Chapter 17 : Detached from the Golden Cage

277 49 4
                                    

Jaemin menutup matanya ketika Donghae muncul di kamarnya dengan langkah tergesa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jaemin menutup matanya ketika Donghae muncul di kamarnya dengan langkah tergesa. Ia menggenggam kuat tangannya sendiri, siap menerima pukulan seperti biasanya. Tetapi tak ada yang terjadi. Ketika ia membuka mata, Donghae tampak berdiri di hadapannya, lantas segera duduk di samping Jaemin.

Jaemin tidak mampu bergerak. Tenggorokannya kelu, ia menyadari dirinya tengah ketakutan. Tak pernah sekalipun ayahnya mendekatinya tanpa alasan. Selama berada di rumah Chanyeol untuk sementara waktu hingga boleh melakukan perjalanan jauh, Jaemin menempati kamar tamu sebelah tangga. Ayahnya bahkan tidak pernah menjenguknya lagi sejak hari saat Donghae mengatakan akan membawanya pulang. Beberapa saat setelah sang ayah menamparnya ketika ia baru saja membuka mata. Wajar jika Jaemin ketakutan ketika mendapati Donghae menghampirinya.

"Jaemin tahu cerita tentang kakek bukan?" kata Donghae, bahkan tanpa bertanya terlebih dahulu keadaan Jaemin. Donghae hanya tahu Jaemin sudah boleh ia bawa pulang besok. Atas dasar fakta itu, ia ingin Jaemin kembali mengikuti keinginannya. Bagi Donghae, kondisi Jaemin sekarang adalah akibat dari Jaemin yang melawannya.

Jaemin terdiam. Ia paham ke arah mana pembicaraan Donghae akan membawanya. Jaemin pernah mendengar kisah itu dari Jeno. Cerita tentang kehidupan keluarga besar ayahnya yang sangat menderita akibat ambisi kakeknya untuk menjadi seorang pelukis. Kakeknya meninggal, bahkan meninggalkan hutang karena keinginan besarnya menjadi pelukis profesional. Donghae adalah orang yang melunasi seluruh hutang itu. Donghae yang berusaha sekuat tenaga, mengorbankan segalanya, bahkan kuliahnya harus terlambat, demi melunasi seluruh hutang ayahnya dan membawa keluarganya dalam kecukupan materi.

Jaemin mengerti ayahnya hanya trauma. Tetapi bagaimana jika hanya bakat itu yang Jaemin punya? Jaemin bahkan tidak tahu harus menuju ke arah mana selain menjadi pelukis. Hanya satu bakat itu yang dapat membuatnya merasa dihargai. Jaemin tidak ingin melakukannya untuk sekedar hobi, bagaimana pun juga, ia tidak pandai dalam segala macam ilmu pengetahuan, baik itu pengetahuan umum, sosial, maupun sains.

"Papa tidak perlu menceritakannya lagi bukan? Papa yang paling tahu betapa sulitnya memulai karir, Jaemin-ah," kata Donghae. Ia teringat bagaimana banyak orang merendahkannya ketika ia mulai membangun perusahaannya. Terlunta-lunta, sempat menurun hingga ke titik dimana ia yakin ia akan gagal, sebelum ia bertekad untuk bangkit dan berhasil mendirikan Yayasan Univertas di Hwacheon seperti sekarang. Universitas yang bahkan menjadi salah satu Universitas swasta terbaik di Hwacheon. Donghae hanya ingin memberikan pilihan yang mudah bagi Jaemin. Pilihan yang tidak ia sadari telah menyiksa Jaemin setiap hari.

"Kembalilah ke Hwacheon. Lanjutkan kuliahmu," kata Donghae lantas memeluk Jaemin dengan canggung. Jaemin hanya diam. Pikirannya berkecamuk. Apa yang harus ia lakukan? Haruskah ia kembali ke dalam sangkar emas yang menyiksanya seumur hidupnya? Hidup dalam kekangan yang sama sekali tidak membuatnya bahagia?

Ayahnya memang memeluknya, sesuatu yang jarang bisa Jaemin dapatkan. Tetapi mengapa tidak ada hangat yang terasa ketika seseorang mencintaimu sepenuh hatinya? Rasanya hampa dan Jaemin tidak menyukai itu. Bahkan ketika ayahnya beranjak pergi dari hadapannya, Jaemin hanya mampu duduk diam di tempat yang sama, menyadari mimpi buruknya akan kembali.

Painting the Horizon [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang