16. Realities and Obstacles

4.1K 522 95
                                    

RAMEIN DI KOMEN YA, VOTE JUGAAA ^^

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

RAMEIN DI KOMEN YA, VOTE JUGAAA ^^

Leminow ya bestiii kalo ada yang typo, tadi di laptop lupa ubah mark select text ke indonesian.

🛠️•••🛠️

Jika terjadi sesuatu atau pun tidak, Alvira selalu merasa canggung jika di dekat Varlenzo. Dia itu tipe laki-laki yang susah sekali di ajak bercanda, semua hal yang terjadi di lingkungannya seakan dianggap serius.

Hari ini bengkel tak seramai biasanya, sudah menjelang sore baru menyervis sekitar dua mobil dan satu motor saja, pun tidak ada yang memberi uang tip. Taro dan Alvira tengah beristirahat berharap ada pekerjaan baru, sedangkan Varlenzo entah sedang pergi ke mana.

"Alvira, kenapa Varlenzo lama sekali?" Taro mengusap kasar wajahnya sebab merasa geram Varlenzo tak kunjung pulang.

"Kau tanya sendiri pada Varlenzo, kenapa menanyakannya padaku?"

"Entahlah, belakangan ini dia sering sekali bepergian, apalagi malam."

"Malam? Pergi ke mana dia?"

"Kalau aku tahu sudah kuceritakan padamu, Alvira."

Alvira tak suka jika Taro memandangnya seperti orang bodoh, gadis itu melempar lap kotor ke arah wajah Taro. "Tak perlu melihatku seperti itu."

"Salahku apa?" Kedua bola mata Taro membulat, terperangah sebab wajahnya tiba-tiba mendapat lemparan lap kotor yang cukup keras.

"Sebentar lagi pasti dia pulang, bukannya hanya membeli oli dan alat-alat di bengkel yang sudah rusak?" Seenaknya Alvira tak memedulukan Taro. Jika seseorang bertanya tentang pertemanan dirinya dengan Taro dan Varlenzo ... mungkin Alvira akan menjawab pertemanan dirinya dengan Taro itu cukup lebih dekat dari pada dengan Varlenzo.

"Terserahlah, kalau dia tak kunjung pulang, sebentar lagi kita tutup saja dan kita pulang."

"Ubi Ungu, kau bisa marah?" Wajah Alvira tak bisa menyembunyikan bahwa dirinya saat ini tengah meledek.

Taro berdiri, berjalan ke luar untuk membaca situasi. Tak lama, laki-laki itu kembali dan duduk di tempat semula. "Varlenzo itu, dulu orang yang sangat ramah, terbuka, dan jarang sekali berkata atau bahkan bertindak kasar."

Di lihat dari raut wajahnya, Taro jauh sekali dari kata bercanda. Laki-laki itu berkata penuh keteguhan dan keseriusan. Jujur saja, sejak pertama kali dirinya mengenal Varlenzo ... Alvira merasa Varlenzo adalah seseorang yang tengah menanggung penderitaan yang membuat laki-laki sampai kehilangan jati dirinya.

"Kau mungkin pernah mendengar ucapan kasar Varlenzo padaku, apa yang kau rasakan?" Alvira ingin sekali mendengar tanggapan orang lain tentang perilaku Varlenzo padanya.

"Kenapa kau bertanya perasaanku? Bukankah seharusnya aku yang bertanya bagaimana perasaanmu?"

"Karena jika aku menjelaskan apa yang aku rasakan, tidak semua orang bisa mengerti itu. Intinya aku terkadang merasa sakit hati, tetapi terkadang pula aku merasa senang jika di caci maki oleh Varlenzo. Ini aneh ... tapi itu yang aku rasakan."

VARLENZO: Wound Healer [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang