Enam Belas

3K 275 10
                                    


Typo*



Seperti perjanjiannya dengan pandu tadi sore, Xavier kini sedang bersiap-siap untuk ikut berkumpul dengan pandu dan 2 temannya yang lain.

Xavier mengenakan baggy pants berwarna hitam dengan atasan kaos oversize berwarna putih dan di baluti dengan Hoodie yang senada dengan celananya. Untuk sentuhan terakhir, Xavier menggunakan Converse shoes sebagai pelengkap.

Xavier siap dengan segala perlengkapan yang akan ia bawa kali ini.

Setelah memasukkan segala keperluannya, Xavier melangkah keluar kamar dengan menenteng tas selempang di tangannya.

Raut wajahnya sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan dengan keadaan sekitar. Mata sayu yang anehnya malah terlihat tajam itu, menyorot lurus kedepan.

Xavier memilih menuruni tangga daripada menggunakan lift. Alasannya tentu saja karena malas harus melihat para babi-babi itu bertebaran sambil mengeluarkan suara khas ngok-ngokannya.

Xavier menuruni tangga dengan wajah datar tak tersentuh miliknya.

Berjalan dengan santai Menuju pintu utama, Xavier mengabaikan teriakan tak jelas dari Tasya yang memintanya untuk berkumpul bersama.

Masa bodoh Sama yang namanya kesopanan.. intinya Xavier harus segera menyelamatkan pandangan dan pendengarannya.

"Ayah, bukannya ayah bakal ngasih Xavier pelajaran? Kenapa ayah malah diem aja? Tu anak makin hari, makin gak bisa di atur." Celetuk Robin menatap ayahnya dengan kesal.

Robin sudah mewanti-wanti agar Xavier di berikan hukum yang berat oleh ayahnya. Tapi kenapa sampai sekarang ayahnya masih belum bertindak? Menyebalkan sekali.

"Abang.... Abang jangan gitu. Bagaimanapun, bang Vier itu juga abangnya' Abang juga. Bag Vier masih Keluarga kita." Bela Tasya.

Semua pasang mata menatap ke arah Tasya, termasuk keluarga besar Adinata yang sejak tadi diam.

Lynette menatap tak suka pada Xavier.
Matanya terus saja menatap tajam pada presisi Xavier yang melangkah keluar dari pintu utama, tanpa membalikkan badannya, bahkan hanya sekedar melihat ataupun menyapa mereka saja tidak. Sangat kurang ajar sekali.

"Mommy?." Sahut Alexia menepuk pundak Lynette pelan.

Lynette menatap sang putri satu-satunya dengan sayang sambil tersenyum.

"Ya...? Ada apa?." Tanya Lynette pada Alexia.

Alexia memicingkan matanya menatap netra sang ibu. Ibunya...... Terlihat agak.... berbeda? Entahlah.

Ekspresi sang ibu dari sejak masuk ke kediaman pamannya, selalu saja terlihat kesal dan terkesan tidak suka. Alexia tentu saja paham akan tatapan itu.

"Enggak. Mommy dari tadi liat Xavier terus. Ada apa?." Tanya Alexia

Lynette tidak menjawab. Dia memilih diam sambil menampilkan raut senyum khas miliknya.

Sebenarnya Alexia sadar akan tatapan itu. Mata yang selalu memicing tak suka jika sudah berhadapan dengan saudara sepupunya.

Eh? Sepupu? Sejak kapan?.

"Mommy. Bukan hanya mommy yang membenci anak itu. Alexia, bahakan kita semua yang ada disini, hampir tidak menyukai Xavier karena kejadian itu. Alexia, tidak! Alex, dia bahkan lebih membenci Xavier dari apa yang mommy kira. Kita semua tidak menyukai anak itu. Semua kesialan selalu datang karena anak itu." Pungkas Alexia mengalihkan pandangannya pada keluarga sang ayah, yaitu Roy.

Transmigrasi : AGAIN?! {HIATUS}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang