19. Fallen Crown

3.8K 478 81
                                    

RAMAIKAN DI KOMEN!!! ^^

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

RAMAIKAN DI KOMEN!!! ^^

🛠️•••🛠️

Setiap sekitar pukul sepuluh malam, Ibu Sera dan Bibi Yumi senantiasa duduk di teras rumahnya menunggu Alvira pulang. Walaupun Varlenzo yang mengantar, rasa khawatir seorang ibu akan selalu ada. Pikirannya terkadang di penuhi bayang-bayang yang merujuk pada sesuatu yang buruk, penyebab utama adalah putrinya pernah mengalami kecelakaan lalu lintas yang hampir merenggut nyawa.

Ibu Sera sudah tak sanggup lagi menerima derita hal yang serupa, sekecil apa pun musibahnya—sungguh ... jiwa dan raganya tak akan mampu. Jika bisa bernegosiasi, seorang ibu akan meminta semua derita yang akan menyambangi anaknya, akan ia tanggung dengan sepenuh hati.

Rasa lega dan kebahagiaan yang sesungguhnya terbina, saat mendengar deruan motor milik Varlenzo terdengar semakin mendekat. Alvira baru saja tiba, gadis itu turun dari motor dan langsung melepas helm. Ia mencantelkan helm tersebut di behel motor seperti biasanya.

"Varlenzo! Kau akan menginap lagi di sini?" Seru Bibi Yumi ramah.

Bukan hal yang aneh lagi bagi Bibi Yumi atau Ibu Sera jika laki-laki itu berperilaku kurang sopan. Varlenzo bergeleng, dan hanya memberi senyuman samar sebagai jawaban singkatnya.

"Baiklah, terima kasih. Hati-hati, Nak!"

Jika ada seseorang yang bertanya mengenai perlakuan Varlenzo pagi tadi di bengkel, sungguh Alvira ingin pindah planet saja rasanya. Memeluk tubuhnya dari belakang itu lebih canggung dan memalukan dari pada saling berpelukan.

"Kau ingin sesuatu untuk makan siang besok di bengkel? Biar Bibi Yumi memasakkan sesuatu untukmu."

"Tidak perlu. Kau cukup datang ke bengkel dan jangan terlambat."

Alvira mengangguk pelan. "Baiklah, terima kasih."

"Sejak kapan kau berucap terima kasih? Biasanya kau langsung lari masuk ke dalam rumah."

"Sejak malam ini."

"Karena apa?"

Karena sejak hari ini kau membuatku berharap sesuatu. "Karena orang tuaku selalu mengajarkanku sopan santun, dan malam ini aku baru mengingatnya."

Varlenzo terkekeh kecil, memandang menyepelekan. "Idiot."

Hinaan itu ternyata masih belum hilang. Seperti tak ada salah apa pun setelah mengatai ... laki-laki itu langsung pergi tanpa pamit. Tak berkedip, Alvira memerhatikan laju motor hingga Varlenzo benar-benar menghilang dari penglihatannya.

Ibarat bunga mawar merah yang wangi nan bahari, merekah anggun seperti senyuman permaisuri yang duduk di singgasana dengan mahkota kehidupannya. Menunduk layu bak tersiram getah beracun, kelopak bunga yang terisak berjatuhan—hanya menghitam merana dan tak mati. Satu tetes air keruh membasahi tangkai bunga yang sudah mengering. Memang tak bening ... tetapi mampu menumbuhkan kembali setangkai bunga mawar yang hampir gugur.

VARLENZO: Wound Healer [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang