Naruto membuang rokok yang baru dinikmatinya separuh kemudian menginjak puntungnya. Laki-laki itu menerima dengan senang hati. "Tentu."
Hinata tak ahli minum alkohol. Benar saja, baru minum segelas saja membuat kepala gadis itu pening. Tapi sesekali dia ingin menjajalnya. Mencoba hal baru yang tak dia dapatkan waktu di kampung halaman dulu.
Melihat hal itu, Naruto justru semakin tertarik. Naruto mengulas senyum. "Gadis naif," batinnya.
Hinata benar-benar tak bisa mengendalikan tubuhnya. Dia terhuyung hingga hampir terjatuh ketika hendak menghampiri Naruto. "Hei, Tuan. Bolehkah aku bermalam di tempatmu lagi?"
Tanpa aba-aba lagi, Naruto segera membopong gadis itu. Naruto mengambil kunci mobil Shikamaru yang tergeletak di meja. Dia tak meminta izin. Lelaki itu tahu, kalau sahabatnya sedang sibuk dengan kekasihnya.
Sampai di tempat tinggalnya, Naruto membawa tubuh Hinata yang masih setengah sadar dan merancau tak jelas ke kamar. Melepas sepatu hak tinggi gadis itu, lalu menyelimutinya sampai dada. Lelaki itu menunggui hingga Hinata pergi ke alam mimpi.
Naruto bergegas keluar menuju kamar mandi. Dia sadar apa bila masih di sana, mungkin lelaki itu akan berbuat khilaf pada Hinata. Dia harus mengendalikan hawa liar dalam tubuhnya. Segera dia mencuci wajahnya dengan air dingin. Naruto yakin kesadarannya masih penuh, tapi kewarasannya yang mulai hilang saat melihat wajah cantik Hinata yang sedang tertidur pulas.
Langit gelap perlahan menjadi cerah. Matahari sudah mulai meninggi. Cahayanya mengintip lewat jendela besar di kamar itu. Hinata membuka mata, melihat sekelilingnya yang asing.
"Di mana ini?" katanya dalam hati.
Hinata mulai mengingat kilasan apa yang terjadi semalam. Kepalanya pun masih terasa berat dan sedikit pusing. Gadis itu memeriksa semuanya. Pakaiannya masih sama seperti semalam. Gaun malam warna hitam yang sedikit terbuka di bagian dada. Gaun itu milik Temari yang dia pinjam. Karena Hinata memang tak membawa persiapan apa pun saat Temari mengundangnya kemarin. Pakaiannya yang sebenarnya bahkan masih tertinggal di tempat Temari.
Hinata duduk di bibir ranjang. Ingatan terakhirnya adalah saat dia minum bersama Naruto di balkon rumah Temari dan Shikamaru. Dia yakin ini adalah kamar pribadi Naruto, karena permintaannya pada Naruto semalam. Tapi di mana lelaki itu? Apa sudah pergi ke studionya?
Netranya mengedar ke penjuru ruangan. Kamar bernuansa akromatik itu begitu terlihat maskulin dan rapi. Kentara sekali pria itu begitu perfeksionis. Dia menurunkan kedua kaki dari tempat tidur, mulai berjalan keluar dari tempat itu.
Hinata sedikit terkejut ketika matanya berpotongan dengan Naruto yang berada di meja makan. Lelaki itu sedang makan roti lapis dengan segelas susu. Naruto membuat gestur tangan mengajak agar Hinata duduk di sampingnya. Hinata mulanya malu-malu ketika Naruto memberinya sarapan.
Hinata menikmati roti lapis itu. "Ini tidak buruk. Kau sangat pandai membuatnya. Apa kau sering makan roti lapis sebagai sarapan?"
Naruto menatap Hinata. "Aku biasanya tidak melakukan hal ini."
"Apa kau tidak memulai harimu dengan makan sesuatu?"
Naruto mengendikkan bahu. "Entahlah. Aku hanya makan ketika lapar saja."
Hinata mengangguk paham. "Apa hari ini kau akan ke studiomu?"
"Tidak."
Naruto merasa Hinata mulai tak nyaman dengan pakaian yang dia kenakan. Gaun yang terlampau seksi dan hampir membuatnya hilang kontrol semalaman. Pria itu meninggalkan Hinata. Tak berselang lama, dia membawa kaos hitam miliknya.
"Pakailah ini jika pakaian itu membuatmu tak nyaman."
Setelah menghabiskan makanannya, Hinata segera berganti pakaian di kamar mandi. Dia datang kembali ke hadapan Naruto yang sedang menonton acara televisi. Hinata memakai kaos Naruto layaknya mengenakan terusan di atas lutut. Itu justru membuatnya tampak lebih imut.
"Apa kau punya celana yang bisa kupakai juga?"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet (NARUHINA)
FanficHinata dan Naruto sama-sama menginginkan kemerdekaan dan kebebasan atas diri mereka sendiri. Hinata yang lari dari desa ke kota dengan berburu beasiswa agar terlepas dari sang ibu tiri, sedangkan Naruto lebih memilih kabur dari kediaman keluarga bil...