Sudah dua hari, hingar-bingar di alun-alun kota Henituse tak pernah padam. Kelap-kelip lampu kota seolah menggantikan redupnya cahaya bulan. Terlihat para pedagang meneriakkan dagangan mereka dan berusaha menarik minat pelanggan. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh masyarakat wilayah Henituse turut serta dalam merayakan hari ulang tahun yang ke-7 putra kembar tuan wilayah yang rencananya akan digelar selama tiga hari.
Diatas bukit berdiri mansion milik keluarga Henituse. Dari sana tepatnya dari balkon sebuah kamar terlihat seorang wanita berambut merah, dia melihat ke arah gemerlap lampu alun-alun dengan pandangan sendu.
"Ibu!"
Wanita itu tersenyum ketika mendengar panggilan dari anaknya. Berbalik melihat kedua anaknya datang menghampirinya dikamar, yang satu berlari kencang untuk segera sampai pada ibunya, yang lainnya berjalan santai dan ekspresinya menunjukkan seolah-olah dirinya telah dibangunkan dari tidurnya hanya untuk bermain.
"Cale, hati-hati," Jour itu berjongkok dan merentangkan kedua tangannya untuk menyambut mereka. Cale menubruk ibunya dan memeluknya dengan erat.
"Kim, kau tidak mau memeluk Ibu?" Kim memandang wanita yang merupakan ibunya itu dengan tatapan rumit. Jour memahami tatapan rumit putra bungsunya, "Kim anak Ibu, jadi kenapa tidak mau memeluk Ibu?"
Kim Henituse yang berusia 7 tahun, anak cerdik yang memiliki kepribadian pendiam dan tidak suka diatur juga tidak suka dipeluk apalagi dicium walaupun oleh ibunya sekalipun. Meskipun begitu, dia sebenarnya sayang dengan keluarganya hanya saja dia tidak tahu cara mengekspresikannya dan malu jika harus memeluk atau dicium ibu, ayah maupun kembarannya.
Berbeda dengan Cale yang memiliki kepribadian yang bertolak belakang dengan Kim. Jika diibaratkan, Cale adalah sebuah matahari dan Kim adalah bulan itu sendiri.
Cale lebih banyak bergerak ketimbang Kim yang selalu menghabiskan waktunya dengan berbaring di kasur dengan membaca buku. Bahkan diumur yang belum dewasa, Cale memiliki kemampuan dalam seni berpedang dan digadang-gadang akan menjadi pendekar pendang dimasa depan nanti.
Jour yang melihatnya memandang mereka dan tersenyum, kemudian dia memeluk kedua anaknya lebih erat lagi seolah tidak ingin melepaskan mereka. Kim yang notabene dari awal tidak pernah menyukai skinship walaupun dengan keluarganya sekalipun, mulai berusaha menarik dirinya dari pelukan ibunya.
"Ibu! Aku menang lomba lari dari Kim!" Ucap Cale dengan bangganya sambil menunjuk Kim.
"Huh? Tadi lomba? Dan jangan menunjuk orang dengan telunjuk gunakan ibu jarimu, itu lebih sopan," Kim kemudian menekuk jari telunjuk Cale dan menggantinya dengan ibu jari Cale saat menunjuknya.
"Tapi aku lebih tua darimu, kenapa aku harus sopan padamu?" Tanya Cale, dia maju dan berpose layaknya menantang Kim untuk adu argumen. Jour terkekeh melihat anaknya berdebat dengan aksen anak kecil mereka.
"Siapa bilang? Aku yang lebih tua darimu!" Bantah Kim, dia masih tidak bergeming dari tempatnya berdiri.
"Hah? Aku lahir lima jam lebih awal darimu, tentu saja aku yang lebih tua!" Cale mulai cemberut dan mencebikkan mulutnya.
"Kau tidak tau? Waktu itu aku mendorongmu keluar lebih dulu karena itu tugas seorang kakak." Jawab Kim dengan bangga. Merasa bahwa pembahasan mereka, terutama Kim, mulai melenceng, Jour lalu menengahi mereka.
"Anak-anak, kalian tidak mau camilan?" Saat mendengarnya mata mereka langsung berbinar. Padahal awalnya Cale akan mulai menangis terlihat dari air mata yang menumpuk di pelupuk matanya. Jour tersenyum melihatnya.
"Cale, jangan terlalu suka berdebat dengan saudaramu dan Kim, jangan tidur terus, buatlah momen bersama saudaramu juga." Kim yang mendengarnya mencebikkan mulutnya, "tidur itu kebutuhan."
KAMU SEDANG MEMBACA
❝𝗛𝗜𝗠❞ ||【𝐓𝐫𝐚𝐬𝐡 𝐨𝐟 𝐭𝐡𝐞 𝐂𝐨𝐮𝐧𝐭'𝐬 𝐅𝐚𝐦𝐢𝐥𝐲】
FanfictionDunia mengetahui siapa itu Cale Henituse namun tidak dengan saudara kembarnya. Insiden yang terjadi di Desa Harris membuat gempar seluruh masyarakat di kediaman Count Henituse bahkan Kerajaan Roanpun sampai harus turun tangan. Pasalnya insiden itu t...