Hari Sial Lala

30 6 0
                                    

Halo para readers Keluarga Dino! Udah 2 bulan kami nggak update, maaf ya, authornya sok sibuk. Nih, kami kasih alasannya: lagi sibuk jadi dino-saur😂🦖

Happy reading ....

Menjelang sore, Haha turun dari angkot dan berjalan kecil menuju rumahnya. Sambil berjalan, ia merenungkan acara Pramuka di sekolah tadi.

"Kenapa sih Kak Lala bisa dekat banget sama Yayang Radit? Gue takut nanti mereka saling suka, terus gue ditikung," desah Haha sambil berbicara sendiri.

"Kenapa mukanya cemberut, Hah?" tanya Ikala dari teras toko kuenya yang tidak terlalu besar. "Lala mana, Hah?" tanyanya lagi karena tidak melihat anak sulungnya tidak pulang bersama Haha.

"Nggak tau, Bu. Tadi aku disuruh pulang duluan," balas Haha sambil membuka sepatunya.

Ketika Haha ingin bangkit dari duduknya, ia melihat Lala pulang diantar oleh Radit. Haha makin kesal melihat itu, ia melemparkan sepatunya ke arah Lala sebelum masuk ke dalam begitu saja.

"Woi, sakit, bodoh!" teriak Lala ketika sepatu milik Haha mengenainya.

Radit tersenyum melihat Haha, "Kenapa tuh adek lo?" tanyanya saat melihat jelas Haha yang seenak jidat melempar sepatu.

"Ntah tuh, dari pas acara Pramuka tadi, dia sensi banget sama gue," balas Lala sambil melihat ke arah jendela kamar mereka. "Suka kali sama lo," lanjutnya, dan mereka tertawa.

Ikala yang menyaksikan itu hanya menggeleng pelan, menganggap tingkah laku anak-anaknya lucu. "La, tolong bawa masuk sepatunya Haha," suruhnya, dan Lala mengambil sepatu milik adiknya, meski dalam hati menggerutu tidak terima.

Radit turun dari motornya, ia menghampiri Ikala untuk pamit pulang. "Tante, Radit pamit mau balik. Maaf, telat mengantar Lala pulang," ucap Radit sambil mencium punggung tangan Ikala.

"Iya, gapapa kok, terima kasih sudah mau mengantar Lala pulang," balas Ikala tersenyum hangat.

"Sama-sama, Tante," jawab Radit sebelum meninggalkan pekarangan rumah Ikala menggunakan motor kesayangannya.

"Seharusnya gue yang diantar pulang sama ayang Radit," gumam Haha berdiri di depan jendela melihat kepergian sang pujaan hati.

"Kak Haha kenapa?" tanya Tata yang berdiri di depan pintu kamar mereka. Haha sontak memandang adik bungsunya dengan sedikit senyum.

"Gapapa kok," balas Haha singkat. Tapi... Satu hal yang membuat Haha panik dan langsung menutup mukanya dengan kedua tangannya.

"Setan!" jeritnya. Haha tidak berani membuka matanya, takut melihat sosok hantu di depan pintu. Ruangan yang remang-remang semakin membuat Haha ketakutan.

Tata ikut teriak refleks dan menghampiri Haha, lalu memeluknya.

"Kak Haha mana setannya?"

Suara kecil yang mendayu tepat disebelah telinga Haha membuatnya membuka mata sedikit, tangannya terangkat untuk menangkup wajah kecil berwarna putih tersebut.

"Tata? Ugh, ini kamu?" tanyanya dengan mata yang melebar juga menatap intens wajah Tata.

"Ih! Iya Kak Haha! Ini Tata! Mana setannya?! Biar Tata ruqyah," ujar Tata memamerkan lengannya.

Haha mengusap dada sembari mendesah lega, juga melepas tangannya dari pipi Tata. "Yaampun, kamu pake apa? Kenapa wajah kamu putih begini?"

Tata tersadar lalu mulai mengusap wajahnya menggunakan tangan.

"Huwaaaa, masker Tata hancur! Perawatan Tata hancur! Tata gak jadi cantik! Nanti Toto lebih suka Eyang nenek itu dibanding Tata," teriak Tata begitu melengking. Kala mengingat musuh dunia percintaan bocah kecil itu.

"Dasar bocah!" cibir Haha memutar bola mata.

Ikala dan Lala mendengar perdebatan kecil dari dalam kamar Haha, karena tidak ingin terjadi apa-apa, keduanya langsung berlari menghampiri ke arah sumber. "Ada apa?" tanya Ikala panik.

Seketika Ikala dan Lala berteriak melihat wajah putih Tata. Lala yang panik langsung menghidupkan saklar lampu kamarnya. "Tata!" ucap Ikala setelah menyadari bahwa itu hanya masker.

"Apa yang kamu pake itu?" tanya Ikala.

"Masker punya Kak Lala," balas Tata tersenyum. "Biar cantik, biar Toto makin suka sama Tata," lanjutnya menghayal.

"Tunggu, tunggu, masker yang mana tuh?" tanya Lala mendekati Tata.

"Masker kulit buaya," balas Tata.

Lala terkejut langsung mengecek maskernya, ketika dibuka ternyata sudah tidak ada. "Maskerku!" teriak Lala kecewa.

"Hari ini pada kenapa, sih?! Sial banget aku, tadi dilempar sepatu sama Haha, sekarang masker limited edition ku dicuri Tata," keluh Lala sedikit memicingkan mata kepada kedua adiknya.

Senyum tipis tersungging di bibir Ikala, bagaikan lukisan Mona Lisa yang penuh misteri. Matanya yang teduh memancarkan kehangatan kasih sayang, menenangkan jiwa Tata yang resah.

"Yaudah sih, La. Untuk Tata lain kali jangan nakal, ya. Bungsu ini sudah cantik, kok," bisik Ikala dengan suara selembut sutra.

Tata menunduk malu, pipinya bersemu merah bagaikan bunga mawar di taman. Rasa bersalah menyelimuti hatinya, bagaikan awan mendung yang menutupi langit cerah.

"Iya, Ibu," jawabnya pelan, suaranya nyaris tak terdengar.

Lala, sang kakak, masih belum bisa meredakan amarahnya. Wajahnya memerah bagaikan tomat matang, matanya berkilat penuh kekesalan.

"Dasar kamu ya, Tata! Gara-gara kamu, maskerku habis!" teriaknya sambil mengambil bantal dan memukul Tata dengan penuh semangat. Sebut saja, pembalasan.

Tata hanya bisa tertawa dan berusaha menangkis serangan bantal dari Lala. Tawanya yang renyah bagaikan alunan musik yang menenangkan suasana yang tegang.

Pertempuran bantal pun terjadi di antara kedua kakak beradik itu. Tawa dan teriakan mereka mengisi ruangan, bagaikan melodi indah yang menghiasi rumah mereka.

Ikala hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. Dalam hatinya, dia tahu bahwa pertengkaran kecil ini tidak akan berlangsung lama. Cinta dan kasih sayang akan selalu mengalahkan rasa kesal dan amarah.

Keluarga DinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang