O2. Pertengkaran

76 18 6
                                    

Tapi, setelah dipikirkan, ada benarnya juga dari apa yang diucapkan oleh James. Kita memang bisa melakukan semuanya sendiri. Tapi, kalo ada hal bahaya yang menimpa pada diri kita, pastinya keluarga akan khawatir, kan? Jadi, ada baiknya jika aku sesekali meminta bantuan.

Setelah mengobrol lama dengan abangku, kini aku sedang sendirian lagi di kamarku. Kembali melamun sembari mengelus-elus bulu anjing yang sedang tertidur di kamarku. Entah mengapa, melamun adalah aktivitas paling menyenangkan bagiku. Karena, bisa sambil mengkhayal juga, hehe.

TING!

Lamunanku kembali buyar. Kali ini bukan karena suara ketukan pintu, namun karena suara notifikasi ponselku yang terdengar sangat keras. Bahkan, anjing peliharaanku sampai terbangun dari tidurnya akibat suara tersebut. Nasib baik ponsel ini tidak ku lempar karena aku terkejut.

"Kak Brandon?"

Dahiku mulai berkerut, melihat ponselku yang menyala dengan 1 notifikasi yang muncul. Ini kali pertama setelah 4 bulan yang lalu Kak Brandon mengechatku. Aku sedang tidak berkhayal, kan? Tolong, seseorang cubit pipiku untuk menyadarkanku.

TING!

TING!

TING!

Notifikasi pesan tersebut terus menerus berbunyi. Aku tidak ingin membuka pesan itu. Biarlah dia berpikir bahwa aku sudah tertidur. Aku hanya ingin membalas perbuatannya, walaupun aku yakin pembalasan ini hanya bertahan semalam saja.

KRINGG! KRINGG!

Huh, benar. Benar-benar gila manusia ini. Bisa-bisanya dia menelpon ku di jam 11 malam? Apa dia tidak tahu, kalau ada aturan bahwa tidak boleh menelepon seseorang diatas jam 10 malam?

"Ada apa?" tanyaku dengan nada suara yang tidak bersahabat.

"Ketus banget," ucap seseorang di telepon.

"Cepet, mau ngomong apa?"

"Kamu apa kabar?"

"Menurut kamu, kabarku baik atau engga setelah ditinggal 4 bulan tanpa kejelasan?"

"Iya, maaf. Hp aku disita."

"Terserah, aku mau tidur. Lain kali jangan telpon orang di atas jam 10 malam, ganggu waktu istirahat."

"Iya, maaf. See u sayang, love u." Segera ku matikan teleponnya.

Sangat malas mendengar suara laki-laki yang hanya bisa meminta maaf tanpa memberi penjelasan yang detail, lebih baik aku memilih untuk tidur agar bisa bermimpi sedang mengikuti fansign exo.

☄️☄️☄️

08.00 WIB
Jakarta, Indonesia

Tidurku terlihat gelisah saat cahaya matahari mulai memasuki seluruh sudut kamarku. Namun, aku belum bangun, aku hanya membalikkan tubuhku yang membelakangi cahaya matahari.

"Adek, bangun." Samar-samar aku mendengar suara wanita.

"Iya, 5 menit lagi," ujarku dengan tanganku yang membentuk angka 5.

"Udah jam 8, sayang, gak baik anak perempuan bangun terlalu siang."

"Iya, bunda, nanti Lize bangun kok."

Wanita yang dipanggil dengan sebutan bunda hanya menghela napasnya. "Yasudah, nanti kalo udah bangun, langsung turun ke meja makan aja ya."

"Iya, Bun." ucapku

Setelah mendengar aku berkata akan segera bangun dari tidurku, bunda kemudian membuka pintu dan keluar dari kamar. Aku yakin, 5 menit lagi akan ada yang datang lagi ke kamarku untuk membangunkan aku.

☄️☄️☄️

3 menit lamanya aku mengumpulkan energiku untuk menyapa dunia, aku segera bergegas ke arah kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi. Tidak perlu mandi, tanpa mandi pun aku tetap wangi hehe.

Setelah mencuci muka dan menggosok gigi, aku segera turun ke bawah. Aku menuju ke arah meja makan yang posisinya dekat dengan dapur.

"Selamat pagi, ayah, bunda." Aku mencium pipi dua orang yang aku sebut tadi.

"Kita gak di cium juga?" tanya Arsen.

"Engga ah, kalian bau."

"Yeu enak aja, kita berempat mah udah mandi," ujar Arsen.

"Kamu kali tuh yang bau, hidung sama mulut deketan sih." Alex mulai menutup hidungnya setelah meledekku.

Mendengar diledekin seperti itu, aku mulai mendekati Alex dan bernapas melalui mulut, "hah."

"Ih, bau jigong."

"Bodo, siapa suruh ngeledekin ka-akdkqk." Belum selesai aku berbicara, namun mulutku sudah dibekap oleh Alex dengan tangan kanannya.

Segera aku menendang kakinya agar dia melepaskan tangannya dari mulutku.

Dia meringis kesakitan karena tendanganku, "argh."

"Kalian sehari tanpa berantem gak bisa, ya?" tanya Bunda.

"Alex duluan tuh."

"Gak ada main salah-salahan kayak gitu." Ayah mulai menatap kami berdua dengan tatapan emosi. "Kamu juga, Ze, panggil abangmu dengan sebutan aa, jangan cuma nama aja. Gak sopan."

"Iya, ayah, maaf." ujarku.

"Minta maaf sama abangmu, jangan sama ayah."

Aku mulai menyampingkan tubuhku, menghadap ke arah Alex. Sebenarnya aku malas meminta maaf kepadanya, karena dia lah yang mulai pertengkaran ini terlebih dahulu.

"Maaf ya, a Alex." Aku memberikan tangan kananku untuk bersalaman.

"Cium pipi dulu," ujarnya sembari bersalaman denganku.

"Tuhkan." Aku menghela napas, dan kemudian mencium pipinya. "Udah, kan?"

"Nah gitu dong, baru ini Lize adiknya aa." Rambutku diacak-acak olehnya.

Setelah pertengkaran antara aku dan Alex selesai, kami mulai sarapan pagi dengan memakan masakan yang dimasak oleh bunda. Masakan bunda memang selalu enak, tapi sayangnya beliau tidak setiap hari memasak. Beliau hanya memasak jika sedang ingin saja. Jadi, biasanya kami memakan masakan pembantu kami.

Suasana mulai hening, hanya terdengar suara dentingan piring dan sendok. Aku ingin mulai pembicaraan, namun sepertinya bukan waktu yang tepat.

☄️☄️☄️

Hi peeps, ketemu lagi kita. Jangan lupa tinggalkan jejak kalian dengan cara vote dan komen, ya!

xoxo,
ninirooms.

HOW DARE YOU?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang