↱ 06 ೄྀ࿐

207 26 0
                                    

f o r  y o u ;

eita tahu kalau ruri yang sudah marah besar itu, akan sulit untuk membujuknya kembali. mungkin eita adalah orang yang paling tahu soal itu.

tapi eita tak mau menyerah. karena kalau dia sudah pasrah yang artinya melepaskan ruri, eita bisa saja kehilangan gadis itu.

jadi dengan modal nekat setelah pulang dari kuliah malamnya, dengan sekantung susu jahe merah di tangannya, eita berdiri sambil menghela napas berkali-kali. jujur saja dia takut. takut kena sembur ruri, takut kedatangannya justru makin membuat ruri marah dan membencinya, tapi tak ada yang bisa eita lakukan selain ini.

dia menarik napas sebelum mengetuk tiga kali pintu rumah ruri yang saat itu terasa seperti pintu menuju pengadilan dunia-akhirat.

beberapa menit menunggu, pintu terbuka. tapi bukan ruri yang ditemuinya dari balik sana.

tapi ibu ruri.

"eh, eita!" ibu ruri menyapa.

"eh, tante!" eita merespon dengan cengiran.

"mau ketemu ruri, ya?"

eita tersenyum. sasuga ibu mertua, langsung tahu apa yang mau eita lakukan.

"iya, tante."

"tapi rurinya lagi keluar. kamu tunggu aja di dalem, yuk?" ibu ruri memberi penawaran.

tapi eita menggelengkan kepalanya, "kalo rurinya pergi sebentar, saya mah nunggu di sini aja, tante. sambil ngadem."

ibu ruri tertawa pelan. "bukannya adem malah masuk angin kamu yang ada."

"ya mau gimana lagi, tante. abis kalo saya masuk, saya ngeri rumahnya ancur."

"..? kenapa ancur?"

"takut khodamnya ruri keluar begitu liat saya masuk rumahnya."

ibu ruri praktis tertawa. "nanti kalo kelamaan, kamu masuk aja ya."

"sip. makasih, tante," eita mengacungkan ibu jarinya dengan senyuman tipis.

walaupun sebenarnya, dia penasaran kemana ruri pergi. dia mau bertanya, tapi tak punya kesempatan.

sepeninggal ibu ruri yang masuk ke dalam rumah, eita duduk di teras sambil menatap susu jahe yang dia beli tadi.

jujur saja eita merasa aneh. alih-alih membeli bunga dan seluruh tokonya, eita lebih suka membelikan ruri susu jahe. konon katanya, susu jahe ini bisa meredam emosi dan menjinakkan hewan buas.

hehe.

dua jam menunggu, ketika susu jahe di tangannya sudah hampir dingin, barulah ruri menampakkan diri. cewek itu datang dengan wajah terkejut saat melihat eksistensi eita di depan rumahnya.

"ck, ngapain lo?!"

eita sudah pasang tameng pertahanan dari mulut pedas ruri. sebetulnya sih dia tidak sebuas ini ketika bersama orang lain. tapi ini adalah eita. cowok yang tidak pernah gagal menarik keluar emosinya.

"nungguin elo, yang."

"stop panggil gue 'yang' jijik!" alis ruri menukik, bibirnya melengkung ke bawah.

"emang lo tau arti 'yang' itu apa?" eita terkekeh.

ruri menyipitkan matanya, menyelidik. "sayang?"

"dih pede bener. 'yang' itu artinya 'kuyang'," lantas tawa menyebalkan meluncur begitu saja dari bibir laknar milik otoya eita.

"emang dasarnya brengsek sampe kapanpun tetep aja brengsek," ruri mendecih, dia emosi berat. tapi tidak mau disangka kesurupan karena teriak-teriak tengah malam.

"ekhem." eita berdeham. seperti pembina upacara yang hendak menyampaikan amanat 3 jam. "dengan seplastik susu jahe yang udah dingin, dan cinta yang full 100 persen, saya mau meminta maaf kepada saudari kitagawa ruri. kalo maafnya diterima, dapet gratis ongkos pulang pergi ke sekolah."

ruri hampir saja tertawa kalau saja mentalnya lembek. wajah eita yang biasanya dihiasi dengan senyuman seringai dan kata-kata manis yang siap memerangkap gadis manapun, saat itu terlihat seperti orang bodoh.

"gak diterima. soalnya gue masih bisa pp ke sekolah naik ojol," ruri sok jual mahal. meski sebetulnya emosinya sudah berkurang sih.

"kalo sama albert, gratis fitbar blueberry setiap hari."

"gue juga masih bisa beli sendiri."

eita tersenyum, dia masih belum menyerah. "iya, tau gue mah. tapi gue gak mau lo berangkat naik ojol sendiri, gue juga gak mau lo beli fitbar sendiri. boleh kali izinin gue ngetreat lo lebih baik setelah ini? janji gak bakal disuruh nunggu 2 jam lagi."

"tapi lo bohong terus," ruri bergumam pelan.

dikesunyian malam, eita masih bisa mendengarnya.

"bukan bohong. tapi kendala."

"alesan lo sejuta."

"ya maaf. jangan bosen dengerinnya, ya? kalo lo pergi, hidup gue hampa banget," eita maju. menyodorkan susu jahe ke depan wajah ruri.

"cewek lo kan banyak," ruri menerimanya dengan sepenuh hati dipotong dua.

"yang gue mau cuma kitagawa ruri."

mendengar penuturan eita, ruri akhirnya menarik sudut bibirnya perlahan, tersenyum tipis. dia menatap plastik berisi susu jahe dengan lamat-lamat.

"kayaknya cuma lo doang yang minta maaf pake susu jahe."

"ini bisa bikin setan-setan yang bersemayam auto kabur," kata eita, asal-asalan. langsung saja dia mendapat cubitan cinta di perutnya.

"terus aja terus. yang setan lo apa gue nih?"

"lo— aduhh!" jawaban eita membuat cubitan ruri hinggap lagi di perutnya.

"iya, iya. gue yang setan, iyaa," eita mengalah saja. dia tidak mau ruri mengeluarkan khodamnya lagi.

"lo emang setan, gak jelas, cowok brengsek, playboy, tukang gonta-ganti cewek, mata keranjang!" ruri menyumpah serapahi eita. dia sedang ingin memberikan cowon itu doktrin supaya sadar akan kelakuan sendiri.

"iya. gue emang jelek banget, tapi muka gue ganteng," eita menyibakkan rambut hijaunya.

"NAJIS."

"fakta."

"bodoamat. pokoknya besok lo harus ngajak gue makan dimsum! lo yang bayar!"

"siap!" eita memberi hormat. "eh tapi gak bisa besok, yang. besok gue mau pergi sama kana."

"LO EMANG BABI LAKNAT YA, OTOYA EITA!"

"sabar, yang, sabar. gue ketemu kana mau mengakhiri hubungan doang kok. sekalian bilang kalo gue udah mau berhenti bertualang, soalnya udah nemu harta karun," eita menyeringai sambil menatap wajah buas ruri. cewek ini adalah harta karun yang dia maksud— kalau otak kalian tidak mengerti kalimat eita.

***

[✔] [9] flirt ; otoya eitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang