Pukul satu siang, sinar matahari menciptakan bayangan panjang di sepanjang jalan kota yang ramai. Di tengah jalan besar itu tampak sebuah mobil yang mengebut. Bukan tanpa alasan, mobil yang dikendarai Ricky tersebut melaju dengan kencang karena sang empunya hendak mengambil dokumen yang tak sengaja tertinggal di rumah.
Tanpa memedulikan orang-orang lain, Ricky bergegas menuju kamarnya sesaat setelah sampai di rumah.
Tumpukan berkas yang belum tersusun rapi di dalam kamar membuat Ricky agak kesulitan mencari. Ia mengira surat penting itu sudah berada di tasnya tadi. Nyatanya nihil, hanya ada MacBook di dalam sana sehingga ia harus kembali ke rumah.
"Ricky."
Panggilan Ruowei tidak membuat pandangan Ricky teralih. Tangannya masih sibuk menelusuri kertas-kertas kerja dihadapannya.
"Tuan!" Panggilan kedua, dengan suara agak keras di lantangkan Ruowei. Jujur saja dia keheranan melihat Ricky yang tergesa-gesa masuk ke dalam rumah, dan sekarang malah mengacak dokumennya sendiri di kamar.
"Hm." Ricky menyahut malas.
"A-aku baru teringat pada Ayahku. Bagaimana dengan janjimu waktu itu?" nada Ruowei melemah. Tadinya ia berniat menelepon Ricky untuk menanyakan perihal Chanjuan. Tetapi karena suaminya itu sudah berada di rumah, Ruowei memutuskan untuk bertanya langsung saja.
"Ayahmu sudah di rumah sakit sejak kemarin. Aku tidak pernah ingkar," jawab Ricky. "Dan jadwal operasinya..."
Ada sedikit sela sebelum Ricky melanjutkan. Dokumen yang dicarinya telah ditemukan. Dia tersenyum lega lalu menatap Ruowei kemudian. "Hari ini."
"Bawa aku ke Ayah sekarang!" Tidak disangka, Ruowei kembali meninggikan suaranya.
Mendengar permintaan mendadak itu, raut Ricky berubah masam. "Aku sedang sibuk," ucapnya langsung. "Lihat berkas ini, aku harus membawa ke kantor secepatnya."
"Antar saja, tidak masalah." Ruowei bersikukuh. Yang ada dalam pikirannya hanyalah bagaimana bisa menemui sang Ayah saat ini juga.
"Kau mau pernikahan pura-pura kita terbongkar? Untuk sekarang ini aku harus selalu ada di sisimu." Ruowei keras kepala, namun Ricky lebih. "Kita pergi besok saja setelah beliau selesai di tangani. Sekalian bersama Ayah dan Ibuku," final Ricky. Ia merapikan penampilan lalu bersiap kembali ke kantor.
Tidak terdengar sama sekali sahutan Ruowei. Saat Ricky memegang gagang pintu kamar pun dia masih terdiam. Hingga Ricky berbalik, dilihatnya bahu Ruowei bergetar. Walau dalam posisi membelakangi pintu Ricky tau. Ini kali keduanya melihat Ruowei menangis. Jika kala itu histeris, sekarang tanpa suara.
Ruowei sendiri tidak bisa menahan kesedihan jika menyangkut tentang Ayahnya. Dua hari tidak bertemu saja rasanya sangat menyakitkan. Apalagi mengetahui fakta Chanjuan akan segera di operasi dan dia tidak ada di saat-saat penting itu.
"Dasar cengeng! Cepat ganti bajumu." Meski awalnya bersikeras, Ricky luluh juga. Entah mengapa dia tidak bisa melihat Ruowei menitihkan air mata terlalu lama. "Hapus dulu air matamu, nanti orang-orang melihat."
Kendati berurai air mata, Ruowei tetap bersegera untuk mengganti pakaian. Dan sedang istrinya bersiap Ricky menelepon Krystian.
"Halo bos," sahut Krystian langsung.
"Datanglah ke rumah Ayah dan ambil dokumen penting yang akan ku titipkan pada pelayan," perintah Ricky.
"Baik bos, aku akan tiba dalam beberapa menit."
"Jangan mengebut bodoh, berkas ini lebih penting daripada nyawamu."
Usai berkata demikian Ricky menutup telepon tanpa menunggu tanggapan Krystian. Rumah sakit tempat Chanjuan dirawat memang berlawanan arah dengan Shen Group. Namun Ricky masih punya hati untuk tidak menyuruh Krystian berkendara sangat jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
ISTRI KONTRAK TUAN MUDA || Ricky ZB1
Fanfiction"Disukai oleh banyak orang ialah suatu keberuntungan. Tetapi dicintai olehmu adalah anugerah terindah dari Tuhan." -Ricky Shen "Semua manusia bisa pergi, bahkan setelah mereka berjanji." -Lin Ruowei Start: Dec 28, 2023 End: -