25. A Bad Omens

5.3K 416 179
                                    

Challenges 250+ votes and 150+ comments

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Challenges 250+ votes and 150+ comments

🛠️•••🛠️

Menatap kosong halaman rumah, rintik hujan menjadi sahabat kala air mata yang bening menitik membasahi bajunya. Duduk di kursi roda merupakan cobaan terberatnya selama seumur hidup menderita kelainan tunarungu wicara. Kegagalan menjadi seorang ibu tengah dirasakan sepenuhnya oleh Ibu Sera.

"Yumi, kau adikku satu-satunya. Kau sudah banyak berkorban untukku dan juga untuk Alvira. Selain itu, kau juga memilih untuk tak berkeluarga demi aku yang berpenyakitan dan tidak bisa merawat putriku dengan baik." Ibu Sera berusaha untuk tak menoleh ke arah adiknya, ia tak mau tangisnya semakin pecah jika Bibi Yumi juga menangis karenanya.

"Sera, jangan berpikir aku terpaksa atau tertekan memilih pilihanku. Aku sangat menyayangi kalian melebihi apa pun."
Terdengar isak dari Bibi Yumi dan itu membuat Ibu Sera merasa semakin terpukul. "Kau Kakak perempuanku, dan Alvira adalah keponakanku. Kalian keluargaku, aku tak mungkin membiarkan kalian. Apa pun akan kulakukan demi hidup kalian karena kehidupanku juga ada dalam dirimu dan juga Alvira."

Setiap kakak pasti menginginkan adiknya hidup bebas dan bahagia, tanpa ada beban apa pun yang memikul memberati pundaknya. Namun, dalam takdir mereka ini berbanding terbalik, malah Bibi Yumi yang berperan layaknya seorang kakak. Betapa hancurnya, betapa remuknya hati Ibu Sera tatkala ia jauh menyadari sudah ada tiga kegagalan dalam hidupnya. Tak bisa menjadi kakak yang baik, tak bisa menjadi ibu yang baik, dan tak bisa menjadi istri yang baik. Kepergian mendiang suaminya menjadi hal utama dalam melangkah menuju kesengsaraan.

"Usiaku mungkin tak akan lama lagi dan aku belum bisa meninggalkan hal yang membahagiakan untukmu, apalagi untuk Alvira."

"Jangan berkata seperti itu! Berhenti membuatku menangis, aku tak bisa membayangkan jika kau pergi."

"Hari demi hari, rasanya aku sudah tidak mampu berjuang lagi. siapa pun yang sedang berjuang melawan penyakitnya, pasti mereka berharap sembuh dan sehat kembali. Begitu pun denganku dulu, aku selalu merasa aku bisa menyingkirkan penyakit stroke ini. Tapi, kenyataannya ... tubuhku semakin kurus, rambutku rontok, penglihatanku semakin memburuk, dan yang paling menyedihkan adalah usiaku jadi terlihat dua kali lipat."

Bibi Yumi menggeleng kuat, ia bersandar sejenak di pundak Ibu Sera dan mengelus-elus lembut tangan yang hampir seperti tulang belulang. "Tidak! Kau masih terlihat cantik, kau tetap Kakakku yang paling cantik."

"Jangan berbohong, Yumi. Aku sudah terlihat seperti Ibumu sekarang, dan sudah terlihat seperti neneknya Alvira." Senyum melarat terpaksa dibentuk pada dirinya yang masih bergetar menangis.

"Kau sudah berjanji pada Alvira untuk terus bersamanya, kau harus kuat...." Menegaskan setiap gerakan tangannya, bahasa isyarat yang di sampaikan Bibi Yumi seperti orang yang sedang memaksakan sesuatu. Namun dengan begini, ia bisa menyampaikan perasaannya lebih baik dari biasanya.

VARLENZO: Wound Healer [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang