PART 2 🍀 SIMBIOSIS MUTUALISME. √

51 38 4
                                    

‧₊˚🍀༉‧₊˚.

Sepuluh orang siswa yang terdiri dari 5 orang kelas 12 termasuk Zaku dan 5 lagi dari campuran adik kelas tengah berkumpul di indoor SMA Diponegoro.

Mereka: Zaku, Edward, Albert, Aryo, Adi, dan 5 orang lainnya, duduk melingkar di tengah-tengah lapangan basket dengan seorang guru berdiri tegak di tengah-tengah mereka semua.

Mereka mendengarkan setiap perkataan demi perkataan yang keluar dari mulut guru olahraga muda tersebut dengan saksama.

"Paham?!"

"Paham!!" jawab mereka bersepuluh termasuk Zaku yang sudah masuk tim inti basket sekolah sejak kelas sepuluh.

"Oh ya, karena turnamen kali ini didukung penuh sekolah, jadi kalian akan diizinkan untuk berlatih pada jam-jam tertentu," guru tersebut menjeda ucapannya. "sebagai pengganti jam pelajaran kalian yang terpotong pada saat kita latihan pagi, nanti kalian bisa pilih mau ambil zoom meet dengan guru mapel masing-masing waktu malam, atau belajar bersama dengan peringkat satu di kelas masing-masing. Bebas, terserah kalian."

"Mending sama temen nggak sih?" Edward sebagai anak yang paling tinggi di sekolahan sekaligus sahabat dekat Zaku menepuk pundak Zaku yang duduk di sebelahnya. "bayangin aja,  malem-malem zoom meet sama Pak Borneo? Apa kata anjing gue coba?" lanjutnya yang tentunya mengundang tawa anak-anak lain termasuk Zaku.

"Nasib anak IPA tuh," timpal Albert--point guard dalam tim inti basket. "untung gue IPS."

"Yoo man, tapi tetep aja sih. Mending sama temen sendiri kali. Jadi lebih santai."

"Gue setuju sama Aryo, apalagi peringkat satu di kelas gue cewek," Adi menaik turunkan kedua alisnya yang langsung mendapat lemparan bola basket dari Ben--guru olahraga mereka sekaligus pelatih yang lebih sering dipanggil Koko karena umurnya yang baru dua puluh enam tahun plus keturunan Chinese.

Ben membuka kembali lembaran-lembaran kertas yang dipegangnya. "jadinya mau pilih mana kesepakatannya? Mau buat laporan ini."

"Temen aja, Ko," jawab Zaku yang disetujui oleh yang lain.

"Oke. Nanti gue hubungin peringkat satu di kelas lo semua. Tapi kita latihannya nggak akan sering motong jam pelajaran, cuma waktu-waktu tertentu. Gue masih mikirin nilai akademis lo semua ya! Jadi sebagai gantinya kita latihan setelah KBM selesai," Ben melirik Apple watch-nya, "Oh ya, siap-siap habis ini langsung latihan. Gue ke toilet dulu."

Setelah kepergian Ben semua berdiri dari duduknya. Mereka mendekat ke kursi tribun untuk siap-siap, dan melakukan tapping untuk mencegah cedera.

Zaku sendiri melekatkan kenesio tape berwarna biru itu pada pergelangan tangan kanan serta lututnya yang pernah cedera ringan saat tanding dengan salah satu SMA di Bali.

Setelah persiapan selesai mereka pun mulai untuk pemanasan yang dilanjut dengan latihan dribbling, lay-up, serta assist.

"Main-main!!" seru Ben sekembalinya dari toilet yang kini berjalan memasuki area lapangan. Mendengar teriakan Ben semuanya langsung menempati posisi masing-masing.

Sebagai center, Edward dan Ken berdiri saling berhadapan di depan Ben. Setelah bola dilambungkan oleh Ben, Edward ternyata lebih dulu merebut bola yang tentu saja langsung ia olah. Begitu bola sudah berpindah tangan permainan semakin seru.

"Kavin, Kavin!" seru Ben. "temponya mana heh?! Jangan cuma dribbling, anak SD juga bisa!" lanjutnya galak.

Orang yang tidak pernah melihat Ben menjadi couch pasti mengira bahwa Ben adalah tipikal orang yang sangat lemah lembut. Tipe-tipe cindo kutu buku dengan kacamata frame hitam tebal yang tidak pernah ketinggalan. Tapi ketika tahu aslinya, semua itu luntur. He's more than that!

Mixed Signal: Antara Kamu Yang Main-main Atau Aku Yang Tidak Tahu Cara MainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang