Gelombang Cemburu

35 15 16
                                    

Hembusan angin sepoi-sepoi menyentuh wajah Lala saat dia terbangun dari tidurnya yang tak terduga. Cahaya tengah hari menari-nari di mata gadis itu, membangunkannya dengan lembut dari dunia mimpi.

"Eh, buset, sepi amat nih kelas?" gumamnya dengan keterkejutan, menyadari bahwa saat pelajaran sebelum istirahat telah berlalu tanpa kehadirannya. Langkah ringannya melangkah keluar kelas, kesadarannya terhadap perut yang kosong membuatnya bergerak dengan cepat.

Koridor yang sejuk menyambut langkah panjang Lala, namun pertemuan tak terduga menantinya di pertengahan jalan. Dalam kecerobohan, bahunya menyenggol seseorang, memecah keheningan.

"Aduh, maaf, maaf," suara lembut Lala meminta maaf, namun tangannya tiba-tiba dicekal, membuatnya terdiam.

"Ish, apaan sih?" Lala memutar kepalanya, menemui sorot tajam Radit, ketua Pradana putra di Dewan Ambalan, yang memegang tangannya.

"Eits, mau kemana lo? Darimana aja?" Radit mencibir, wajahnya terbungkus dingin.

Lala terdiam, bibirnya terkatup rapat oleh kegugupan. Radit memandangnya dengan malas, "sekarang ke lapangan."

Tanpa banyak kata, Radit menariknya menuju lapangan, mengabaikan protes Lala. "Eh, Dit. Apaan sih, jangan tarik-tarik juga," keluhnya dengan wajah polos.

"Kalau gak ditarik, lo gak akan gerak," balas Radit dengan tegas, mencekram tangan Lala. "Diem."

Lala pun terdiam, pasrah dengan takdirnya yang membawanya ke lapangan, di mana pemandangan di sana menggambarkan kehidupan sekolah yang terus berjalan.

~~~~

"Dit, ada apa ini? Kok ramai banget," bisik Lala di telinga Radit yang malas berdiri di sampingnya.

Radit memutar bola matanya malas. "Salah sendiri, tidur sampai gak inget, hari ini seleksi calon anggota Pramuka," jelasnya.

Mata Lala membola sempurna, "Hah? Kok gak ada yang kasih tau gue sih?" Suaranya meninggi karena merasa tidak ada yang memberitahu tentang seleksi anak Pramuka baru.

Radit menatap Lala dengan tatapan dingin khasnya, "Siapa suruh tidur sambil gladi mati?" ucapnya seketika. Lala cemberut.

Di barisan yang berjauhan, Haha terheran mengapa Lala datang dengan pujaan hatinya. Mana Lala dan Radit dekat banget.

Haha semakin penasaran melihat kedekatan Lala dengan Radit. Ia berdecak sambil menggerutu tak karuan, "Lala kok bisa dekat banget sama Radit, ck!!"

Pemantauan Haha dari kejauhan semakin intens. Rasa cemburu yang meluap-luap membuat hatinya seperti terbakar. Meskipun begitu, Haha berusaha keras untuk menyembunyikan perasaannya agar tidak terlalu terlihat oleh orang lain. Well, sebisa mungkin sih.

Sementara itu, di sisi lapangan, Lala dan Radit tengah asyik berbincang tentang persiapan seleksi calon anggota Pramuka. Haha yang semakin penasaran dengan semua ini, tanpa bisa menahan keingintahuannya, akhirnya mencoba mendekati mereka.

"Oi, La!! Ngapain lu? Keliatannya dekat amat sama Radit," goda Haha, wajahnya mencoba menyembunyikan rasa cemburu yang terus membara.

Lala tersenyum misterius, "Alah, ga usah nanya lu tau aja kali gue ngapain, kan...? Lagi seleksi Pramuka, nih!"

"Oh, iya ... Gue sama Radit cuma teman, kok!" seringainya sedikit bangga.

Mata Haha membelalak. Seakan ingin melepaskan bola matanya sendiri. Lala hanya mengangkat dagunya dengan ekspresi heran melihat tingkah Haha. Bulat, seolah-olah ingin keluar dari tempatnya.

Teman apa teman sih? Bete banget! pikiran Haha dipenuhi dengan kejengkelan.

"Idih! Kenapa lu? Julid banget jadi adek. Gue coret dari kartu keluarga, mau?" seru Lala sambil tertawa, mencoba memecah keheningan dengan sentuhan canda yang khasnya. Aura keceriaan terpancar dari wajahnya, mengusir sedikit ketegangan di udara.

Haha, yang tak bisa menyembunyikan betapa betenya dirinya, melontarkan pertanyaan dengan nada penuh kekesalan, "Memang lu kepala keluarga?"

Lala mendengus, nada dinginnya menyusul, "Bukan. Lu aja kali, kepala dua. Tapi, karena gue tua. Gue punya kuasa. HAHAHA!!!"

Haha mencoba menghembuskan tawa kecil untuk menyamarkan rasa cemburunya, meski seakan-akan ia ikut dalam alunan tawa Lala. Namun, tawa itu hanya berperan sebagai topeng, menyembunyikan gelombang emosi yang kian menggelayut di lubuk hatinya. Wajahnya yang berusaha tersenyum memendarkan rasa tak nyaman yang terus membelenggu.

Sementara itu, Lala melanjutkan langkahnya dengan penuh semangat, meninggalkan Haha yang masih terperangkap dalam lautan emosi yang bergejolak. Haha, yang berusaha meredakan hatinya yang terombang-ambing, akhirnya berdiri sendiri di tengah keramaian, mencoba menyusun kembali pikirannya yang kacau.

Di barisan calon anggota Pramuka, Lala dan Radit terlihat semakin dekat, tanpa menyadari betapa Haha tertinggal dalam pusaran perasaannya sendiri. Kehadiran mereka di sana seperti menari di atas hati Haha, meninggalkan bekas-bekas kepedihan yang sulit diungkapkan.

Perasaan Haha yang terombang-ambing semakin terasa seperti perahu kecil yang terdampar di tengah lautan emosi. Ia hanya bisa memandang Lala dan Radit dari kejauhan, menyadari betapa sulitnya memahami kompleksitas perasaannya sendiri.

Salam manis MACA_RON142MakPluto, MangoSweet27, napriani6, & queen_skyy28

Keluarga DinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang