Saran dokter untuk mempercepat kelahiran dengan berhubungan suami istri dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh Eric dan Naomi. Keduanya seperti tidak memiliki rasa puas akan satu sama lain. Perut besar Naomi seakan bukan penghalang berarti. Bahkan keduanya seperti lupa tujuan dari melakukan percintaan sesungguhnya adalah membuka jalan lahir, bukan yang lain.
Sudah lewat lima hari dari tanggal perkiraan dan Naomi tidak merasakaan perubahan yang berarti. Saat bangun tadi perutnya memang sakit dan tegang, namun hilang begitu saja. Naomi sempat excited karena berpikir mungkin saja itu adalah kontraksi. Namun rasa senangnya hilang saat perutnya berubah normal kembali.
Eric sedang keluar sebentar untuk menemui kliennya. Naomi sendiri di rumah menikmati waktunya dengan membaca. Beberapa kali perempuan itu tidak fokus karena gerakan bayi dalam perutnya lebih aktif dan terasa lebih menyakitkan dari biasanya.
Mungkin kurang minum air putih. Naomi pelan-pelan bangkit dari duduknya dengan menjadikan sandaran sofa sebagai tumpuan. Perempuan itu berjalan pelan menuju dapur untuk mengambil air putih. Langkahnya berhenti saat ia menyadari ada sesuatu yang mengaliri pahahya. Tidak banyak tapi cukup membuat sebelah pahanya basah. Belakangan memang Naomi kesulitan menahan keinginan untuk buang air kecil. Tapi perempuan itu tidak menyangka kalau hari ini ia mengompol.
Hati-hati perempuan itu menuju toilet. Berniat untuk membersihkan diri sekaligus mandi.
"Aw!" Naomi mengaduh. Ia mencari pegangan di sekitar dan pelan-pelan mendudukkan diri di atas kloset. Ia mencoba mengatur nafasnya. Perutnya tegang dan sakit. Saat ia membuka kakinya untuk memberi ruang pada perut besarnya, Naomi sadar ada cairan putih kental beserta darah yang keluar dari selatan tubuhnya. Perempuan itu mencoba tenang dan mengatur nafasnya.
Ia selesaikan mandinya dengan cepat kemudian tidak menunggu lebih lama lagi perempuan itu langsung mengubungi dokter kandungannya mengabari keadaannya sekarang. Dokter tersebut menyambut dengan baik kabar darinya.
"Kamu masih berada di fase awal Nao. Tidak perlu terburu-buru. Kontraksinya belum intens kan. Si bayi bisa saja lahir besok atau lusa. Tetap lakukan stimulasi ya!" Kata dokter dari ujung telepon.
Tidak lama, Eric pulang. Naomi menyambutnya dengan bahagia dan langsung menceritakan apa yang baru saja ia alami sekaligus menceritakan kembali apa yang dokter katakan. Eric sama excitednya dengan Naomi.
Eric memberi Naomi banyak makanan kesukaannya. "Kamu harus makan terus, pasti butuh banyak tenaga buat melahirkan." Selain itu Eric juga membantu Naomi untuk merawat diri seperti melakukan scrub pada tubuh dan memakaikan makser wajah.
Malamnya, seperti hari-hari sebelumnya mereka bercinta. Awalnya Eric menolak, banyak cara yang bisa dilakukan untuk melakukan stimulasi dan rangsangan selain bercinta, tapi Naomi memaksa. Eric takut menyakiti Naomi dan anak mereka. Apalagi, beberapa kali ia mendapati Naomi meringis kesakitan sambil memegangi perutnya. Pada akhirnya, Eric tidak bisa menolak. Ia sangat menikmati malamnya bersama Naomi.
Pukul tiga dini hari, Naomi terbangun. Perutnya terasa lebih sakit dari sebelumnya. Perutnya sangat tegang, saat ia mengusapnya Naomi tersadar bahwa perutnya sangat keras.
"Ric," Naomi mencoba membangunkan Eric. Bukannya terbangun, Eric justru semakin mengeratkan pelukannya pada Naomi. Kasar dari kulit lengan Eric menekan puting Naomi, membuat perempuan itu merasa nikmat namun disaat yang bersamaan perutnya lebih mengencang. "Emhh, Ric lepasin," pinta Naomi merujuk pada dua hal, pertama pelukan Eric dan kedua adalah milik Eric yang masih bersarang di dalamnya.
Semalam saat mereka selesai milik Eric memang masih menegang, namun Naomi tidak sanggup untuk berlanjut ke ronde dua. "Biar di dalam aja ya sayang," kata Eric semalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Bundle of Stories
Romanceone shoot, two shoot, or more about love, mature, marriage, pregnancy, happy, and sad story.