love hate (1)

6K 40 1
                                    


Warning: contains mature and explicit scene

Belakangan ini Naomi suka sekali dengan makanan dan minuman manis. Sudah dua minggu berturut-turut perempuan itu selalu mendatangi sebuah cafe yang menyediakan ice choco kesukaan Naomi. Namun, andai saja untuk hari ini Naomi mampu menahan keinginannya untuk meminum ice choco kesukaannya maka ia tidak perlu bertemu dengan seseorang yang paling ia hindari. Seseorang yang dulunya amat Naomi puja.

"Lo hamil?" Tanya Eric dengan pandangan tajam ke arah perut Naomi yang membesar. Pria itu bertanya dengan ekspresi ngeri, seolah Naomi bukanlah ibu hamil normal namun monster berperut besar seperti yang ia tonton pada series anime kesukaannya.

Naomi terdiam. Butuh waktu untuk menguasai diri dari keterkejutannya bertemu kembali dengan Eric.

"Lo hamil?" Eric bertanya lagi, masih dengan ekspresi ngeri.

"Nggak," perempuan itu mengelak. Ia mengambil tasnya yang berada di atas meja kemudian bergegas pergi.

Tidak mendapat jawaban yang memuaskan, Eric mengejar. Apa yang ia lihat dan apa yang ia yakini bersebrangan. Ia melihat Naomi hamil. Tapi logikanya menolak bahwa Naomi hamil. Eric bertanya sekali lagi. "Lo hamil?"

"Busung lapar."

"Ini hamil, sih." Naomi memutar bola matanya. Orang dalam keadaan shock memang biasanya menjadi bodoh. "Anak gue?" Eric menembak langsung.

"Bukan," Naomi menjawab pendek. Ia terus melangkahkan kakinya menjauh. Langkahnya terayun pelan sebab perutnya sudah membesar dan membatasi ruang geraknya.

Eric terus mengikuti. Pandangannya terus terarah pada perut Naomi.

Naomi berdecak. Merasa risih dengan Eric. Eric yang seperti orang bingung dan tolol ini seperti bukan Eric yang ia kenal. Meski begitu, tidak ada yang bisa Naomi lakukan selain keluar dari pelataran cafe ini dan segera mendapatkan taxi agar terbebas dari Eric.

"Anak gue?" Naomi tidak menjawab. "Nao?"  Eric menahan lengan Naomi. "Yang diperut lo anak gue?"

Naomi mengatur nafasnya sejenak. "Anak gue. Bukan urusan lo bapaknya siapa. Gue bapak sama ibunya. Puas?"

Satu taxi berhenti disamping mereka. Entah kapan Naomi memasannya, Eric tidak tahu. Pikirannya bercabang kemana-mana. Ia hanya memandang Naomi dalam diam saat perempuan itu memasuki taxi dan pergi begitu saja.

Ingatan Eric melayang pada suatu malam.

"Aahhh, emhhh jangan dalem-dalem," Naomi memberi peringatan pada Eric yang berada dia atasnya. Ia cengkram selimut erat menahan rasa nikmat bercampur perih di selatan tubuhnya. "Ric, aaahh please!"

Eric tidak memperdulikan peringatan dari Naomi. Saat ini isi kepalanya sedang kacau dan satu hal yang ingin pria itu lakukan adalah menyalurkan rasa frustasinya melalui Naomi.

"Pelannnhh," Naomi memberi peringatan sekali lagi. Bukannya mengindahkan perintah Naomi, justru Eric semakin mempercepat gerakannya di bawah sana. Memompa Naomi tanpa perasaan seolah perempuan itu hanyalah boneka tanpa perasaan. Tangan Naomi berpindah ke tubuh mengcengkram bagian yang bisa ia raih agar Eric memelankan gerakannya. Demi Tuhan, kalau begini Naomi besok tidak bisa berjalan dengan normal!

"Arghhh ahhh," Eric menggeram tertahan. Sebentar lagi ia sampai. Sedikit lagi. "Aaahh!"

"Puas?" Naomi menghardik.

Eric tidak membalas apapun.

Naomi meringis perih saat Eric mencabut miliknya. Berbeda dengan Eric yang justru kembali mendesah karena penyatuan tubuh mereka yang terlepas.

A Bundle of StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang