AWAL DARI SEMUA

3 2 1
                                    

00

Bulan menyinari malam yang mulai menetap. Angin menghembus membawa ribuan asap yang sedari tadi bergejolak. Tak ada satu pun yang tau, tak ada satu pun yang menjulurkan tangannya itu. Di kelilingi oleh mayat dan rumah rumah yang hancur termakan amukan api.

Miesyln yang duduk memeluk lutut yang dekil kotor tak bersandal, hanya bisa menangis terseduh sedu menatap ibunya yang terbaring tak berdaya didepannya. Sadar tak ada yang hidup selain dirinya. Beberapa menit sudah ia menangis ditengah' reruntuhan dan darah yang membanjiri kota. Ia menatap langit yang mulai gelap menari dengan jingga.

Tak lama akhirnya, matahari mulai muncul dan membawa sang kalbu.

"jika kau terus seperti ini maka kau juga akan mati."
   ucap seseorang yang tak dikenal. Dengan tiba tiba menjulurkan tangannya. Miesyln terkejut melihat tangan yg menjulur didepan wajahnya, sontak melihat ke asal tangan itu.

"Obeghina. Dharen Obeghina. Aku tersesat dipulau ini dan kebetulan aku melihat asap. aku mencari sumbernya asap itu, lalu aku melihatmu." Jelasnya ragu tetapi ia tak menarik tangannya yang menjulur.

Miesyln melihatnya dengan mata yang masih sembab dan tak menghiraukannya. Ia menepis tangan dharen dan menggendong ibunya yang sedari tadi berada di depannya. Dharen hanya melihat dan mengikutinya menuju ke batu besar seperti persembahan. Miesyln menempatkan ibunya didepan batu besar itu. Ia mulai kembali menggendong mayat lainnya dan melakukan hal yang sama seperti ibunya.

Tak yakin akan apa yang Miesyln lakukan, tetapi Dharen bersih keras membantunya. Perlahan Miesyln dan Dharen telah mengumpulkan semua dan menumpuknya didepan batu persembahan.

(maap ye bahasanya rada brutal🙏)

"aku tak tau kau siapa dan mau mu apa" ucap Miesyln memecahkan suasana usai  meletakkan mayat yang terakhir.

"sebenarnya" jawaban Dharen terpotong dengan suruhan Miesyln untuk duduk bersila disampingnya.

Miesyln memejamkan mata serta menggenggam kedua telapak tangannya. tak lama ia membuka matanya dan melihat Dharen yang berada disampingnya.

"jika kau merasakan pusing  tutuplah matamu. jangan beranjak sembarangan." Dharen mengangguk meneguk ludahnya.

Mendadak api merah kebiru unguan membakar seluruh mayat yang berada disitu.

"aveliosus ahnweuloe palaeina"

Baju kumuh, kotor yang dikenakan Miesyln seketika berubah menjadi baju kesatria berwarna merah keemasan. Kini rambut terurainya terjepit dengan jepit api keemasan. Pedang yang bewarna biru keunguan juga tiba tiba muncul dihadapannya dikelilingi api yang melekat hitam.

Dharen yang melihat itu mendadak pusing dan menutup matanya karna teringat ucapan Meisyln.

"aku tutup semuanya dengan tinta. dan aku robek halamannya dengan lidah." ucap Meisyln yang membuat Dharen yang mendengarnya langsung tak sadarkan diri.

-------???-------

"seharusnya kau menutup telingamu." ketus Miesyln yang melihat Dharen terbangun lalu menyodorkan minuman untuknya. Dharen meminumnya tanpa ada rasa curiga

"apa kau tak takut aku menaruh racun?" tanya Miesyln

"jika terjadi maka seharusnya kau sudah membunuhku sedari tadi Miesyln." jawab dharen lemas. Miesyln bingung mengapa ia tau namanya tanpa perkenalan.

"aku mencarimu. bukan bukan, bukan aku"  Dharen menggelengkan kepala lalu melanjutkannya "tapi, kami mencarimu" Miesyln yang mendengarnya tak terkejut dengan itu.

"baiklah lalu kita harus kepulau mana untuk berkumpul dengan lainnya?" tanya Miesyln tanpa sungkan. Miesyln melemparkan tas kearah Dharen dan keluar dari pondok yang dibuatnya dengan kayu dan daun sederhana.

"Sepertinya kau juga bermimpi yang sama selinnn!! kita memang ditakdirkan bersama!" Teriak Dharen kegirangan. Ia berlari menggenggam satu tangan Miesyln menuju perahu yang ia naiki.

ternyata memang dia sengaja tersesat dan menyembunyikan perahunya di pulau ini. batin Miesyln memperhatikan sekitar. Tak lama menyiapkan perahu dan bekal perjalanan. Mereka memulai berlayar dengan perahu sederhana yang hanya sanggup menampung 3-5 orang saja.

Terombang ambing ditengah lautan. Bermalam dibawah bulan yang menjaga laut pasang. Arah angin yang tak kenal tenang. Mata sembab Miesyln tidak ada lagi, karna berubah menjadi coklat kehitaman akibat kelelahan. Tidak kenyamanan tidur diatas kayu yang lembab membuatnya tak bisa memejamkan matanya.

Kini matahari mulai menjalankan tugasnya. Berada diatas kepala yang menyinari seluruh semesta. Perahu mereka mulai bersinggah di pulau yang cukup terbentang luas. Seluruh permukaan penuh dengan tanaman dan pohon yang rimbun terawat. Terlihat sebuah rumah kayu kecil sederhana yang berada di bibir pantai. Miesyln yang turun dari perahu melihat seorang gadis cantik dengan rambut pirang terurai. Gadis itu mulai berlari kecil mendekat ke arahnya.

"itu Rain" jelas Dharen yg berada disamping miesyln. Ia mulai melambaikan tangan dan meneriaki nama gadis itu. Miesyln berfikir 'mengapa dia jauh jauh menghampiri kita padahal kita juga akan kesana' batinnya heran.

Mereka berkenalan sembari berjalan menuju rumah kecil itu. "Rainvy Laureva"kenalnya dengan senyuman manis diwajah putihnya itu. Sembari memakan makan siang mereka mengobrol tentang pulau dan masih banyak hal lagi. Hingga salah satu dari mereka bertanya "apa kalian bermimpi hal yang sama seperti ku?"

"tentu saja. awalnya aku pikir itu kebetulan. tapi selalu saja muncul dan semakin hari seperti nyata" celetuk Rain sembari mengunyah buah pir.

"kalau begitu bukannya seharusnya kita berempat?" tanya Miesyln sedikit ragu.

"iya. tapi aku tak pernah memimpikannya" jelas Dharen karna seharusnya yang menyatukan mereka adalah Dharen.

"mungkin suatu hari nanti? sudahlah kita jalani saja dulu" ceplos rain menenangkan suasana.

Semakin hari semakin lama, mereka menjadi lebih akrab dan mulai membangun sebuah desa. Banyak pendatang tanpa elemental ataupun yang ber elemental mulai berdatangan. Mereka saling melengkapi dan tak pernah ada rasa arogansi. Tentu saja Miesyln memimpin semuanya sebagai perwujudan sempurna elemental pertama. Hingga Elloe ghiand datang dengan elemental baru.

"Ghiand Elloe. Penyempurnaan sempurna Angin."
     Angin menari dengan kabar tak kunjung henti. Tapi mata dan lidah menyayat hati.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 28, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EL-MIDORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang