Apakah kalimat itu benar? Cinta habis di orang lama, sisanya melanjutkan hidup. Gyani pikir kalimat itu hanyalah omong kosong semata. Nyatanya memang begitu. Gyani tersenyum getir menyadari kekalahannya."Shilaa."
Pelukan Gyani pada leher Niko melemah, begitu juga kaitan kakinya pada pinggul suaminya.
Nama perempuan itu lagi.
Alih-alih merasa nikmat karena hentakan pinggul suaminya yang semakin dalam dan cepat, Gyani justru memalingkan wajahnya ke samping.
"Shit. Fuck. Ahh Shilll."
Niko mengangkat satu tungkai Gyani ke atas agar miliknya lebih leluasa keluar masuk mengejar klimaksnya.
Gyani sudah tidak berminat. Hujaman terakhir dan klimaks Niko yang menyembur di dalamnya lewat dari perhatian Gyani. Tau-tau pria itu mengecup keningnya dan berlalu ke kamar mandi. "Thanks, Gy."
Lima menit berlalu. Niko keluar dari kamar mandi dengan handuk basah untuk menyeka bekas percintaan mereka di tubuh Gyani. Semenjak hamil besar, Niko selalu melakukan ini selepas mereka bercinta.
Gyani masih diposisi awal saat Niko meninggalkannya tadi. Perempuan itu tidak protes saat Niko membersihkan tubuhnya. Niko memakaikannya dalam kemudian terakhir memasangkan terusan tidur yang nyaman. Niko menyetel suhu ruangan sesuai yang Gya sukai, Gyani tidak suka dingin. Ia bungkus tubuh Gya dengan selimut sampai leher kemudian ikut bergabung dan memeluk perut Gyani.
"Night," Niko mengecup kening Gyani lagi.
Lima menit kemudian Niko jatuh tertidur, terbukti oleh usapan tangannya pada perut Gyani yang makin melemah dan sekarang terhenti. Air mata Gya turun satu persatu. Berlarian membasahi pipinya.
Jadi, dua tahun ini sia-sia ya? Bahkan setelah Gyani sebentar lagi mendapat gelar sebagai ibu dari anak Niko? Bukankah lucu. Gyani adalah istri Niko, wanita yang mengandung anaknya, tapi nama itu masih selalu ada. Kapan nama itu akan terhapus dari kehidupan pernikahan mereka.
Pertanyaannya, sanggupkah Niko menghapus nama itu?
***
"Gya kemana Mbak?"
"Tadi sih baca buku di taman depan, Pak. Emangnya sekarang nggak ada?" Niko menggeleng. Sepanjang ia memasuki halaman sampai ke dalak tidak ada sosok Gyani is temui. "Udah dari tadi sih Pak baca bukunya," Mbak Ina mengoreksi. "Mungkin Ibu di kamar. Saya soalnya di dapur terus."
Setelah mengucapkan terima kasih atas informasi yang diberikan Mbak Ina, Niko berlalu mencari Gya dikamar mereka. Nihil, tidak ada Gya disana. Niko melonggarkan dasi yang mencekik lehernya sejak pagi. Kemana Gya?
Rumah mereka tidak luas karena memang rumah ini hanyalah rumah sementara yang mereka tinggali sembari menunggu rumah yang sesungguhnya direnovasi. Tidak banyak ruangan di sini. Kalau di dapur, ruang tengah, kamar, dan taman depan Gya tidak ada kemungkinannya adalah Gya tidak berada di rumah. Niko bergerak cepat mengecek garasi dalam, mobil Gyani terparkir apik di sana.
Lalu kemana?
"Aw! Shhh sakit."
Telinga Niko menajam. Itu suara Gyani. Suaranya berasal dari rumah samping. Meski tersekat tembok, Niko dapat mendengar dengan jelas Gya mengaduh sekali lagi.
Langkah Niko cepat menghampiri sumber suara. Benar saja, Gya di sana. Duduk selonjor di teras dengan seorang laki-laki di bawahnya.
"Gya!"
Keduanya menoleh ke arah Niko.
"Niko."
Seperti adegan pada film action, Niko tidak repot-repot membuka gerbang setinggi perut di hadapannya, tapi justru langsung melompatinya. Aksinya itu membuat Gyani dan laki-laki berkaus hitam itu tercengang bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Bundle of Stories
Romanceone shoot, two shoot, or more about love, mature, marriage, pregnancy, happy, and sad story.